Pertimbangan mengenai konsumsi listrik bitcoin serta dampak lingkungannya sebenarnya cukup rumit.
Baca juga: Mengenal Shiba Inu, Aset Kripto yang Diciptakan Untuk Saingi Dogecoin
Namun, salah satu hal yang perlu dipertimbangkan yakni 75 persen proses penambangan bitcoin dilakukan di China. Sebab, di sana harga listrik cenderung murah dan dekat dengan akses produsen perangkat keras yang dibutuhkan untuk melakukan proses penambangan. Pembangkit listrik di China pun sebagian besar masih menggunakan batu bara.
Studi yang dilakukan oleh para peneliti China dan dikutip oleh CNBC tersebut menunjukkan, jejak karbon bitcoin di China setara dengan yang ada di 10 kota besar sekaligus.
Data Cambridge Bitcoin Electricity Consumption Index dari Universitas Cambridge pun menunjukkan, konsumsi listrik bitcoin mencapai 151,16 terrawatt-hour (TwH) dalam setahun.
Jumlah tersebut lebih tinggi ketimbang konsumsi listrik Malaysia dan Mesir dalam setahun.
Namun di sisi lain, pihak industri kripto pun mengklaim para penambang diberi insentif untuk melakukan penambangan dengan sumber energi terbarukan.
Sebelumnya bulan lalu, perusahaan fintech pendiri Twitter Jack Dorsey, Square mengeluarkan memo yang mengklaim bitcoin benar-benar akan mendorong inovasi energi terbarukan. Namun, para kritikus mengatakan mereka memiliki kepentingan pribadi di balik memo tersebut.
Baca juga: Peringatan Elon Musk Soal Mata Uang Kripto: Menjanjikan tapi Hati-hati
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.