Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kaleidoskop 2021: Ramai-ramai Menjadi Bank Digital

Kompas.com - 28/12/2021, 08:39 WIB
Rully R. Ramli,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Bank digital menjadi salah satu istilah yang paling sering diperbincangkan di industri jasa keuangan sepanjang tahun 2021.

Tahun 2021 mungkin bukan menjadi tahun di mana bank digital pertama kali muncul di Tanah Air. Namun, pada tahun ini lah bank digital mulai marak bermunculan di Indonesia.

Pada tahun ini, sejumlah bank mini memutuskan untuk bertransformasi dan mengklaim dirinya sebagai bank digital. Bank-bank ini berlomba-lomba meluncurkan aplikasi berisikan berbagai macam jasa keuangan.

Tidak mau kalah, beberapa bank besar juga memutuskan untuk berkecimpung dalam industri potensial tersebut, dengan mengubah model bisnis anak perusahaannya menjadi bank digital.

Baca juga: Penggunaan Bank Digital di Tangan Milenial

Definisi bank digital

Kehadiran bank digital sempat membuat sejumlah orang bingung. Banyak orang mempertanyakan, apa perbedaan bank digital dengan bank konvensional?

Tidak sedikit juga orang yang berpikir bank digital sama dengan layanan mobile banking, atau aplikasi layanan suatu bank yang terpasang di telepon pintar.

Secara umum, bank digital didefinisikan sebagai platform dari hulu ke hilir atau end-to-end platform layanan perbankan, yang dilayani secara digital. Dengan demikian, bank digital kerap dikaitkan dengan bank yang minim dengan kantor cabang, sebab back end-nya yang diakses melalui sistem digital.

Sementara itu, OJK melalui POJK No.12 tahun 2021 mendefinisikan bank digital sebagai Bank Berbadan Hukum Indonesia (BHI) yang menyediakan dan menjalankan kegiatan usaha yang utamanya melalui saluran elektronik tanpa kantor fisik selain kantor pusat (KP), atau dapat menggunakan kantor fisik yang terbatas.

Dengan demikian dapat diartikan juga, bank digital memiliki fungsi yang sama dengan bank konvensional, yakni sebagai lembaga intermediasi keuangan, hanya saja yang membedakan, bank digital tidak perlu memiliki kantor cabang dalam operasionalnya.

Kenapa bank digital menjamur pada tahun 2021?

Fenomena maraknya bank digital di Tanah Air tidak terlepas dari pesatnya digitalisasi industri keuangan, khususnya pada layanan perbankan. Sektor ini dinilai tengah mengalami transformasi secara pesat dalam kurun waktu 10 tahun terakhir.

Pada saat bersamaan, pola hidup masyarakat juga terus mengalami perubahan. Kini sebagian masyarakat telah terbiasa memanfaatkan teknologi untuk memenuhi kebutuhannya, tidak terkecuali yang berkaitan dengan layanan keuangan.

Apalagi, pandemi Covid-19 yang telah merebak sejak tahun 2020, telah menyadarkan banyak pihak atas pentingnya pemanfaatan teknologi dalam berbagai aktivitas sehari-hari.

Selain itu, jumlah ponsel yang dimiliki oleh warga Indonesia tercatat kian meningkat. Hal ini dibarengi dengan semakin luasnya jangkauan internet di banyak wilayah.

Artinya, masyarakat yang tadinya tidak terjangkau oleh kantor cabang perbankan, kini bisa mengakses layanan keuangan melalui ponselnya.

Di Indonesia sendiri, layanan keuangan secara daring atau non fisik kian digemari. Hal ini terlihat dari terus tumbuhnya transaksi secara digital di banyak perbankan.

Di sisi lain, transaksi perbankan secara fisik tercatat terus mengalami penyusutan. Pengurangan jumlah kantor cabang bank pun tidak terelakkan.

Daftar bank digital

Meskipun bank digital pertama di Indonesia telah hadir beberapa tahun lalu, tahun 2021 bisa disebut sebagai tahunnya bank digital. Banyak bank bertransformasi atau meluncurkan layanan bank digital.

Sejumlah bank mini konvensional tercatat telah resmi bertransformasi menjadi bank digital pada tahun ini, sebut saja Bank Jago yang sebelumnya bernama Bank Artos melalui aplikasi Jago ataupun Bank Neo Commerce yang sebelumnya bernama Bank Yudha Bhakti melalui aplikasi neobank.

Bukan hanya bank mini, persaingan bank digital saat ini juga telah diramaikan oleh bank raksasa. Aksi akuisisi ataupun transformasi langsung anak usaha dilakukan bank besar untuk dapat berkecimpung di industri bank digital.

BCA menjadi salah satu bank yang melakukan akuisisi bank kecil, dan merubahnya menjadi entitas baru bank digital. Melalui Bank Digital BCA, yang sebelumnya bernama Bank Royal Indonesia, BCA kini memiliki layanan bank digital bernama blu.

