Pertama, dokumen-dokumen perusahaan tersebut sama sekali tidak menunjukan profile sebagai perusahaan trading atau perusahaan investasi yang menyediakan layanan investasi cryptocurrency yang menggunakan robot trading.
Dokumen-dokumen tersebut lebih mengedepankan iming-iming profit bila bergabung di platform robot trading mereka, sekaligus janji surga berupa profit tambahan jika berhasil merekrut downline atau member baru di platform ini. Dan bonus profit yang dihasilkan akan semakin dashyat bila semakin banyak downline yang masuk.
Sudah seperti MLM kebanyakan, bau amis money game mulai samar tercium.
Kedua, kedua platform investasi ini sama sekali tidak terlihat menyampaikan historical performance mereka, sebagai bukti kalau robot trading mereka memang sudah terbukti mampu menghasilkan profit yang wajar dan menjanjikan bagi para investornya.
Ketiga, kita tidak akan berhasil menemukan profil dari perusahan dan manajemen yang mengoperasikan MarkAI dan Forte1, baik di Linkedin atau pun di Mbah Google sekalipun. Idealnya, kalau memang perusahaan ini dibangun oleh para profesional dari dunia investasi atau dunia teknologi informasi, seharusnya jejak rekam mereka sebagai profesional akan terekam di dunia maya.
Baca juga: Uang Bisa Hilang Seketika, Ini Modus Investasi Bodong Berkedok Robot Trading
Dalam dunia investasi, fenomena trading bot, yang merupakan singkatan dari trading robot, bukanlah hal baru. Dunia investasi di Amerika dan Eropa sudah mengenal robot trading ini sejak dekade 1980-an.
Di masa awal booming komputer, beberapa ahli komputer dan ahli matematika memanfaatkan kemampuan mereka untuk bertransaksi saham. Seluruh data fundamental dan data transaksi diinput secara manual dan mereka melakukan proses perhitungan statistik dengan teknologi komputer yang ada pada masa itu. Hasil pengolahan dan perhitungan itu menjadi dasar mereka untuk keesokan harinya membeli atau menjual saham yang direkomendasikan oleh robot trading mereka.
Perkembangan teknologi komputer, juga kemampuan processing dan penyimpanan, serta teknologi jaringan komputer, telah memungkinkan proses-proses pengumpulan dan analisa-analisa data pasar dan data transaksi yang sebelumnya manual dan ribet, menjadi lebih mudah, lebih cepat, memungkinkan pemrosesan yang lebih kompleks dan advance.
Proses transaksi trading saham yang sebelumnya memakan waktu harian, pada tahun 2000-an awal, sudah dapat diselesaikan dalam hitungan jam, bahkan menit.
Nama-nama lain dari robot trading seperti automated trading system, algorithmic trading system, bahkan high frequency trading system bermunculan di kalangan perusahaan-perusahan investasi dan broker-broker yang memperdagangkan tidak hanya saham, namun juga forex, commodity, futures, bahkan option, dan belakangan merambah ke cryptocurrency.
Tidak ketinggalan pula, perkembangan robot trading tadi telah melahirkan perusahaan teknologi yang fokusnya mengelola dana-dana investor dan perusahaan asset management, dengan bertransaksi dan berinvestasi dengan bantuan automated trading system, algorithmic trading system, bahkan high frequency trading system, atau yang lazim dikenal sebagai perusahaan algorithmic trading firm.
Film The Hummingbird Project yang dirilis pada 2018 dan dibintangi Jesse Eisenberg dan Salma Hayek, mengisahkan perusahaan yang berinvestasi menggunakan high frequency trading. Trading bot yang mampu mengolah data-data dan memperoses ribuan order pembelian dan order penjualan dalam hitungan milliseconds. Bukan dalam hitungan menit atau jam.
Bagi kebanyakan pembaca, cerita film tadi nampak semacam dongeng fiksi belaka, namun dunia investasi tidak akan pernah melupakan kejadian pada 6 Mei 2010 itu. Dunia investasi dikejutkan oleh kolapsnya beberapa indeks utama seperit di Dow Jones, S&P 500, dan Nasdaq.
Aksi The Flash boys, demikian sebutan Michael Lewis dalam bukunya Flash Boys: A Wall Street Revolt, kepada oknum perusahaan-perusahaan yang mengoperasikan high frequency trading. Kesalahan kecil pada sistem robot trading tersebut melahirkan ratusan ribu transaksi pembelian dan penjualan saham dalam hitungan menit, telah menyeret indeks-indeks tadi turun hingga puluhan persen.
Percepatan teknologi digital dan kemudahan akses teknologi informasi sudah memungkinkan robot trading berkembang menjadi sanggat canggih dan advance, terlebih dengan ditopang oleh kemampuan AI, machine learning, dan jaringan telekomunikasi yang kian mumpuni, serta kemampuan komputasi yang sudah jauh lebih canggih dibandingkan era 1980-an.