Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Super Holding BUMN, Mimpi Rini Soemarno yang Dikubur Erick Thohir

Kompas.com - 20/09/2020, 08:11 WIB
Muhammad Idris

Penulis

Sumber Kompas.com

JAKARTA, KOMPAS.com - Wacana pembentukan super holding BUMN yang dicita-citakan Menteri BUMN 2014-2019 Rini Soemarno kembali mencuat setelah viral kritikan Komisaris Utama PT Pertamina (Persero), Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.

Dalam salah satu pernyataannya, Ahok menyebut sebaiknya Kementerian BUMN dibubarkan saja karena menciptakan tata kelola perusahaan negara yang tidak efisien.

Mantan Gubernur DKI Jakarta itu mengusulkan, ratusan BUMN yang ada saat ini lebih baik dikelola dengan benar-benar profesional dan jauh dari kepentingan politis. Indonesia bisa meniru apa yang dilakukan Pemerintah Singapura dengan membentuk Temasek.

"Harusnya Kementerian BUMN dibubarkan. Kita membangun semacam Temasek, semacam Indonesia Incorporation," ucap Ahok dalam kritikannya seperti dikutip Minggu (20/9/2020).

Baca juga: Pernyataan Lengkap Ahok yang Kritik Habis-habisan Pertamina

Dia mencontohkan, di Pertamina saja, jabatan direksi ataupun komisaris sangat kental dengan lobi-lobi politis dan bagi-bagi jabatan. Ini berbeda dengan super holding di Singapura yang dikelola secara profesional dan jauh dari praktik titipan pemerintah.

"Dia ganti direktur pun bisa tanpa kasih tahu saya, saya sempat marah-marah juga, jadi direksi-direksi semua main lobinya ke menteri karena yang menentukan menteri. Komisaris pun rata-rata titipan kementerian-kementerian," kata Ahok.

Roadmap super holding BUMN sendiri disusun oleh Menteri BUMN sebelum Erick Thohir, yakni Rini Soemarno. Sebelum era Rini, konsep ini sudah mulai muncul sejak Menteri BUMN Tanri Abeng tahun 1998 namun tak belum bisa dijalankan karena kondisi politik yang bergejolak.

Alasan Rini Soemarno

Baru di masa Rini, rencana super holding BUMN yang nantinya menghapuskan Kementerian BUMN mulai digencarkan tahap demi tahap. Rini memulai merintis pembentukan super holding dengan terlebih dahulu membentuk holding-holding BUMN.

Baca juga: Berapa Gaji Lulusan PKN STAN Setelah Diangkat CPNS?

Pembentukan super holding baru bisa dilakukan setelah BUMN yang berjumlah 107 dari sebelumnya 142 perusahaan setelah perampingan digabung dalam holding sesuai sub sektornya masing-masing. Holding BUMN juga mencakup anak cucu perusahaan.

Menurut Rini, pembentukan superholding BUMN sangat dibutuhkan. Sebab, ia percaya bahwa dengan super holding BUMN maka perusahaan-perusahaan BUMN bisa bergerak lebih lincah.

Selama ini, sejumlah BUMN dinilai tidak bisa bergerak leluasa dalam pengembangan bisnisnya karena berada di bawah Kementerian BUMN. Di mana aspek birokrasi seringkali menghambat bisnis perusahaan. 

"Ya itu kan wacana (super holding BUMN) yang kita lemparkankan. Jadi tentunya masih banyak diskusinya ke sana," ujar Rini di Jakarta pada Juli 2016 silam.

Erick Thohir stop super holding era Rini

Wacana super holding ini kemudian surut setelah estafet Menteri BUMN beralih ke Erick Thohir atau di periode kedua Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Baca juga: Erick Thohir Ingin Kubur Mimpi Rini Soemarno Bentuk Super Holding BUMN

Erick Thohir menghentikan pembentukan super holding BUMN era Rini dan menggantikannya dengan konsep subholding BUMN, sebuah konsep yang hampir serupa namun tak sama.

“Jadi nanti saya rasa urusan super holding kita ubah konsepnya jadi subholding yang fokus pada masing-masing kegiatan unit usaha," ujar Erick Thohir di Gedung DPR RI, Jakarta pada Desember 2019 lalu atau saat baru menjabat sebagai Menteri BUMN.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ada Bansos dan Pemilu, Konsumsi Pemerintah Tumbuh Pesat ke Level Tertinggi Sejak 2006

Ada Bansos dan Pemilu, Konsumsi Pemerintah Tumbuh Pesat ke Level Tertinggi Sejak 2006

Whats New
Peringati Hari Buruh 2024, PT GNI Berikan Penghargaan Kepada Karyawan hingga Adakan Pertunjukan Seni

Peringati Hari Buruh 2024, PT GNI Berikan Penghargaan Kepada Karyawan hingga Adakan Pertunjukan Seni

Whats New
Kemenperin Harap Produsen Kembali Perkuat Pabrik Sepatu Bata

Kemenperin Harap Produsen Kembali Perkuat Pabrik Sepatu Bata

Whats New
IHSG Naik Tipis, Rupiah Menguat ke Level Rp 16.026

IHSG Naik Tipis, Rupiah Menguat ke Level Rp 16.026

Whats New
Warung Madura: Branding Lokal yang Kuat, Bukan Sekadar Etnisitas

Warung Madura: Branding Lokal yang Kuat, Bukan Sekadar Etnisitas

Whats New
Ini Tiga Upaya Pengembangan Biomassa untuk Co-firing PLTU

Ini Tiga Upaya Pengembangan Biomassa untuk Co-firing PLTU

Whats New
Strategi untuk Meningkatkan Keamanan Siber di Industri E-commerce

Strategi untuk Meningkatkan Keamanan Siber di Industri E-commerce

Whats New
Permendag Direvisi, Mendag Zulhas Sebut Tak Ada Masalah Lagi dengan Barang TKI

Permendag Direvisi, Mendag Zulhas Sebut Tak Ada Masalah Lagi dengan Barang TKI

Whats New
Pabrik Sepatu Bata Tutup, Kemenperin Bakal Panggil Manajemen

Pabrik Sepatu Bata Tutup, Kemenperin Bakal Panggil Manajemen

Whats New
Capai 12,5 Persen, Pertumbuhan Ekonomi Dua Wilayah Ini Tertinggi di Indonesia

Capai 12,5 Persen, Pertumbuhan Ekonomi Dua Wilayah Ini Tertinggi di Indonesia

Whats New
Per Februari 2024, Jumlah Pengangguran RI Turun Jadi 7,20 Juta Orang

Per Februari 2024, Jumlah Pengangguran RI Turun Jadi 7,20 Juta Orang

Whats New
Pembangunan Infrastruktur di Australia Jadi Peluang untuk Produsen Baja Lapis RI

Pembangunan Infrastruktur di Australia Jadi Peluang untuk Produsen Baja Lapis RI

Whats New
KAI Ubah Pola Operasi, 21 Kereta Berhenti di Stasiun Jatinegara

KAI Ubah Pola Operasi, 21 Kereta Berhenti di Stasiun Jatinegara

Whats New
Kejar Target 1 Juta Barrel Minyak, Industri Hulu Migas Hadapi Keterbatasan Rig

Kejar Target 1 Juta Barrel Minyak, Industri Hulu Migas Hadapi Keterbatasan Rig

Whats New
PGN Suplai Gas Bumi untuk Smelter Tembaga Freeport

PGN Suplai Gas Bumi untuk Smelter Tembaga Freeport

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com