Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Di Saat seperti Ini Kebijakan Fiskal Perlu Jalan Duluan..."

Kompas.com - 08/03/2021, 08:51 WIB
Fika Nurul Ulya,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menilai risiko ketidakpastian ekonomi yang tinggi selama masa pandemi Covid-19 menjadi penyebab utama lambatnya penurunan suku bunga kredit perbankan.

Ekonom Indef Eko Listiyanto mengatakan, sekalipun bank sudah menurunkan suku bunga, hal tersebut tidak akan menggairahkan kinerja sektor riil lantaran kasus Covid-19 di Indonesia masih tinggi.

Dia bilang, sektor swasta tetap berhati-hati dalam melakukan ekspansi bisnis, utamanya bila sumber dana merupakan utang dari perbankan yang memiliki kewajiban cicilan.

Baca juga: Suku Bunga Kredit Tak Kunjung Turun, Ini yang Akan Dilakukan Sri Mulyani Bersama KSSK

"Di saat seperti ini kebijakan fiskal perlu jalan duluan mengatasi pandemi dan mendorong daya beli, baru kemudian sektor perbankan akan mengikuti seiring optimisme yang mulai pulih," kata Eko dalam siaran pers, Senin (8/3/2021).

Eko berpendapat, relatif tingginya biaya dana dan operasional di bank BUMN juga menjadi salah satu penyebab lainnya bank enggan buru-buru merespons kebijakan suku bunga acuan BI.

Pada Desember 2020, tercatat BOPO perbankan berada di kisaran 86,58 persen. Hal ini menggambarkan besarnya biaya operasional bank di tengah sempitnya ruang pendapatan operasional saat pandemi.

"Kondisi ini memang membuat bank tidak cepat merespons (rigid/kaku) penurunan suku bunga acuan BI," tuturnya.

Kendati demikian, bank sudah berusaha menurunkan suku bunga dasar kredit (SBDK) meski nilainya tak serendah suku bunga acuan BI.

Tercatat SBDK perbankan telah mengalami penurunan secara bertahap per masing-masing segmen. SBDK korporasi Januari 2021 sebesar 9,08 persen turun dari 10,30 persen pada Januari 2019.

Sementara itu, SBDK ritel Januari 2021 sebesar 9,94 persen turun dari 11,05 persen pada Januari 2019. Adapun SBDK KPR Januari 2021 sebesar 9,80 persen turun dari posisi 10,91 persen pada Januari 2019.

"Jadi, walaupun bunga acuan BI (BI-7DRR) diturunkan 125 bps sepanjang 2020, namun bunga kredit hanya turun 83 bps," tutur Eko.

Senada dengan Eko, Chief Economist BRI Anton Hendranata menyebutkan, penurunan suku bunga kredit tidak akan cukup mendongkrak pertumbuhan kredit untuk menopang pemulihan ekonomi.

Jika kita mau mengakselerasi pertumbuhan kredit, lanjut Anton, syarat kecukupan dan tambahannya ialah dorong kenaikan pertumbuhan konsumsi rumah tangga dan daya beli secara signifikan.

Makanya, stimulus ekonomi melalui dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) 2021 masih sangat dibutuhkan.

Bantuan sosial, bantuan langsung tunai dan program padat karya adalah jalan terbaik, cepat, dan relatif mudah implementasinya di lapangan.

"Hal ini cukup efektif mendorong kembali belanja masyarakat level bawah karena kecenderungan mengonsumsi (marginal propensity to consume/MPO)-nya tinggi," imbuh Anton.

Baca juga: Lengkap, Rincian Suku Bunga Kredit Bank Mandiri, BRI, BTN, dan BNI Terbaru

Lebih lanjut kata Anton, pengalaman tahun 2020 menjadi pelajaran berharga agar realisasi dana PEN 2021 lebih baik dibandingkan 2020.

Anggaran PEN di tahun 2021 harus bisa mengakselerasi permintaan yang relatif lemah di 2020. Realokasi anggaran ke sektor yang terbukti ampuh mendorong permintaan domestik menjadi hal yang tidak bisa ditawar lagi.

"Oleh karena itu, mendongkrak kembali permintaan masyarakat dan daya belinya, serta pengendalian pandemi Covid-19 adalah kunci utama mendorong pertumbuhan kredit," sebut Anton.

Baca juga: Erick Thohir Minta Bank Swasta Ikut Turunkan Suku Bunga

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Lampaui Malaysia hingga Amerika Serikat

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Lampaui Malaysia hingga Amerika Serikat

Whats New
KKP Terima 99.648 Ekor Benih Bening Lobster yang Disita TNI AL

KKP Terima 99.648 Ekor Benih Bening Lobster yang Disita TNI AL

Rilis
Di Hadapan Menko Airlangga, Wakil Kanselir Jerman Puji Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Di Hadapan Menko Airlangga, Wakil Kanselir Jerman Puji Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Whats New
Soal Rencana Kenaikan Tarif KRL, Anggota DPR: Jangan Sampai Membuat Penumpang Beralih...

Soal Rencana Kenaikan Tarif KRL, Anggota DPR: Jangan Sampai Membuat Penumpang Beralih...

Whats New
Menteri ESDM Pastikan Perpanjangan Izin Tambang Freeport Sampai 2061

Menteri ESDM Pastikan Perpanjangan Izin Tambang Freeport Sampai 2061

Whats New
Pertumbuhan Ekonomi 5,11 Persen, Sri Mulyani: Indonesia Terus Tunjukan 'Daya Tahannya'

Pertumbuhan Ekonomi 5,11 Persen, Sri Mulyani: Indonesia Terus Tunjukan "Daya Tahannya"

Whats New
“Wanti-wanti” Mendag Zulhas ke Jastiper: Ikuti Aturan, Kirim Pakai Kargo

“Wanti-wanti” Mendag Zulhas ke Jastiper: Ikuti Aturan, Kirim Pakai Kargo

Whats New
Astra Honda Motor Buka Lowongan Kerja untuk D3-S1, Simak Kualifikasinya

Astra Honda Motor Buka Lowongan Kerja untuk D3-S1, Simak Kualifikasinya

Work Smart
Jadwal Lengkap Perjalanan Ibadah Haji 2024

Jadwal Lengkap Perjalanan Ibadah Haji 2024

Whats New
Kasus SPK Fiktif Rugikan Rp 80 Miliar, Kemenperin Oknum Pegawai yang Terlibat

Kasus SPK Fiktif Rugikan Rp 80 Miliar, Kemenperin Oknum Pegawai yang Terlibat

Whats New
Laba Bersih Avrist Assurance Tumbuh 18,3 Persen pada 2023

Laba Bersih Avrist Assurance Tumbuh 18,3 Persen pada 2023

Whats New
Mendag Zulhas Usul HET Minyakita Naik Jadi Rp 15.000 Per Liter

Mendag Zulhas Usul HET Minyakita Naik Jadi Rp 15.000 Per Liter

Whats New
Marak Modus Penipuan Undangan Lowker, KAI Imbau Masyarakat Lebih Teliti

Marak Modus Penipuan Undangan Lowker, KAI Imbau Masyarakat Lebih Teliti

Whats New
Vira Widiyasari Jadi Country Manager Visa Indonesia

Vira Widiyasari Jadi Country Manager Visa Indonesia

Rilis
Ada Bansos dan Pemilu, Konsumsi Pemerintah Tumbuh Pesat ke Level Tertinggi Sejak 2006

Ada Bansos dan Pemilu, Konsumsi Pemerintah Tumbuh Pesat ke Level Tertinggi Sejak 2006

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com