Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KKP Kembali Bekuk Kapal Maling Ikan Berbendera Filipina di Laut Sulawesi

Kompas.com - 12/05/2020, 20:24 WIB
Fika Nurul Ulya,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Direktorat Jenderal PSDKP kembali membekuk kapal pencuri ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPP-NRI) 716 Laut Sulawesi.

Pembekukan kapal pencuri ikan berbendera Filipina itu berhasil dilakukan oleh Kapal Pengawas Perikanan Ditjen PSDKP-KKP tanpa perlu berlama-lama main "kucing-kucingan".

”Hari ini kami mengonfirmasi penangkapan 1 KIA berbendera Filipina yang ditangkap di WPP-NRI 716 Laut Sulawesi pada Jumat (8/5) pukul 11.35 WITA," terang Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan, Tb Haeru Rahayu dalam siaran pers, Selasa (12/5/2020).

Baca juga: Perbudakan ABK, Ini Langkah yang Diambil KKP

Tb mengungkap, KIA itu kini telah berada di Pangkalan PSDKP Bitung untuk proses hukum lebih lanjut. Kapal maling ikan tersebut bernama FBca CANTHER JHON yang mengoperasikan alat penangkapan ikan tuna handline dengan 8 awak kapal berkewarganegaraan Filipina.

Tb berujar, KIA tersebut ditangkap pada posisi koordinat 06°24.401' LU - 127°40.329' BT. Operasi penangkapannya sendiri dilakukan oleh KP Orca 01 yang dinakhodai oleh Capt. Priyo Kurniawan.

Penangkapan KIA tersebut menunjukkan kinerja Sistem Pengawasan Terpadu/Integrated Surveillance System (ISS) semakin baik.

Kombinasi praktik pengawasan konvensional dengan analisis kerawanan menggunakan instrumen dan teknologi modern telah memberikan hasil yang baik.

“Ini salah satu hasil dari ‘modernisasi’ sistem pengawasan yang kami lakukan. Saat ini memang operasi didesain secara efektif dan efisien dengan menggunakan data-data hasil pengawasan yang memadai," jelas Tb.

Sebelum diamankan, pihaknya menangani 8 awak kapal berkewarganegaraan Filipina tersebut sesuai dengan prosedur dan protokol penanganan Covid-19. Tujuannya untuk langkah antisipasi penyebaran virus dan meminimalisir risiko.

”Jajaran petugas Kami di lapangan telah berkoordinasi dengan Kantor Kesehatan Pelabuhan Kota Bitung untuk melaksanakan serangkaian tes kesehatan dalam rangka pencegahan COVID-19," tuturnya.

Dengan ditangkapnya 1 KIA, KKP di masa kepemimpinan Edhy Prabowo telah menangkap 33 kapal maling ikan ilegal. 33 KIA ilegal terdiri dari 15 kapal berbendera Vietnam, 9 kapal berbendera Filipina, 8 kapal berbendera Malaysia, dan 1 kapal berbendera Taiwan.

Kerap kelabui aparat

Sementara itu, Direktur Pemantauan dan Operasi Armada, Pung Nugroho Saksono menjelaskan, penangkapan kapal maling ikan kali ini merupakan buah dari operasi pemantauan melalui udara (air surveillance) setelah sebelumnya melakukan pemetaan target melalui data Radarsat yang juga dioverlay dengan data VMS dan AIS.

Berdasarkan hasil pemetaan, Pung memberikan instruksi gerak kepada armada Kapal Pengawas sehingga proses pencegatan (intercept) bisa berjalan efektif.

Tantangannya, modus operandi kapal maling ikan di perbatasan acapkali mengelabui aparat dengan berada di luar perbatasan RI saat Kapal Pengawas melakukan patroli.

Hal ini juga yang dilakukan oleh FBca CANTHER JHON sebagai kapal penangkap yang biasanya bergerak mobile dari satu rumpon ke rumpon lainnya.

“Ini tipikal kapal-kapal yang memang sangat efektif menangkap tuna, ukurannya tidak terlalu besar dengan pergerakan sangat mobile. Kita jangan underestimate dengan ukuran yang kecil karena kapal-kapal ini biasanya dikawal oleh Kapal Penampung berukuran besar yang menunggu di dekat perbatasan," jelas Ipung.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com