Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KKP Legalkan 10 Kelompok Alat Tangkap, dari Pukat Cincin hingga Jaring Tarik

Kompas.com - 27/07/2021, 16:19 WIB
Fika Nurul Ulya,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengizinkan beberapa alat penangkap ikan beroperasi di Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP). Alat tangkap tersebut termasuk ragam pukat cincin, jaring hela, dan jaring insang.

Alat-alat tangkap itu sudah tercantum dalam aturan baru, yakni Peraturan Menteri KP Nomor 18 Tahun 2021 tentang Penempatan Alat Penangkapan Ikan dan Alat Bantu Penangkapan Ikan di WPP-NRI dan Laut Lepas serta Penataan Andon Penangkapan Ikan.

Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP, Muhammad Zaini mengatakan, alat tangkap yang diperbolehkan itu tetap perlu mengikuti aturan dan mempertimbangkan alokasi sumber daya ikan.

Baca juga: KKP Resmi Larang Cantrang, Diganti Jadi Jaring Tarik Berkantong

"Walaupun alat tangkap itu boleh, tidak serta merta itu selalu diperbolehkan. Jadi tergantung pada alokasi sumber dayanya. Alatnya boleh kalau sumber dayanya tidak boleh, ya tetap tidak dikasih," kata Zaini dalam Bincang Bahari Sosialisasi Permen 18/2021, Selasa (27/7/2021).

Berdasarkan beleid, ada 10 kelompok alat tangkap yang diperbolehkan, antara lain kelompok jaring lingkar, kelompok jaring tarik, kelompok jaring hela, penggaruk, jaring angkat, alat tangkap yang dijatuhkan atau ditebar, jaring insang, kelompok perangkap, kelompok alat pancing, dan alat tangkap lainnya.

Kelompok alat penangkap ikan (API) jaring lingkar terdiri atas, pukat cincin pelagis kecil dengan satu kapal, pukat cincin pelagis besar dengan satu kapal, pukat cincin teri dengan satu kapal, pukat cincin pelagis kecil dengan dua kapal, dan jaring lingkar tanpa tali kerut.

Kelompok API jaring tarik, yaitu jaring tarik pantai, payang, jaring tarik sempadan, dan jaring tarik berkantong. Adapun API jaring hela yaitu jaring hela udang berkantong, jaring hela ikan berkantong.

"Target utama dari komoditinya berbeda-beda. Alat tangkap pocongan (misalnya), itu alat tangkap baru yang (digunakan) untuk menangkap benih bening lobster," tutur dia.

Baca juga: KKP Larang Kapal Ikan di Atas 30 GT Beroperasi di Perairan 0-12 Mil

Adapun pengaturan ini ditimbang berdasarkan selektifitas dan kapasitas. Selektifitasnya dilihat berdasarkan ukuran mata jaring, bentuk mata jaring, nomor mata pancing, alat mitigasi tangkapan sampingan.

Sementara kapasitas diatur berdasarkan panjang tali ris atas, bukaan mulut, panjang penaju, jumlah unit API, jumlah mata pancing, dan panjang tali selambar.

"Semua kita atur, supaya terhadap melindungi nelayan kecil maupun lingkungan supaya lestari. Jadi (aturan ini) ada supaya tidak terlalu banyak by-catch (ikan kecil yang ikut tertangkap)," jelas Zaini.

Lebih lanjut Zaini mengungkap, pengaturan ini memegang peranan penting untuk menjaga konflik. Seturut pengamatan di lapangan, banyak pula alat tangkap ramah lingkungan yang tidak diatur menyebabkan konflik antar nelayan kecil.

Konflik terjadi lantaran jalur dan cara pemasangan alat penangkap ikan tidak tepat. Salah satu konflik terjadi di wilayah Tegal antara nelayan jaring insang (gillnet) dengan nelayan bubu.

"Padahal dua-duanya adalah alat tangkap ramah lingkungan. Kenapa konflik? Karena nelayan bubu itu tidak mengenal waktu dan masangnya juga semaunya, sehingga kalau pengguna jaring insang menyebar, akan tersangkut di bubu," pungkas dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Adu Kinerja Keuangan Bank BUMN per Kuartal I 2024

Adu Kinerja Keuangan Bank BUMN per Kuartal I 2024

Whats New
Setelah Investasi di Indonesia, Microsoft Umumkan Bakal Buka Pusat Data Baru di Thailand

Setelah Investasi di Indonesia, Microsoft Umumkan Bakal Buka Pusat Data Baru di Thailand

Whats New
Emiten Persewaan Forklift SMIL Raup Penjualan Rp 97,5 Miliar pada Kuartal I 2024

Emiten Persewaan Forklift SMIL Raup Penjualan Rp 97,5 Miliar pada Kuartal I 2024

Whats New
BNI Danai Akusisi PLTB Sidrap Senilai Rp 1,76 Triliun

BNI Danai Akusisi PLTB Sidrap Senilai Rp 1,76 Triliun

Whats New
Soroti Kinerja Sektor Furnitur, Menperin: Masih di Bawah Target

Soroti Kinerja Sektor Furnitur, Menperin: Masih di Bawah Target

Whats New
Harga Jagung Turun di Sumbawa, Presiden Jokowi: Hilirisasi Jadi Kunci Stabilkan Harga

Harga Jagung Turun di Sumbawa, Presiden Jokowi: Hilirisasi Jadi Kunci Stabilkan Harga

Whats New
IHSG Ditutup Merosot 1,61 Persen, Rupiah Perkasa

IHSG Ditutup Merosot 1,61 Persen, Rupiah Perkasa

Whats New
Emiten TPIA Milik Prajogo Pangestu Rugi Rp 539 Miliar pada Kuartal I 2024, Ini Sebabnya

Emiten TPIA Milik Prajogo Pangestu Rugi Rp 539 Miliar pada Kuartal I 2024, Ini Sebabnya

Whats New
BI Beberkan 3 Faktor Keberhasilan Indonesia Mengelola Sukuk

BI Beberkan 3 Faktor Keberhasilan Indonesia Mengelola Sukuk

Whats New
Pertemuan Tingkat Menteri OECD Dimulai, Menko Airlangga Bertemu Sekjen Cormann

Pertemuan Tingkat Menteri OECD Dimulai, Menko Airlangga Bertemu Sekjen Cormann

Whats New
Induk Usaha Blibli Cetak Pendapatan Bersih Rp 3,9 Triliun pada Kuartal I 2024

Induk Usaha Blibli Cetak Pendapatan Bersih Rp 3,9 Triliun pada Kuartal I 2024

Whats New
Kembali ke Aturan Semula, Barang Bawaan dari Luar Negeri Tak Lagi Dibatasi

Kembali ke Aturan Semula, Barang Bawaan dari Luar Negeri Tak Lagi Dibatasi

Whats New
Cek Tagihan Listrik secara Online, Ini Caranya

Cek Tagihan Listrik secara Online, Ini Caranya

Work Smart
Harga Beras Alami Deflasi Setelah 8 Bulan Berturut-turut Inflasi

Harga Beras Alami Deflasi Setelah 8 Bulan Berturut-turut Inflasi

Whats New
17 Bandara Internasional yang Dicabut Statusnya Hanya Layani 169 Kunjungan Turis Asing Setahun

17 Bandara Internasional yang Dicabut Statusnya Hanya Layani 169 Kunjungan Turis Asing Setahun

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com