Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
INDEKS
Masyarakat Ekonomi Syariah

Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) berbagi inspirasi, informasi dan pengetahuan untuk mendorong peningkatan literasi dan inklusi ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia.

Covid-19 dan Bisnis Syariah

Kompas.com - 01/04/2020, 19:20 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: Akhmad Akbar Susamto

TIDAK ada ahli kedokteran yang tahu berapa jumlah korban yang akan jatuh akibat terinveksi virus Corona.

Begitu juga, tidak ada ekonom yang mampu memprediksi secara tegas akan seberapa buruk kondisi perekonomian selama masa-masa kritis wabah Covid-19.

Namun, yang pasti, merebaknya penyakit yang berasal dari China ini tidak hanya mengancam jiwa manusia, tetapi juga mengganggu berbagai aktivitas ekonomi dan bisnis. Tak terkecuali, aktivitas ekonomi dan bisnis syariah.

Empat sumber

Dilihat dari sumbernya, dampak penyebaran Covid-19 terhadap berbagai aktivitas ekonomi dan bisnis di Indonesia dapat dibagi ke dalam empat komponen.

Pertama, dampak bawaan dari China yang terkait langsung dengan perekonomian Indonesia. China adalah negara tujuan utama ekspor Indonesia sejak tahun 2011.

Menurut data Badan Pusat Statistik, tahun lalu nilai ekspor nonmigas Indonesia ke China mencapai 25,7 miliar dollar AS.

Nilai ini jauh lebih besar dibandingkan nilai ekspor nonmigas Indonesia ke Amerika Serikat dan ke Jepang yang masing-masing berada pada peringkat kedua dan ketiga.

China juga merupakan negara asal utama impor Indonesia. Tahun 2019, nilai impor Indonesia dari China mencapai 44,5 miliar dollar AS, atau setara dengan tiga dan lima setengah kali lipat dibandingkan nilai impor Indonesia dari Jepang dan Amerika Serikat.

Lebih dari itu, China merupakan salah satu negara terbesar asal penanaman modal asing di Indonesia dan penyumbang lebih dari dua juta wisatawan asing atau sekitar 12,5 persen dari total wisatawan asing yang dating ke Indonesia.

Kedua, dampak bawaan dari negara-negara pandemi Covid-19 lainnya yang terkait langsung dengan perekonomian Indonesia. Misalnya dampak bawaan dari Uni Eropa, Amerika Serikat, Korea Selatan, dan Australia.

Meskipun tak sebesar dampak bawaan dari China, dampak bawaan dari negara-negara ini tak dapat diabaikan. Baik dari sisi lalu lintas ekspor dan impor, penanaman modal asing maupun kunjungan wisata.

Ketiga, dampak ikutan dari perekonomian global secara keseluruhan. Penyebaran Covid-19 hingga ke 176 negara telah menambah ketidakpastian ekonomi global setelah sebelumnya terjadi perang dagang antara Amerika Serikat dan China, keluarnya Inggris dari Uni Eropa (British exit) dan pergeseran-pergeseran geopolitik internasional.

Ketidakpastian tersebut meningkatkan tekanan terhadap perekonomian Indonesia.

Keempat, dampak lokal dari penyebaran Covid-19 di Indonesia. Dampak ini pada awalnya sempat dipandang sebelah mata.

Namun, melihat perkembangan yang terjadi pada beberapa hari terakhir, dengan banyaknya kasus inveksi Covid-19 di Indonesia, tampaknya dampak lokal dari penyebaran Covid-19 justru akan jauh lebih besar.

Tak heran, sejumlah organisasi kembali menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2020.

Sebagai contoh, Organization of Economic Cooperation and Development (OECD) beberapa minggu lalu (2/3/2020) menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia versi mereka dari 5,0 menjadi 4,8 persen.

Adapun Moody's beberapa hari kemudian (6/3/2020) menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia dari 4,9 menjadi 4,8 persen.

Bank Indonesia dua hari lalu (19/3/2020) bahkan kembali menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia versi mereka dari sebelumnya 5,0-5,4 persen menjadi 4,2-4,6 persen.

Empat saluran

Dampak penyebaran Covid-19 terhadap aktivitas ekonomi dan bisnis syariah di Indonesia –baik yang bersumber dari negara lain maupun dari wabah Covid-19 di Indonesia sendiri– dapat terjadi melalui beberapa saluran.

Pertama, turunnya permintaan terhadap produk-produk bisnis syariah. Di tengah merebaknya Covid-19, tingkat kunjungan wisatawan asing dan wisatawan domestik merosot drastis.

Tingkat okupansi hotel di Indonesia secara umum turun hingga tinggal 10-50 persen, termasuk tingkat okupansi hotel-hotel syariah.

Penjualan paket-paket perjalanan wisata, termasuk wisata syariah, juga seret. Biro-biro perjalanan umrah bahkan harus menanggung kerugian cukup besar akibat pelarangan perjalanan umrah ke Mekkah, Saudi Arabia.

