Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anggaran Penanganan Corona Perlu Ditambah, Uangnya dari Mana?

Kompas.com - 21/04/2020, 14:56 WIB
Mutia Fauzia,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 405,1 triliun dalam APBN 2020 untuk penanganan hingga pemulihan ekonomi akibat pandemi virus corona (Covid-19).

Jika diakumulasikan dengan besaran anggaran yang digelontorkan pemerintah pada tahap I dan II yang masing-masing sebesar Rp 8,5 triliun dan Rp 22,5 triliun, nilai stimulus yang telah dianggarkan oleh pemerintah mencapai 2,5 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Namun demikian, pemerintah dinilai perlu untuk mengalokasikan anggaran yang lebih besar untuk penanganan pandemi yang telah mendisrupsi hampir seluruh aktivitas ekonomi di dunia ini.

Baca juga: Larangan Mudik Berlaku Mulai 24 April 2020

Mantan Menteri Keuangan Chatib Basri pun menilai pemerintah masih bisa melakukan realokasi anggaran untuk menambah stimulus fiskal dalam percepatan penanganan virus corona.

“Kita perlu lebih enggak? Kita tidak sebesar Singapura, Australia, Amerika. Dalam kondisi ini, apakah butuh dana tambahan? Kalau butuh apa yang bisa dilakukan? Saya sympathetic ke Askolani (Dirjen Anggaran) karena tugas berat harus realokasi budget. Kalau mau kaya AS, uangnya dari mana? Tapi bisa dipertajam? Mungkin masih bisa,” kata Chatib Basri dalam video conference, Selasa (21/4/2020).

Jika dirinci berdasarkan besaran stimulus masing-masing negara terhadap PDB, Australia sebesar 10,9 persen, Singapura 10,9 persen, Amerika Serikat 10,5 persen, dan Malaysia 10 persen.

Baca juga: Harga Minyak Dunia Minus, Bagaimana Dampaknya ke Indonesia?

Untuk Kanada, besaran stimulus penanganan virus corona sebesar 6 persen dari keseluruhan nilai ekonominya, Jerman 4,5 persen, dan Arab Saudi 2,7 persen.

Sementara untuk Indonesia, dengan Rp 405,1 triliun yang digelontrokan pada stimulus tahap III, pemerintah mengalokasikan anggaran untuk kesehatan sebesar Rp 75 triliun, termasuk untuk insentif tenaga medis. Selanjutnya anggaran jaring pengaman sosial bagi kelompok UMKM dan informal mencapai Rp 110 triliun.

Ada juga anggaran berupa stimulus kepada dunia usaha atau sektor industri senilai Rp 70,1 triliun. Terakhir, pembiayaan anggaran atau utang untuk pemulihan ekonomi sebesar Rp 150 triliun.

Baca juga: Agar Tak PHK Karyawan, Pengusaha Banting Setir Produksi APD

Sebelumnya, pemerintah telah melakukan realokasi anggaran baik pemerintah pusat dan Kementerian/Lembaga untuk belanja yang saat ini kurang prioritas seperti seperti belanja pegawai dan perjalanan dinas.

Untuk penanganan corona, pemerintah telah memangkas alokasi untuk pos belanja barang Rp 33,7 triliun, terdiri dari pemotongan perjalan dinas Rp 26,8 triliun dan pemotongan honor Rp 6,9 triliun. Pos belanja modal juga dipangkas sebesar Rp 39,3 triliun, serta penghematan alamiah sebesar Rp 22,7 triliun.

Chatib pun menilai, pemerintah masih bisa mempertajam realokasi anggaran untuk perjalanan dinas, belanja modal, hingga pembangunan infrastruktur yang bisa ditunda.

Baca juga: Direksi dan Komisaris BUMN Tak Dapat THR, Ini Kata Bank Mandiri

“Misalnya, anggaran perjalanan dinas Rp 43 triliun untuk 2020, sudah dipotong sekitar Rp 25 triliun, praktis orang enggak berjalan. Itu mungkin bisa dipotong lebih banyak, hanya proposal,” kata dia.

“Lalu ada anggaran yang dibutuhkan, mungkin eksekusi enggak tahun ini, misal belanja modal fisik, mungkin infra, bisa ditunda. Tapi ini butuh komitmen kementerian lembaga, kalau enggak nanti protes,” jelas dia.

Chatib Basri juga menyarankan agar pemerintah saat ini memprioritaskan sektor kesehatan maupun bantuan sosial. Dengan demikian, penanganan COVID-19 bisa semakin cepat dan ekonomi bisa kembali pulih.

“COVID-19 mudah-mudahan hanya sampai akhir tahun. Tahun ini (belanja yang bukan prioritas) ditunda dulu. Bener-bener fokus ke hal itu. Tapi kan enggak mungkin Kemenkeu lakukan sendiri, harus ada komitmen. Misal belanja modal fisik kan orang enggak kerja sekarang, banyak aktivitas enggak bisa dieksekusi,” ucapnya.

Baca juga: Erick Thohir Putuskan Direksi dan Komisaris BUMN Tak Dapat THR

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com