Terakhir, majalah Forbes menempatkan Indonesia pada urutan 97 dari 100 negara, dari sisi aman tidaknya terhadap Covid-19. Ini jauh di bawah Singapura (4), Vietnam (20), Malaysia (30), Thailand (47), dan Filipina (55).
Kita lebih jelek dari Myanmar (83), Bangladesh (84), bahkan dari Brasil (91) yang presidennya kontroversial.
Semua laporan itu jelas merusak kepercayaan. Bagaimana investor dan turis asing mau datang jika mereka membaca berita seram tentang Covid-19 di Indonesia?
Bagaimana konsumen domestik percaya diri berbelanja jika takut tertular virus? Bagaimana perusahaan nyaman beroperasi normal?
Sekali ada kasus positif di pabriknya, goodwill perusahaan ambruk. Mereka bahkan harus tutup operasi beberapa pekan.
Pemerintah bermaksud menggenjot ekonomi melalui dana pemulihan ekonomi nasional (PEN). Namun, jangan lupa, konsumsi pemerintah itu hanya 8,7 persen dari PDB.
Baca juga: Rezim Soekarno, Soeharto, dan 20 Tahun Reformasi, dalam Hal Ekonomi
Mau digenjot dua kali lipat pun, belanja PEN tetap sulit mengganti peran konsumsi dan PMTB.
Jadi, yang harus dipulihkan itu kepercayaan konsumen dan pelaku usaha. Itu baru pulih jika Indonesia dinilai bagus dalam pengendalian pandemi.
Karena itu, pemerintah jangan salah prioritas. Langkah kesehatan masyarakat harus dijadikan prioritas utamanya, ekonomi menyusul.
Saya juga mengimbau agar Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Menkeu Sri Mulyani, dan Gubernur BI Perry Warjiyo jangan mengobral prediksi di publik. Karena, prediksi mereka meleset dan berubah-ubah.
Untuk kuartal I-2020, Menkeu memprediksi pertumbuhan 4,5-4,7 persen, sementara proyeksi BI 4,4 persen. Angka BPS 2,97 persen. Jadi, melesetnya jauh sekali, yaitu 1,4-1,7 persen.
Untuk kuartal II-2020, perkiraan Menkeu sering berubah. Antara pertengahan Juni 2020 hingga 20 Juli 2020, prediksi Menkeu bervariasi dari minus 3,1 persen (16/6/2020) hingga minus 5,08 persen. Selang prediksinya lebar, hingga 2 persen. Menko Airlangga juga pernah menyebut angka minus 3,4 persen.
Baca juga: [UPDATE] - Pergerakan Data Harian Covid-19 di Indonesia
Di gedung DPR pada 15 Juli 2020, Menkeu menyebutkan selang minus 3,5 persen hingga minus 5,1 persen, dengan titik tengah 4,3 persen. Namun, Presiden Jokowi mengutip angka minus 4,3 persen saat memberi pengarahan kepada para gubernur di Istana Bogor. Presiden pun meleset karena menerima prediksi yang tidak akurat.
Di tengah pandemi seperti ini, sangat sulit sekali membuat prediksi ekonomi. Semua ekonom, termasuk saya, bisa salah total dalam prediksi.
Karena itu, pejabat ekonomi sebaiknya irit bicara prediksi agar tidak merusak krebilitas pemerintah dan kepercayaan konsumen dan pelaku usaha.
Referensi: