Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Membandingkan Utang Pemerintah Era SBY dan Jokowi, Mana Paling Besar?

Kompas.com - Diperbarui 01/10/2021, 09:10 WIB
Muhammad Idris

Penulis

Sumber Kompas.com

JAKARTA, KOMPAS.com - Lonjakan utang pemerintah dari tahun ke tahun selalu jadi isu sensitif. Teranyar, Kementerian Keuangan mencatat utang negara saat ini totalnya sudah menembus Rp 6.625,43 triliun.

Utang pemerintah di era Presiden Joko Widodo (Jokowi) memang terus mengalami kenaikan, baik di periode pertama maupun periode kedua pemerintahannya. Artinya lonjakan utang memang sudah terjadi jauh sebelum pandemi Covid-19.

Sebelum menjadi Presiden RI jelang kontestasi Pilpres, Tim Kampanye Jokowi sendiri dalam beberapa kesempatan melontarkan wacana untuk mengurangi jumlah utang pemerintah.

Namun bukannya berkurang, utang pemerintah justru terus mengalami kenaikan. Bahkan dalam kurun waktu 2014 hingga 2019, pemerintah sudah mencetak utang baru sebesar Rp 4.016 triliun.

Baca juga: Berapa Lonjakan Utang Pemerintah di 2 Periode Jokowi sejak 2014?

Lalu bagaimana perbandingan utang pemerintah di era Presiden Jokowi dengan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY)?

Utang pemerintah era SBY

Dikutip dari laman DJPPR Kementerian Keuangan, jumlah utang pemerintah pada 2007 atau periode pertama pemerintahan Presiden SBY tercatat sebesar Rp 1.389,41 triliun.

Hingga tahun 2009 atau tahun terakhir periode pertama Presiden SBY, jumlah utang pemerintah pusat tercatat sebesar Rp 1.590,66 triliun.

Berikutnya masuk di periode kedua rezim Presiden SBY atau tahun 2010, utang pemerintah pusat menurut Kementerian Keuangan yakni sebesar Rp 1.676,85 triliun.

Hingga tahun 2014 atau masa berakhirnya periode kedua pemerintahan SBY, jumlah utang pemerintah yakni sebesar Rp 2.608.78 triliun.

Baca juga: Sejak Jadi Presiden, Jokowi Sudah Tambah Utang Baru Rp 4.016 Triliun

Berikut rincian utang pemerintah SBY dari tahun ke tahun:

  • Total utang pemerintah tahun 2007: Rp 1.389.41 triliun
  • Total utang pemerintah tahun 2008: Rp 1.636,74 triliun
  • Total utang pemerintah tahun 2009: Rp 1.590,66 triliun
  • Total utang pemerintah tahun 2010: Rp 1.676,85 triliun
  • Total utang pemerintah tahun 2011: Rp 1.803.49 triliun
  • Total utang pemerintah tahun 2012: Rp 1.977,71 triliun
  • Total utang pemerintah tahun 2013: Rp 2.375,50 triliun
  • Total utang pemerintah tahun 2014: Rp 2.608,78 triliun

Utang pemerintah era Jokowi

Dikutip dari laman APBN KiTa Setember 2021 yang dirilis Kementerian Keuangan, utang pemerintah per Agustus 2021 tersebut naik dibandingkan sebulan sebelumnya, di mana utang per Juli 2021 sebesar Rp 6.570,17 triliun.

Dengan kata lain, dalam sebulan, pemerintah Presiden Jokowi sudah menambah utang baru sebesar Rp 55,26 triliun.

Selain kenaikan utang, Kementerian Keuangan juga mencatatkan kenaikan rasio utang pemerintah terhadap produk domestik bruto (PDB).

Baca juga: Bengkak Lagi, Utang Pemerintah Jokowi Naik Jadi Rp 6.625 Triliun

Pada Juli 2021, rasio utang pemerintah terhadap PDB tercatat sebesar 40,51 persen. Sementara di Agustus 2021, rasionya sudah naik menjadi 40,85 persen.

Utang pemerintah tercatat memang mengalami kenaikan cukup besar sejak Presiden Jokowi menjadi orang nomor satu di Indonesia. Di penghujung 2014, total utang pemerintah yakni Rp 2.608 triliun dengan rasio utang terhadap PDB sebesar 24,7 persen.

