Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Survei: Rokok Murah Picu Peningkatan Jumlah Perokok Anak

Kompas.com - 01/10/2020, 14:37 WIB
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Terjangkaunya harga rokok dinilai menjadi pemicu terjadinya peningkatan perokok anak di Indonesia.

Hal ini terungkap dalam hasil survei perokok anak yang dilakukan sejumlah pegiat perlindungan anak bersama Yayasan ALIT Indonesia.

“Kami melihat dari beberapa wilayah dampingan ALIT, banyak sekali anak-anak yang sudah merokok di saat tubuhnya belum mampu menerima paparan zat atau kandungan berbahaya dari rokok,” ujar Lisa Febriyanti, Tim Baseline Survei Yayasan ALIT Indonesia, dalam dalam keterangannya, Kamis (1/10/2020).

Baca juga: Menyederhanakan Struktur Tarif Cukai Rokok

Lisa memaparkan temuan di lapangan tentang perokok anak pada 506 responden dari lima wilayah cluster yang disurvei di Jawa Timur. Hasil survei menunjukkan, dari seluruh responden yang diwawancarai, sebanyak 87 persen perokok anak memiliki anggota keluarga dewasa yang juga merokok.

Selain itu, sebanyak 85 persen anak tersebut pernah diminta atau disuruh orang dewasa untuk membeli rokok.

“Yang memprihatinkan adalah 87 persen dari anak mengaku sebagai perokok aktif atau merokok sudah menjadi keseharian mereka, dan sebagian besar dari mereka sudah mulai merokok di usia 13-14 tahun,” ujar Lisa.

Tim Survei juga menemukan, ada anak berusia lebih muda yang sudah mulai merokok yakni di usia 5 tahun.

“Sebanyak 79 persen perokok anak membeli sendiri rokoknya, dan ternyata sebanyak 72 persen penjual rokok membiarkan anak-anak membeli rokok,” sebut Lisa.

Baca juga: Kenaikan Cukai Rokok dan Pandemi Covid-19 Bikin Penjualan HM Sampoerna Turun

Dalam survei juga ditemukan, rata-rata perokok anak mengggunakan sebagian uang sakunya untuk membeli rokok.

Harga rokok yang dibeli anak bervariasi, dari pernyataan responden dan dibandingkan dengan harga pada pita cukai, terdapat beberapa merek yang didapatkan anak-anak secara lebih murah. Temuan kami, ada anak-anak yang mendapatkan rokok lebih murah dibandingkan harga yang dibanderol,” terang Lisa.

Pun Yayasan ALIT Indonesia menyoroti peraturan pemerintah mengenai cukai rokok dan kaitannya dengan jangkauan anak-anak.

 

“Saat ini ada kenaikan cukai, tapi kemudian kami juga melihat ada aturan yang absurd yakni Perdirjen Bea Cukai 37/2017 yang membolehkan menjual rokok di bawah 85 persen dari banderol asal tidak lebih di 40 kota pengawasan bea cukai,” terang Lisa.

Hal ini dinilai menjadi sorotan karena dengan aturan yang masih ada, masih akan mungkin ditemukan harga rokok di bawah 85 persen dari batasan yang seharusnya sehingga harganya menjadi lebih murah dari yang tertera pada pita cukai.

Hal inilah yang membuat anak-anak makin mudah untuk menjangkau rokok.

Baca juga: Penyederhanaan Tarif Cukai Rokok Picu Kekhawatiran Petani Tembakau

Direktur Eksekutif Yayasan ALIT Indonesia Yuliati Umrah mengatakan pihaknya secara tegas berharap agar pemerintah mencabut segala aturan yang masih memungkinkan rokok dijual lebih murah lagi.

“Saya setuju kalau ketentuan tersebut dihapus saja. Harga rokok sudah terlalu murah kalau diperbolehkan dijual di bawah 85 persen. Anak pasti bisa beli dengan uang sakunya,” tutur Yuliati.

Dia mengatakan, pihaknya mengusulkan kepada pemerintah untuk mencabut ketentuan tersebut demi melindungi anak-anak dari ancaman rokok.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com