Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Derita ABK Indonesia di Kapal Asing, Jam Kerja Tak Manusiawi

Kompas.com - 09/05/2020, 09:53 WIB
Muhammad Idris

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Terbatas kesempatan bekerja di dalam negeri, mendorong banyak pemuda di Indonesia memutuskan merantau sebagai pelaut di kapal-kapal penangkap ikan di luar negeri. Mereka umumnya berangkat menggunakan jasa perusahaan agensi.

Di daerah yang jadi kantong-kantong ABK yang merantau ke luar negeri seperti pesisir Pantura Jawa Tengah, risiko bekerja di atas kapal asing sebenarnya sudah jadi rahasia umum. Dari mulut ke mulut, cerita perlakukan buruk dari mereka yang pernah bekerja di kapal asing sudah sering didengar.

Ketua Umum Serikat Buruh Migran Kabupaten Tegal, Zainudin, mengungkapkan pengalaman-pengalaman buruk dari pelaut yang sudah pulang, tak serta merta membuat peminat bekerja sebagai ABK di kapal ikan asing surut.

"Sudah cerita umum, kerja di atas kapal ikan di luar negeri jam kerjanya tak manusiawi. Kalau di darat ada aturan jelas terkait jam kerja, di atas itu dihitung lembur," kata Zainudin kepada Kompas.com, Sabtu (9/5/2020).

Baca juga: Soal ABK, Anggota DPR Minta Pemerintah Bertindak Cepat dan Tegas

"Jam kerja di atas kapal sepenuhnya ditentukan oleh nahkoda. Banyak yang kerja sampai dua hari, diselingi istirahat minim hanya buat makan. Namanya bekerja harus ada istirahat yang cukup, apalagi pekerjaan berat di laut. Sakit pun tetap suruh kerja," tambah dia.

Zainudin yang juga pernah bekerja sebagai ABK kapal ini menuturkan, pihaknya juga sudah seringkali melaporkan kasus-kasus ekspolitasi ABK Indonesia ke pemerintah dan aparat setempat.

Meski tak bisa menyentuh perusahaan pemilik kapal, sambung Zainudin, setidaknya pemerintah atau polisi setempat bisa menuntut pertanggungjawaban dari perusahaan agensi lokal yang mengirimkan ABK ke luar negeri.

"Kita sudah sering lapor kasus-kasus ABK, tapi pemerintah seperti Disnker juga seperti mengabaikan dan enggan membantu," ujar Zainudin.

Baca juga: Heboh Perbudakan ABK Indonesia di Kapal China, Bu Susi Jadi Trending

Perbudakan di kapal China

Sebelumnya, Media Korea Selatan, MBC News, melaporkan praktik eksploitasi anak buah kapal (ABK) asal Indonesia yang bekerja di atas kapal nelayan ikan China. Stasiun televisi tersebut bahkan menyebut kondisi lingkungan kerja para WNI tersebut bak perbudakan.

Dalam cuplikan video pemberitaan MBC, sejumlah ABK dengan wajah diburamkan dan suara disamarkan, mengaku harus bekerja hingga 30 jam berdiri atau selama seharian lebih untuk menangkap ikan.

 

Istirahat yang diberikan kepada ABK juga sangat minim. Waktu istirahat hanya diberikan setiap 6 jam sekali, tepatnya saat jam istirahat makan.

Salah satu ABK yang dirahasiakan namanya mengungkapkan, para ABK ini hanya menerima gaji sebesar 120 dollar AS per bulannya atau Rp 1,8 juta (kurs Rp 15.000). Gaji yang diterima ABK tersebut dikatakan berbeda dengan kontrak.

Baca juga: Kemenaker Selidiki Kasus Jenazah ABK WNI Dilarung ke Laut

Dalam pengakuan salah satu WNI, kapal China tersebut sebenarnya merupakan kapal penangkap ikan tuna. Namun di atas laut lepas, mereka juga menangkap ikan hiu untuk diambil siripnya.

Lantaran aktivitas ilegal penangkapan hiu tersebut, membuat kapal seringkali harus berada berbulan-bulan di laut untuk menghindari pemeriksaan. Karena jika berlabuh ke pelabuhan, kapal tersebut bisa terkena sanksi oleh otoritas setempat jika kedapatan membawa sirip ikan hiu.

Para ABK WNI juga mengaku menerima diskriminasi selama bekerja di kapal. Mereka harus minum air laut hasil penyulingan yang kerapkali membuat mereka jatuh sakit.

Sementara para ABK asal China, bisa meminum air tawar dari botol kemasan yang dibawa dari darat.

Baca juga: Soal ABK, Anggota DPR Minta Pemerintah Bertindak Cepat dan Tegas

"Pusing, memang enggak bisa minum air itu sama sekali. Pernah, kaya ada dahak," tutur salah satu ABK.

Perlakuan buruk lainnya, yakni jika ada seorang di antara mereka yang meninggal, jenazahnya akan dilarung ke laut. Padahal dalam perjanjian dengan agen mereka di Indonesia, ABK yang meninggal seharusnya dikremasi dan abunya dikirim ke keluarga di Tanah Air.

MBC sendiri mendapatkan cuplikan video dari ABK asal Indonesia ketika kapal tempat mereka bekerja berlabuh di Pelabuhan Busan, Korea Selatan.

Para ABK tersebut meminta bantuan kepada media setempat dan otoritas Korea Selatan atas kondisi pekerjaan yang jauh dari layak. Namun kapal tersebut sudah kembali melaut ketika akan dilakukan penyelidikan lebih lanjut.

Mendapat laporan tersebut, Duta Besar RI untuk Korea Selatan, Umar Hadi, akan membantu penanganan masalah ABK hingga mereka bisa dipulangkan ke Indonesia.

Baca juga: Pemerintah Perlu Periksa 3 Agensi yang Pekerjakan ABK RI ke Kapal China

Pihak KBRO di Seoul dan Beijing tengah berkoordinasi untuk berkomunikasi dengan perusahaan kapal ikan dan agen mereka di Indonesia yang memperkerjakan ABK WNI tersebut.

"Kita tetap mendampingi. Ada 15 WNI yang turun di Busan dan minta bantuan lembaga penegak hukum di Korea Selatan. Semuanya sudah terdata, perusahaannya, pemiliknya sampai agen yang merekrut mereka, semua kita desak untuk bertanggung jawab," kata Umar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com