KOMPAS.com - Proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung terancam mangkrak karena biaya investasi yang membengkak. Pemerintah pun membuka peluang pendanaan kereta cepat diambil dari duit APBN dengan skema penyertaan modal negara (PMN) BUMN.
Padahal sebelumnya, pemerintah berikrar bahwa proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung tidak akan menggunakan uang rakyat seperser pun. Ini karena sesuai perjanjian awal, proyek tersebut murni mengguna skema business to business.
Seperti diketahui, proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung mengalami pembengkakan biaya dan gagal memenuhi target awal penyelesaiannya. Pada awalnya, proyek ini diperhitungkan membutuhkan biaya Rp 86,5 triliun.
Kini biaya proyek menjadi Rp 114,24 triliun alias membengkak Rp 27,09 triliun, dana sebesar itu tentu tak sedikit. Target penyelesaian pun molor dari tahun 2019 mundur ke tahun 2022.
Baca juga: Sederet Alasan Jonan Menolak Proyek Kereta Cepat Saat Jadi Menhub
Melonjaknya biaya investasi kereta cepat kerja sama Indonesia-China bahkan juga sudah jauh malampaui dana pembangunan untuk proyek yang sama yang ditawarkan Jepang melalui JICA, meski pihak Tokyo menawarkan bunga utang lebih rendah.
Dikutip dari Kontan, Senin (1/11/2021), Staf khusus Menteri BUMN Arya Mahendra Sinulingga mengatakan, problem pembangunan proyek tersebut karena adanya pandemi Covid-19.
Sehingga para pemegang saham kereta api cepat mengalami kendala. Pertama, PT Wijaya Karya (Persero) Tbk terganggu cash flow-nya karena pandemi Covid-19.
Kedua, lanjut Arya, PT Kereta Api Indonesia (KAI) (Persero) juga terganggu karena pandemi Covid-19. Sebab, KAI mengalami penurunan penumpang.
Sehingga membuat mereka tidak bisa menyetor dana sesuai dengan apa dipersiapkan ketika perencanaan tanpa memperhitungkan akan adanya pandemi Covid-19. Demikian juga dengan PT Jasa Marga (Persero) Tbk dan PT Perkebunan Nusantara VIII.
Baca juga: Ini 3 Alasan China Dipilih Jokowi Garap Kereta Cepat Jakarta-Bandung
“Jadi hal-hal inilah yang membuat kondisi mau tidak mau supaya kereta api cepat tetap dapat berjalan dengan baik, maka mau nggak mau kita harus minta pemerintah untuk ikut dalam memberikan pendanaan," ujar Arya.
"Dimana-mana di hampir semua negara itu pemerintah ikut campur juga dalam pendanaan kereta api cepat, di hampir semua negara,” kata Arya yang juga mantan Timses Jokowi di Pilpres 2014 dan Pilpres 2019 ini.
Arya menyebut, sejumlah penyebab anggaran proyek kereta api cepat Jakarta-Bandung meningkat. Yakni terkait perubahan desain yang lumrah terjadi karena kondisi geologis dan geografis yang berbeda dan berubah dari awalnya yang diperkirakan.
“Jangan dikatakan di perencanaannya sebelumnya bagaimana hitung-hitungannya. Hampir semua negara mengalami hal yang sama. Apalagi untuk yang pertama kali ya jadi pasti ada perubahan-perubahan,” terang Arya.
Baca juga: Rachmat Gobel Kritik Proyek Kereta Cepat karena Mengemis Duit APBN
Lalu, kenaikan harga tanah. Arya menyebut hal itu wajar terjadi di hampir semua pembangunan yang telah dilakukan dari sejak zaman dahulu.
“Jadi dua hal ini yang membuat anggaran jadi naik,” kata Arya.