Sementara itu, BRI memutuskan untuk melakukan penetrasi bank digital melalui anak usahanya, BRI Agroniaga atau BRI Agro. Pada September lalu, BRI Agro resmi mengumumkan langkah transformasi menjadi bank digital, ditandai dengan perubahan nama perusahaan menjadi Bank Raya Indonesia.

Adapun daftar bank digital yang beroperasi di Indonesia sampai dengan akhir tahun 2021 adalah sebagai berikut:

  • Jenius - BTPN
  • Jago - Bank Jago
  • TMRW - Bank UOB
  • SeaBank - Bank SeaBank Indonesia
  • blu - BCA Digital
  • neobank - Bank Neo Commerce
  • digibank - Bank DBS Indonesia
  • Wokee+ - Bank Bukopin
  • Line Bank - Bank KEB Hana Indonesia
  • MotionBanking - MNC Bank
  • Bank Aladin
  • Bank Raya

Baca juga: Gubernur BI Proyeksi Transaksi Bank Digital Tembus Rp 48.000 Triliun pada 2022

Saham meroket

Masih besarnya potensi pertumbuhan bisnis, membuat bank digital digemari oleh investor. Hal ini terlihat dari lonjakan harga sejumlah bank digital sejak awal tahun 2021.

Meskipun sejumlah bank digital masih mencatatkan kerugian dalam laporan keuangannya, namun harga sahamnya terus melesat sejak awal tahun ini. Bahkan, harga emiten-emiten bank digital telah jauh melampaui nilai bukunya atau price to book value ratio (PBVR).

Jika bank-bank besar konvensional memiliki PBVR di kisaran 1,5 hingga 4,5, bank digital memiliki rata-rata PBVR dua digit, bahkan ada yang mendekati 30 kali PBV.

Berikut daftar emiten bank digital yang harganya melesat double digit sejak awal tahun 2021, hingga sesi perdagangan 27 Desember 2021.

- Bank Aladin (BANK) menguat 1.626,62 persen

- Bank Neo Commerce (BBYB) menguat 942,15 persen

- Bank Jago (ARTO) menguat 371,82 persen

- Bank Raya Indonesia (AGRO) menguat 94,47 persen

Faktor keamanan 

Ibarat pisau bermata dua, di balik sejumlah keuntungan yang ditawarkan, bank digital juga memiliki potensi risiko merugikan.

Keamanan menjadi aspek utama yang disoroti oleh banyak pihak terkait keberadaan bank digital. Dengan ragam kemudahan yang ditawarkan, potensi kejahatan siber yang merugikan nasabah bank digital sangat lah nyata.

Pasalnya, berbeda dengan bank konvensional yang menggunakan serangakain proses fisik dengan manusia, seperti registrasi, tanda tangan, sampai dengan cap basah, bank digital justru menghapuskan proses-proses itu, dan menggantikannya dengan teknologi.

OJK sempat menyatakan, potensi kejahatan siber yang terjadi di sektor perbankan mengalami peningkatan, seiring dengan percepatan adopsi teknologi informasi. Bahkan, selama pandemi Covid-19, satu dari empat serangan siber atau 25,3 persen disebut terjadi di sektor jasa keuangan.

Untuk mengatasi hal tersebut, bank pun berinisiatif menggelontorkan biaya investasi atau capital expenditure (capex) yang lebih besar untuk pengembangan teknologi informasi.

Selain itu, melalui serangkaian trial and error bank secara aktif melakukan penyesuaian terhadap fitur-fitur aplikasi atau platform perbankannya. Penerapan sistem keamanan berlapis hingga meminimalkan akses aplikasi diterapkan oleh bank dalam layanan digitalnya.

Bank juga rajin bekerjasama dengan perusahaan atau penyelenggara teknologi informasi terkemuka, untuk memperkuat layanan teknologinya. Kolaborasi dilakukan dengan berbagai jenis perusahaan, mulai dari perusahaan infrastruktur teknologi hingga penyedia layanan cloud system.

Pada saat bersamaan, bank dan para pihak terkait secara berkelanjutan melakukan edukasi kepada masyarakat, terkait kejahatan siber. Ini terus dilakukan, sebab kesalahan nasabah menjadi salah satu penyebab utama terjadinya kejahatan siber.

Sebuah hasil studi yang dilakukan oleh bank swasta dalam negeri menunujukan, sebagian besar masyarakat masih belum mengetahui modus kejahatan siber rekayasa sosial. Hal ini menjadi bukti nyata pentingnya edukasi kepada masyarakat terkait keamanan data pribadi.

Baca juga: Ingat, Bunga Bank Digital Memang Tinggi, tapi Tak Semua Simpanan Nasabah Dijamin LPS...

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com