Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berkaca dari Zimbabwe, Ini Sederet Risiko Jika RI Cetak Uang Terlalu Banyak

Kompas.com - 05/05/2020, 18:17 WIB
Muhammad Idris

Penulis

 

Kondisi demikian akan lebih parah jika negara tak berhenti mencetak uang, sementara permintaan maupun produksi barang/jasa berkurang, khususnya saat situasi krisis.

Nilai tukar anjlok

Nilai tukar uang asing sangat dipengaruhi oleh jumlah uang yang beredar. Bertambahnya rupiah bisa berakibat turunnya nilai kurs. Apalagi, rupiah bukan mata uang yang bisa diterima di dunia seperti dollar AS atau yen Jepang.

Baca juga: Saat Pandemi Corona Buat Gerak Inflasi Jadi Tak Biasa

Sebagai contoh, di Zimbabwe, selain terjadi hiperinflasi, nilai mata uang negara tersebut sudah hampir tak bernilai untuk membeli kurs asing.

Zimbabwe pernah mengalami inflasi hingga 11,250 juta persen bahkan pernah menyentuh 231 juta persen pada 2008. Tingginya angka inflasi mendorong negara ini melakukan redenominasi mata uang, dengan menyederhanakan uang 10 miliar dolar Zimbabwe menjadi 1 dolar Zimbabwe atau menghilangkan 10 angka nol.

Utang luar negeri membengkak

Risiko utang luar negeri yang naik tajam merupakan efek domino dari anjloknya mata uang rupiah terhadap mata uang asing. Semakin nilainya merosot, maka otomatis membuat utang luar negeri bisa semakin membengkak.

Bank Indonesia berbeda dengan bank sentral AS Federal Reserve yang dapat dengan bebas mencetak dollar AS. Mata uang Negeri Paman Sam dipakai oleh sebanyak 85 persen transaksi ekspor-impor dunia, sedangkan rupiah tidak diakui mata uang yang dipakai secara internasional.

Baca juga: BI: Inflasi April 0,18 Persen, Bawang Merah Jadi Penyumbang Terbesar

PHK besar-besaran

Jumlah uang yang beredar terlalu banyak bisa membuat daya beli masyarakat anjlok. Ini terjadi saat uang yang beredar tak sebanding dengan produksi barang/jasa.

Karena lemahnya daya beli masyarakat, banyak perusahaan terpaksa menurunkan atau menahan produksi mereka yang berimbas pada langkah pengurangan karyawan.

Selain itu, hal ini dipandang investor sebagai risiko, sehingga mereka juga tak tertarik berinvestasi di Indonesia. Dalam kondisi parah, investor akan menarik modalnya di Indonesia.

Respon Bank Indonesia

Sebelumnya Bank Indonesia (BI) memberi indikasi tak akan mencetak uang tambahan utuk menambah dana atau likuiditas perbankan maupun untuk menambal defisit anggaran pemerintah.

Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, salah satu pertimbangannya, bank sentral tidak ingin mengulang kasus mengulang kasus Bantuan Likuditas Bank Indonesia (BLBI) saat 1998. Hal ini menyebabkan inflasi tinggi hingga 67 persen.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tinjau Bandara Jenderal Besar Abdul Haris Nasution, Menhub: Kembangkan Ekonomi di Mandailing Natal

Tinjau Bandara Jenderal Besar Abdul Haris Nasution, Menhub: Kembangkan Ekonomi di Mandailing Natal

Whats New
Apa Itu KIP Kuliah? Ini Arti, Rincian Bantuan, hingga Cara Daftarnya

Apa Itu KIP Kuliah? Ini Arti, Rincian Bantuan, hingga Cara Daftarnya

Whats New
Info Limit Tarik Tunai Mandiri Kartu Silver dan Gold di ATM

Info Limit Tarik Tunai Mandiri Kartu Silver dan Gold di ATM

Earn Smart
TUGU Tebar Dividen Rp 123,26 Per Saham, Simak Jadwalnya

TUGU Tebar Dividen Rp 123,26 Per Saham, Simak Jadwalnya

Whats New
Era Suku Bunga Tinggi, Jago Syariah Buka Kemungkinan Penyesuaian Bagi Hasil Deposito

Era Suku Bunga Tinggi, Jago Syariah Buka Kemungkinan Penyesuaian Bagi Hasil Deposito

Whats New
Bank Neo Commerce Tunjuk Eri Budiono Jadi Dirut Baru

Bank Neo Commerce Tunjuk Eri Budiono Jadi Dirut Baru

Whats New
Soal Laba Bank, Ekonom: Masih Tumbuh di Bawah 5 Persen Sudah Sangat Baik

Soal Laba Bank, Ekonom: Masih Tumbuh di Bawah 5 Persen Sudah Sangat Baik

Whats New
Menperin Bantah Investasi Apple di Indonesia Batal

Menperin Bantah Investasi Apple di Indonesia Batal

Whats New
Jago Syariah Jajaki Kerja Sama dengan Fintech Lending

Jago Syariah Jajaki Kerja Sama dengan Fintech Lending

Whats New
Kolaborasi Es Krim Aice dan Teguk, Total Investasi Rp 700 Miliar

Kolaborasi Es Krim Aice dan Teguk, Total Investasi Rp 700 Miliar

Whats New
OJK: Pendapatan Premi di Sektor Asuransi Capai Rp 87,53 Triliun Per Maret 2024

OJK: Pendapatan Premi di Sektor Asuransi Capai Rp 87,53 Triliun Per Maret 2024

Whats New
Sudah Dibuka, Ini Cara Daftar Kartu Prakerja Gelombang 67

Sudah Dibuka, Ini Cara Daftar Kartu Prakerja Gelombang 67

Whats New
Barang Bawaan dari Luar Negeri Tak Lagi Dibatasi, Mendag Minta Jastiper Patuhi Aturan

Barang Bawaan dari Luar Negeri Tak Lagi Dibatasi, Mendag Minta Jastiper Patuhi Aturan

Whats New
Pasca-Lebaran, Kereta Cepat Whoosh Jadi 48 Perjalanan dengan Tarif mulai Rp 150.000

Pasca-Lebaran, Kereta Cepat Whoosh Jadi 48 Perjalanan dengan Tarif mulai Rp 150.000

Whats New
Bagaimana Aturan Perlintasan Kereta Api di Indonesia? Ini Penjelasan KAI

Bagaimana Aturan Perlintasan Kereta Api di Indonesia? Ini Penjelasan KAI

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com