Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sri Mulyani: Tiap Ada PSBB, Pendapatan Pajak Tertekan

Kompas.com - 19/10/2020, 12:24 WIB
Mutia Fauzia,
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pandemi virus corona (Covid-19) tak bisa dipungkiri telah menekan pendapatan negara, terutama dari sisi perpajakan.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pun mengungkapkan, salah satu faktor yang menyebabkan tekanan dari sisi penerimaan pajak adalah penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Realisasi penerimaan pajak per September 2020 tercatat Rp 758,6 triliun. Angka tersebut mengalami kontraksi sebesar 16,9 persen jika dibandingkan dengan tahun lalu yang sebesar Rp 902,79 triliun.

Baca juga: Gara-gara Covid-19, Penerimaan Pajak Rp 500 Triliun Tak Terkumpul

Adapun nilai realisasi penerimaan pajak tersebut 62,6 persen dari target Perpres 72 2020 yang sebesar Rp 1.198,8 triliun.

"Kita tetap waspada karena setiap kali ada PSBB, langsung terlihat di tekanan pajak kita," ujar Sri Mulyani ketika memberikan keterangan pers APBN KiTa, Senin (19/10/2020).

Sri Mulyani merinci, penerimaan pajak penghasilan (PPh) dari sektor non migas realisasinya sebesar Rp 23,63 triliun atau menhalami kontraksi hingga 45,28 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.

Angka tersebut setara dengan 74,17 persen dari target yang tercantum dalam Perpres 72 2020.

Baca juga: Wacana Pajak Nol Persen Dinilai Bikin Konsumen Tahan Beli Mobil

Untuk PPh non migas, realisasinya sebesar Rp 418,16 triliun atau terkontraksi 16,91 persen jika dibandingkan dengan tahun lalu.

Sementara untuk PPN dan PPnBM realisasinya mengalami kontraksi 13,61 ppersen dibandingkan tahun lalu menjadi Rp 290,33 triliun, dan realisasi PBB dan pajak lainnya sebesar Rp 18,5 triliun atau terkontraksi 8,86 persen.

"Untuk PPh Migas terkontraksi paling dalam seiring dengan penurunan harga dan volume, lifting masih di bawah (target)," ujar Sri Mulyani.

Sementara jika lebih rinci dilihat berdasarkan per sektor usaha,pada periode Januari hingga September 2020, industri pengolahan mengalami kontraksi 17,16 persen, perdagangan penerimaan pajaknya minus 18,42 persen, dan sektor jasa keuangan minus 5,45 persen.

Adapun pajak dari sektor konstruksi dan real estate tertekan cukup dalam, yakni minus 19,6 persen.

"Konstruksi seperti perdagangan karena PSBB. Penurunan penjualan properti itu menyebabkan pajak dari konstruksi dan real estate tertekan," ujar Sri Mulyani.

Baca juga: Bos ADB: Rasio Pajak Asia Tenggara Terendah Se-Asia

Adapun untuk sektor pergudangan tercatat terkontraksi 11,89 persen, dan pertambangan sebesar 42,78 persen. Pada sektor pertambangan, bahkan penerimaan per September 2020 saja mengalami kontraksi hingga 127,45 persen.

"itu juga karena ada restitusi di sektor pertambangan yang cukup besar, karena kalo ekspor langsung minta restitusi," ujar Sri Mulyani.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com