Lalu pada akhir tahun 2015 atau setahun pertamanya menjabat sebagai Presiden RI, utang pemerintah di era Presiden Jokowi sudah melonjak menjadi Rp 3.089 triliun dengan rasio utang terhadap PDB sebesar 27 persen.

Sementara itu pada Januari 2017, utang pemerintah sudah kembali mengalami lonjakan menjadi sebesar Rp 3.549 triliun. Saat itu, rasio utang terhadap PDB yakni 28 persen.

Baca juga: Sri Mulyani Janji Bakal Kendalikan Lonjakan Utang Pemerintah

Utang pemerintah sepanjang tahun 2017 ini terus meningkat pesat. Pada akhir 2017, utang pemerintah menembus Rp 3.938 triliun. Rasio terhadap PDB juga menanjak menjadi 29,2 persen.

Berikut rincian utang pemerintah Jokowi dari tahun ke tahun:

  • Total utang pemerintah tahun 2014: Rp 2.608,78 triliun
  • Total utang pemerintah tahun 2015: Rp 3.165,13 triliun
  • Total utang pemerintah tahun 2016: Rp 3.706,52 triliun
  • Total utang pemerintah tahun 2017: Rp 3.938,70 triliun
  • Total utang pemerintah tahun 2018: Rp 4.418,30 triliun
  • Total utang pemerintah tahun 2019: Rp 4.779,28 triliun
  • Total utang pemerintah tahun 2020: Rp 6.074,56 triliun
  • Total utang pemerintah Agustus 2021: Rp Rp 6.625,43 triliun.

Rasio utang era SBY dan Jokowi

Dalam ketentuan UU Keuangan Negara No. 17 tahun 2003, batas rasio utang terhadap PDB adalah sebesar 60 persen.

Artinya, jika melebihi batas tersebut maka Indonesia terlilit pada sebuah kondisi yang disebut jebakan utang, yakni ketika sebuah negara tidak lagi sanggup membayar utang sehingga harus membayarnya dengan menambah utang baru.

Kendati dalam aturannya ditetapkan batas rasio utang terhadap PDB adalah sebesar 60 persen, rasio utang Indonesia pernah mengalami naik-turun pada setiap pemerintahan.

Rasio utang pemerintah di era kepemimpinan Presiden Joko Widodo tercatat selalu mengalami kenaikan dari tahun ke tahun, sepanjang periode 2014-2020.

Kondisi tersebut bertolak belakang dengan yang terjadi pada rezim Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) selama kepemimpinannya di rentang 2004-2014.

Baca juga: Perjalanan Lonjakan Utang Pemerintah di 2 Periode Jokowi

Rasio utang pemerintah era SBY

Presiden SBY melanjutkan tren penurunan rasio utang pemerintah sebelumnya, yang sempat naik tajam pada akhir Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto.

Betapa tidak, rasio utang pemerintah terhadap PDB mencapai 58 persen pada tahun 1998. Angka tersebut naik 20 poin dari tahun sebelumnya yang sebesar 38 persen pada 1997.

Pada 1999, grafik lonjakan rasio utang pemerintah masih terjadi yang menunjukkan titik 85 persen terhadap PDB. Puncak rasio utang pemerintah terhadap PDB paling tinggi sepanjang sejarah tercatat pada 2000, dengan angka 89 persen.

Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) bersama istri, Ani Yudhoyono, melambaikan tangan usai melakukan Upacara Peringatan Detik-detik Proklamasi di Istana Merdeka, Jakarta, Sabtu (17/8/2014). Bagi Presiden SBY dan Wapres Boediono upacara kemerdekaan ini adalah yang terakhir dalam masa jabatannya.TRIBUNNEWS/DANY PERMANA Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) bersama istri, Ani Yudhoyono, melambaikan tangan usai melakukan Upacara Peringatan Detik-detik Proklamasi di Istana Merdeka, Jakarta, Sabtu (17/8/2014). Bagi Presiden SBY dan Wapres Boediono upacara kemerdekaan ini adalah yang terakhir dalam masa jabatannya.

Meski begitu, sejak titik puncak rasio utang tertinggi itu, tahun-tahun berikutnya rasio utang pemerintah Indonesia terus mengalami penurunan yang juga dilanjutkan pada era Presiden SBY.

Pada tahun 2004, rasio utang terhadap PDB tercatat sebesar 57 persen, yang kemudian turun 10 poin ke angka 47 persen di tahun 2005.

