Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wacana Kenaikan PPN Ditolak Sejumlah Pihak

Kompas.com - 06/05/2021, 09:07 WIB
Bambang P. Jatmiko

Editor

Sumber

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati berencana akan meningkatkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN). Namun demikian, wacana tersebut ditolak oleh sejumlah pihak.

Adapun kenaikan tarif PPN bertujuan untuk mengoptimalkan penerimaan pajak, sehingga harapannya bisa mencapai target 2022. Adapun dalam rencana postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022, otoritas mematok outlook penerimaan perpajakan sebesar Rp 1.499,3 triliun hingga Rp 1.528,7 triliun.

Angka tersebut 8,37 persen hingga 8,42 persen year on year (yoy) dari proyeksi penerimaan perpajakan tahun ini senilai Rp 1.444,5 triliun.

 

Baca juga: Pemerintah Kasih Kode Bakal Naikkan Tarif PPN

“Kenaikan tarif PPN akan dibahas dalam Undang-Undang (UU) ke depan,” kata Menkeu Sri Mulyani dalam Musyarawah Perencanaan Pembangunan Nasional 2021, Selasa (4/5).

Adapun dalam Undang-Undang (UU) Nomor 42 tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah mengisyaratkan tarif PPN dapat berada di kisaran 5-15 persen.

Artinya, meskipun saat ini pemerintah telah menetapkan tarif PPN 10 persen, pemberlakuan tarif 15 persen bisa diterapkan apabila ada peraturan pemerintah (PP) terkait atau revisi UU 42/2009.

Direktur Eksekutif Institute for Development on Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad mengatakan rencana kenaikan tarif PPN sebaiknya diurungkan. Sebab justru akan menjadi beban masyarakat karena barang/jasa yang akan dibeli akan bertambah mahal.

Apalagi tahun 2022 ekonomi diprediksi masih dalam proses pemulihan, sehingga daya beli masyarakat belum sepenuhnya pulih.

Tauhid mengatakan, seharusnya pemerintah mencari akal lain untuk mengenjot penerimaan perpajakan. Misalnya dengan ekstensifikasi cukai bahan bakar minyak (BBM), minuman berpemanis, dan cukai plastik.

“Dalam situasi hingga tahun depan, belum tentu bahwa kenaikan tarif PPN akan memberikan implikasi positif terhadap penerimaan dan menggerakkan perekonomian, justru malah akan memberi beban baru ke konsumen dan dunia usaha,” kata Tauhid kepada KONTAN, Selasa (4/5/2021).

Baca juga: Pemerintah Tunjuk Amazon hingga Dropbox Jadi Pemungut PPN Mulai 1 April

Tauhid menilai jika tarif PPN sebesar 15 persen berlaku di tahun depan, maka penjualan barang/jasa akan menurun karena inflasi. Akibatnya, profitabilitas korporasi bisa loyo, bahkan tidak menuntut kemungkinan akan menyebabkan pemutusan hubungan kerja.

“Dalam UU Nomor 2 Tahun 2020 pemerintah kan punya opsi defisit anggaran di atas 3 persen, maka sebetulnya utang masih bisa jadi andalan belanja. Meski pajak tetap harus ditingkatkan dengan cara yang lebih baik,” kata Tauhid.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute (TRI) Prianto Budi Saptono mengatakan kenaikan tarif PPN bukan jadi satu-satunya cara pemerintah mengatasi bayang-bayang shortfall penerimaan pajak.

Menurutnya, metode intensifikasi dan ekstensifikasi lainnya bisa dilakukan oleh otoritas pajak. Misalnya, mengoptimalkan pajak orang kaya atau high wealth individual (HWI) serta menarik pajak warisan.

“Optimistis target penerimaan 2022 bisa tercapai, asal sekarang disiapkan strategi mengejar penerimaan pajak dengan tetap mempertimbangkan kondisi ekonomi,” kata Prianto kepada KONTAN, Selasa (4/5/2021).

 

Berita ini telah tayang di Kontan.co.id dengan judul: Rencana pemerintah menaikkan tarif PPN ditolak sejumlah pihak

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Simak Rincian Kurs Rupiah Hari Ini di BCA hingga BNI

Simak Rincian Kurs Rupiah Hari Ini di BCA hingga BNI

Whats New
Daftar 30 Mitra Distribusi Pembelian Sukuk Tabungan ST012 dan Linknya

Daftar 30 Mitra Distribusi Pembelian Sukuk Tabungan ST012 dan Linknya

Whats New
Lowongan Kerja PT Honda Prospect Motor untuk S1, Ini Persyaratannya

Lowongan Kerja PT Honda Prospect Motor untuk S1, Ini Persyaratannya

Whats New
Sudah Bisa Dibeli, Ini Besaran Kupon Sukuk Tabungan ST012

Sudah Bisa Dibeli, Ini Besaran Kupon Sukuk Tabungan ST012

Whats New
Revisi Target Penyaluran Kredit, BTN Antisipasi Era Suku Bunga Tinggi

Revisi Target Penyaluran Kredit, BTN Antisipasi Era Suku Bunga Tinggi

Whats New
Mampukah IHSG Bangkit Hari Ini ? Simak Analisis dan Rekomendasi Sahamnya

Mampukah IHSG Bangkit Hari Ini ? Simak Analisis dan Rekomendasi Sahamnya

Whats New
Kekhawatiran Inflasi Mencuat, Wall Street Berakhir di Zona Merah

Kekhawatiran Inflasi Mencuat, Wall Street Berakhir di Zona Merah

Whats New
Ada Hujan Lebat, Kecepatan Whoosh Turun hingga 40 Km Per Jam, Perjalanan Terlambat

Ada Hujan Lebat, Kecepatan Whoosh Turun hingga 40 Km Per Jam, Perjalanan Terlambat

Whats New
BTN Buka Kemungkinan Lebarkan Bisnis ke Timor Leste

BTN Buka Kemungkinan Lebarkan Bisnis ke Timor Leste

Whats New
[POPULER MONEY] Respons Bulog soal Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun | Iuran Pariwisata Bisa Bikin Tiket Pesawat Makin Mahal

[POPULER MONEY] Respons Bulog soal Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun | Iuran Pariwisata Bisa Bikin Tiket Pesawat Makin Mahal

Whats New
KCIC Minta Maaf Jadwal Whoosh Terlambat gara-gara Hujan Lebat

KCIC Minta Maaf Jadwal Whoosh Terlambat gara-gara Hujan Lebat

Whats New
Cara Pinjam Uang di Rp 5 Juta di Pegadaian, Bunga, dan Syaratnya

Cara Pinjam Uang di Rp 5 Juta di Pegadaian, Bunga, dan Syaratnya

Earn Smart
Kemenkeu Akui Pelemahan Rupiah dan Kenaikan Imbal Hasil Berdampak ke Beban Utang Pemerintah

Kemenkeu Akui Pelemahan Rupiah dan Kenaikan Imbal Hasil Berdampak ke Beban Utang Pemerintah

Whats New
Prudential Laporkan Premi Baru Tumbuh 15 Persen pada 2023

Prudential Laporkan Premi Baru Tumbuh 15 Persen pada 2023

Whats New
Bulog Siap Pasok Kebutuhan Pangan di IKN

Bulog Siap Pasok Kebutuhan Pangan di IKN

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com