JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia bisa mengalami kerugian sampai Rp 544 triliun pada 2024 akibat perubahan iklim.
Direktur Lingkungan Hidup Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas Medrilzam mengatakan, proyeksi perubahan iklim di Indonesia bisa dikatakan agak kurang baik karena perubahan global akan berimplikasi ke Indonesia.
Baca juga: BCA dan Bank Permata Masih Minati Pembiayaan Batu Bara, di Tengah Isu Perubahan Iklim
Contohnya, peningkatan suhu bumi dapat menyebabkan gelombang tinggi yang menyebabkan masyarakat pesisir pantai rentan bencana.
Peningkatan suhu bumi juga menyebabkan cuaca ekstrem, seperti hujan intensitas tinggi yang menyebabkan banjir dan longsor, hingga kekeringan yang menyebabkan kebakaran hutan.
"Ini tentu berdampak pada produktivitas sektor terkait seperti pertanian, produksi padi akan menurun, dan lainnya," kata Medrilzam dalam webinar "Transisi Ekonomi Hijau", Kamis (6/1/2022), seperti dikutip dari Antaranews.com.
Baca juga: Wamenkeu: Ternyata, Anggaran Mitigasi Perubahan Iklim Bukan Angka Main-main
Menurut Bappenas, dampak perubahan iklim bagi sektor pertanian berpotensi menimbulkan kerugian hingga Rp 78 triliun pada 2024.
Dampak perubahan iklim bagi sektor kelautan di pesisir pantai mencapai Rp 408 triliun pada 2024, terutama akibat badai La Nina yang berdampak tinggi lima tahun terakhir.
Baca juga: Investasi Hijau Ciptakan 4,4 Juta Lapangan Kerja Baru di Indonesia pada 2030
Dampak perubahan iklim di sektor perairan, Indonesia bisa rugi Rp 24 triliun pada 2024.
Dampak perubahan iklim di sektor kesehatan, Indonesia bisa rugi Rp 31 triliun di 2024.
"Catatan BNPB, hampir 99 persen bencana di 2020 terkait hidrometeorologi (faktor alam). Bencana lain seperti tektonik, vulkanik, itu kecil," lanjutnya.
Baca juga: Jika Tak Terapkan Ekonomi Hijau, Indonesia Sulit Jadi Negara Maju 2045
Sebelumnya, medrilzam mengatakan jika Indonesia sulit mencapai target sebagai negara maju 2045 seperti dicanangkan Presiden Joko Widodo jika tidak menerapkan ekonomi hijau.
Ekonomi hijau menjadi model pembangunan yang dapat mencegah perubahan iklim lebih lanjut agar lingkungan tidak rusak dan tidak merugikan Indonesia.
"Kalau kita masih melakukan business as usual (tidak berubah) ini akan meningkatkan emisi kita, walaupun intensitas emisi gas rumah kaca kita menurun, tapi kelihatannya proyeksi emisi kita akan banyak didominasi oleh sektor energi dan ini perlu disikapi dengan baik," kata Medrizal, seperti dikutip dari Antaranes.com, Kamis.
Ia menambahkan, jika tak menerapkan ekonomi hijau, maka pendapatan per kapita Indonesia tak akan mencapai target 12.000 dollar AS-13.000 dollar AS. Hal itu membuat Indonesia tak lepas dari perangkap negara berpendapatan menengah (middle income trap).
Disamping itu, pola pertumbuhan ekonomi 5 persen per tahun pun tak akan mendorong pendapatan per kapita Indonesia.
Menurut medrizal, Indonesia harus ambisius mengejar pertumbuhan 6 persen per tahun melalui ekonomi hijau dan rendah karbon.
Dengan ekonomi hijau, penciptaan lapangan kerja dan investasi hijau baru bisa didorong.
"Isu perubahan iklim jangan hanya dianggap isu lingkungan. Saya mengajak semua pihak, bahwa isu ini juga terkait dengan bagaimana kita melakukan pembangunan dan investasi," katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.