Baca juga: Peringatan BPK: Kenaikan Utang Pemerintah Sudah Level Mengkhawatirkan

Setahun berselang, di tahun 2006 rasio utang era SBY kembali turun menjadi 39 persen per DDB dan terus terpangkas ke angka 33 persen di tahun 2007.

Rasio utang pemerintah terhadap PDB memasuki level psikologis baru di tahun 2008 ketika mencatatkan angka 28,3 persen. Pun demikian tahun berikutnya, pada 2009 rasio utang pemerintah tercatat sebesar 26,1 persen.

Rasio utang era SBY di periode kedua sejak tahun 2010 hingga 2014 juga masih terjaga tren penurunannya, kecuali terjadi sekali kenaikan yang tidak signifikan dan masih bertahan di bawah 25 persen.

Pada 2010 misalnya, rasio utang Indonesia tercatat sebesar 26,1 persen. Tahun berikutnya, pada 2011 angkanya turun menjadi 24,4 persen dan mencapai titik terendah pada 2012 yakni sebesar 23 persen.

Baca juga: BPK Khawatirkan Bengkaknya Utang Pemerintah di Era Jokowi

Kenaikan rasio utang era SBY baru terjadi pada tahun 2013 yakni menjadi 24,9 persen dan kembali turun di angka 24,74 persen pada tahun 2014.

Rasio utang pemerintah era Jokowi

Adapun rasio utang pemerintah terhadap PDB di era Presiden Jokowi relative konsisten mengalami kenaikan dari tahun ke tahun.

Pada tahun 2015, rasio utang pemerintah naik menjadi 27,43 persen, dan naik lagi ke angka 28,33 persen di tahun 2016.

Berikutnya, kenaikan rasio utang era Jokowi kembali terjadi pada tahun 2017 yakni 29,4 per PDB. Kemudian, di tahun 2018 dan 2019, rasio utang pemerintah terhadap PDB masing-masing 29,98 persen dan 29,8 persen.

Pada tahun 2020, rasio utang terhadap PDB menembus level psikologis baru ketika mencapai angka 38,68 persen. Angka tersebut menjadi rasio utang tertinggi sepanjang kepemimpinan Jokowi.

Kini di Agustus 2021, rasio utang pemerintah terbaru adalah 40,85 persen. Atau kembali mencatatkan rekor kenaikan.

Baca juga: Jadi Kontroversi, Berapa Utang Pemerintah di Era Jokowi?

Janji kampanye Jokowi

Saat masih menjadi calon Presiden dari PDI Perjuangan tahun 2014, Jokowi mempunyai visi misi untuk mengurangi utang negara.

Salah satu caranya, Jokowi ingin merubah Indonesia sebagai negara produsen dan mengurangi konsumsi terutama dari barang impor.

"Dilarikan ke produksi, Indonesia jadi negeri produsen," ujar Jokowi dikutip dari pemberitaan Tribunnews, 5 Juni 2014.

Untuk meningkatkan produksi, Jokowi berharap produk dalam negeri bisa banyak di ekspor. Karena Jokowi sudah berpengalaman sebagai pengusaha kayu selama 24 tahun.

"Harus dibarengi dengan peningkatan produksi, dan produksi arahkan ke pasar ekpsor, kebetulan saya eksportir bagaimana memasarkan," jelas Jokowi.

Baca juga: Mengenal SBN, Sumber Utang Pemerintah Paling Besar Saat Ini

Mantan walikota Solo itu menjelaskan semakin tinggi angka ekspor cadangan devisa semakin besar. Otomatis neraca perdagangan negara menjadi lebih baik.

"Kuncinya hanya disitu, cadangan devisa meningkat jika bisa ditingkatkan. Mengurangi hal-hal dengan impor, neraca kita semakin baik. Jangan jadi negara konsumen," papar Jokowi.

Hal yang sama juga diutarakan Ketum Tim Ekonomi Pasangan Jokowi-JK saat itu, Arif Budimanta. Kata Arief, jika terpilih menjadi Presiden RI, Jokowi akan secara bertahap mengurangi utang pemerintah.

