Pada 5 Oktober 2020, DPR RI resmi mengesahkan RUU Cipta Kerja menjadi UU pada Rapat Paripurna. Kehadiran UU Cipta Kerja ini sebelum disahkan maupun telah diketok palu menimbulkan pro dan kontra. Terlebih kontra dari para serikat buruh yang menolak kerja UU tersebut.
Dengan alasan memberikan kerugian besar terhadap para pekerja atau buruh. Namun di sisi lain, pemerintah mengklaim akan menarik banyak investasi yang akan menciptakan lapangan kerja baru.
Sementara Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menyatakan terdapat beberapa hal dampak kerugian bagi buruh apabila UU Cipta Kerja pada klaster ketenagakerjaan tetap diimplementasikan pada tahun 2021.
"Memang, ada pernyataan yang mengatakan jika pekerja yang bekerja 40 jam seminggu akan mendapat upah seperti biasa. Sedangkan yang di bawah itu menggunakan upah per jam," kata Iqbal, Selasa (7/1/2020).
Baca juga: Penerima Bantuan Subsidi Gaji Tetap Berhak meski Telah Meninggal, Selama Rekening Masih Aktif
Bakal hilangnya pesangon. Iqbal menyebut, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto pernah menggunakan istilah baru dalam Omnibus Law, yakni tunjangan PHK yang besarnya mencapai 6 bulan upah.
Terkait hal ini, Iqbal mengatakan, dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, masalah pesangon sudah diatur bagi buruh yang terkena PHK. Besarnya pesangon adalah maksimal 9 bulan, dan bisa dikalikan 2 untuk jenis PHK tertentu sehingga bisa mendapatkan 18 bulan upah.
Kemudian, berpotensi lapangan pekerjaan yang tersedia akan diisi Tenaga Kerja Asing (TKA) unskill. Di dalam UU 13/2003, penggunaan TKA harus memenuhi beberapa persyaratan. Antara lain, TKA hanya boleh untuk pekerjaan yang membutuhkan keterampilan tertentu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.