Sementara, penurunan aktivitas konsumsi masyarakat telah mulai terjadi pada semua produk non bahan pokok, termasuk produk-produk makanan dan minuman halal, kosmetika halal dan fesyen muslim.

Penurunan ini kemungkinan akan sangat signifikan jika penyebaran Covid-19 terus berlanjut hingga April dan Mei, saat bulan suci Ramadhan dan hari raya Idul Fitri tiba.

Kedua, kenaikan biaya produksi, baik yang disebabkan oleh gangguan rantai pasokan maupun yang disebabkan oleh perubahan ketenagakerjaan.

Gangguan rantai pasokan terjadi karena ketergantungan Indonesia yang masih cukup tinggi pada bahan-bahan baku dan barang-barang modal dari luar negeri, termasuk bahan-bahan baku dan barang-barang modal yang digunakan untuk memproduksi produk-produk halal.

Begitu juga, gangguan rantai pasokan kemungkinan akan terjadi karena berlakunya pembatasan aktivitas luar rumah di sebagian wilayah strategis di Indonesia.

Sementara, perubahan ketenagakerjaan terjadi karena berlakunya working from home, pengurangan sebagian jam kerja--atau dalam kasus terburuk, penghentian kerja sepenuhnya selama periode tertentu--dan penurunan tingkat kesehatan sebagian tenaga kerja yang bekerja pada bisnis-bisnis syariah.

Ketiga, terhambatnya realisasi penanaman modal. Ketidakpastian yang tinggi di tengah merebaknya Covid-19 kemungkinan akan memaksa para investor untuk menunda atau bahkan membatalkan sebagian rencana penanaman modal mereka pada tahun 2020. Tidak terkecuali, investor yang berencana menanamkan modalnya pada bisnis-bisnis syariah.

Sebagai contoh, tahun lalu santer terdengar rencana investasi untuk pengembangan kawasan industri halal di berbagai daerah. Dengan merebaknya Covid-19, tampaknya rencana tersebut akan tertunda, minimal hingga beberapa bulan ke depan.

Keempat, peningkatan risiko lembaga-lembaga keuangan syariah. Peningkatan risiko ini akan terjadi tidak hanya pada bank umum syariah, tetapi juga pada lembaga-lembaga keuangan syariah lain seperti bank pembiayaan rakyat syariah, perusahaan pembiayaan syariah dan lembaga keuangan mikro syariah. Di antaranya dalam bentuk risiko operasional, risiko pembiayaan, risiko pasar dan risiko likuiditas.

Di luar itu, lembaga-lembaga keuangan syariah juga akan mengalami perlambatan laju pertumbuhan aset, minimal hingga berakhirnya masa-masa kritis wabah Covid-19.

Langkah mitigasi

Untuk menghadapi dampak penyebaran Covid-19 terhadap aktivitas ekonomi dan bisnis syariah di Indonesia, beberapa langkah perlu dilakukan.

Pertama, menegaskan posisi bisnis-bisnis syariah sebagai bagian tak terpisahkan dari masyarakat Indonesia yang sedang berjuang mengatasi wabah Covid-19.

Para pelaku ekonomi dan bisnis syariah harus menunjukkan empati dan solidaritas kepada para pemangku kepentingan. Di antaranya memberi kelonggaran working from home kepada karyawan-karyawan, tetap memberikan layanan terbaik kepada para pelanggan dalam batas-batas yang memungkinkan dan mendukung kebijakan pemerintah untuk mengurangi potensi penyebaran Covid-19 secara keseluruhan.

Keputusan salah satu produsen brand komestika halal untuk menyumbangkan alat kesehatan senilai puluhan miliar ke rumah sakit-rumah sakit perawatan pasien Covid-19 merupakan contoh yang sangat baik.

Kedua, bersiap untuk kemungkinan terburuk serta membuat peta jalan untuk bertahan dan keluar dari dampak penyebaran Covid-19.

Belajar dari pengalaman negara-negara lain yang telah lebih dulu menjadi pandemi, pelaku ekonomi dan bisnis syariah tak seharusnya meremehkan dampak wabah Covid-19. Namun, cepat atau lambat penyebaran Covid-19 pasti akan berakhir.

Oleh karena itu, peta jalan untuk bertahan dan keluar dari dampak penyebaran Covid-19 juga sangat penting. Peta jalan ini dapat bersifat sederhana atau pun kompleks tergantung pada skala masing-masing bisnis syariah.

Ketiga, mengambil manfaat dari paket stimulus yang dikeluarkan oleh pemerintah dalam rangka menghadapi dampak penyebaran Covid-19, baik stimulus fiskal, stimulus nonfiskal, maupun stimulus sektor keuangan.

Meskipun paket stimulus yang dikeluarkan oleh pemerintah saat ini masih jauh dari ideal, tetapi setidaknya dapat mengurangi beban yang harus ditanggung bisnis-bisnis syariah di tengah merebaknya Covid-19.

Akhmad Akbar Susamto
Pengurus Pusat Masyarakat Ekonomi Syariah (PP MES), dosen Universitas Gadjah Mada

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com