Capres nomor urut 2, Joko Widodo disambut ribuan warga di Pasar Induk Kajen, Pekalongan, Jawa Tengah, Kamis (19/6/2014). Dalam orasinya Jokowi mengatakan kegembiraannya karena disambut ribuan warga di lokasi itu.KOMPAS/WISNU WIDIANTORO Capres nomor urut 2, Joko Widodo disambut ribuan warga di Pasar Induk Kajen, Pekalongan, Jawa Tengah, Kamis (19/6/2014). Dalam orasinya Jokowi mengatakan kegembiraannya karena disambut ribuan warga di lokasi itu.

"Utang harus dikurangi perlahan, agar menciptakan keseimbangan primer di APBN," jelas Ketua Tim Ekonomi pasangan Jokowi-JK, Arif Budimanta dikutip dari Kontan, 8 Juni 2014.

Pasangan ini juga akan mengalihkan utang baru hanya untuk pembiayaan produktif, seperti pembangunan infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan. Sedangkan utang yang berbasis program bakal dihentikan.

Sebagai ganti sumber pendanaan APBN, mereka menjanjikan peningkatan penerimaan pajak. dengan optimalisasi penerimaan pajak, serta pencegahan pengemplangan pajak.

Baca juga: Utang Pemerintah Tembus Rp 6.625 Triliun, Menko Airlangga: Hampir Semua Negara Utangnya Naik

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Bulog Diminta Lebih Optimal dalam Menyerap Gabah Petani

Bulog Diminta Lebih Optimal dalam Menyerap Gabah Petani

Whats New
Empat Emiten Bank Ini Bayar Dividen pada Pekan Depan

Empat Emiten Bank Ini Bayar Dividen pada Pekan Depan

Whats New
[POPULER MONEY] Sri Mulyani 'Ramal' Ekonomi RI Masih Positif | Genset Mati, Penumpang Argo Lawu Dapat Kompensasi 50 Persen Harga Tiket

[POPULER MONEY] Sri Mulyani "Ramal" Ekonomi RI Masih Positif | Genset Mati, Penumpang Argo Lawu Dapat Kompensasi 50 Persen Harga Tiket

Whats New
Ketahui, Pentingnya Memiliki Asuransi Kendaraan di Tengah Risiko Kecelakaan

Ketahui, Pentingnya Memiliki Asuransi Kendaraan di Tengah Risiko Kecelakaan

Spend Smart
Perlunya Mitigasi Saat Rupiah 'Undervalued'

Perlunya Mitigasi Saat Rupiah "Undervalued"

Whats New
Ramai Alat Belajar Siswa Tunanetra dari Luar Negeri Tertahan, Bea Cukai Beri Tanggapan

Ramai Alat Belajar Siswa Tunanetra dari Luar Negeri Tertahan, Bea Cukai Beri Tanggapan

Whats New
Sri Mulyani Jawab Viral Kasus Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta

Sri Mulyani Jawab Viral Kasus Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta

Whats New
Sri Mulyani Jelaskan Duduk Perkara Alat Belajar Tunanetra Milik SLB yang Ditahan Bea Cukai

Sri Mulyani Jelaskan Duduk Perkara Alat Belajar Tunanetra Milik SLB yang Ditahan Bea Cukai

Whats New
Apa Itu Reksadana Terproteksi? Ini Pengertian, Karakteristik, dan Risikonya

Apa Itu Reksadana Terproteksi? Ini Pengertian, Karakteristik, dan Risikonya

Work Smart
Cara Transfer BNI ke BRI lewat ATM dan Mobile Banking

Cara Transfer BNI ke BRI lewat ATM dan Mobile Banking

Spend Smart
Suku Bunga Acuan Naik, Apa Dampaknya ke Industri Multifinance?

Suku Bunga Acuan Naik, Apa Dampaknya ke Industri Multifinance?

Whats New
Aturan Impor Produk Elektronik Dinilai Bisa Perkuat Industri Dalam Negeri

Aturan Impor Produk Elektronik Dinilai Bisa Perkuat Industri Dalam Negeri

Whats New
Cara Beli Pulsa melalui myBCA

Cara Beli Pulsa melalui myBCA

Spend Smart
Lima Emiten yang Akan Bayar Dividen Pekan Depan

Lima Emiten yang Akan Bayar Dividen Pekan Depan

Whats New
Pemerintah Dinilai Perlu Buat Formula Baru Kenaikan Tarif Cukai Rokok

Pemerintah Dinilai Perlu Buat Formula Baru Kenaikan Tarif Cukai Rokok

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com