Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Produsen Beberkan Penyebab Kelangkaan Minyak Goreng di Negeri Kaya Sawit

Kompas.com - 11/02/2022, 08:43 WIB
Muhammad Idris

Penulis

Sumber Antara

KOMPAS.com - Wakil Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Toga Sitanggang menyebutkan bahwa kelangkaan minyak goreng di pasaran dan minimnya ketersediaan diakibatkan adanya perubahan kebijakan yang cepat.

Perubahan kebijakan dari pemerintah membuat pelaku industri dari hulu ke hilir butuh waktu untuk merespons.

"Kami bisa melihat bahwa sebenarnya tidak ada kelangkaan bahan baku. Sebab. Dari total produksi konsumsi dalam CPO negeri baru mencapai 36 persen," kata Toga dilansir dari Antara, Jumat (11/2/2022).

Ia menegaskan, bahwa tuduhan pemilik komoditas CPO menjadikan pasokan minyak goreng minim karena lebih suka untuk ekspor tidak benar.

Baca juga: Ada Dugaan Kongkalikong Kartel Minyak Goreng, Ini Jawaban Pemerintah

Sebab, menurut data yang ditunjukkan, ekspor CPO tahun 2021 bahkan menurun, dengan total ekspor mencapai 33 juta ton. Padahal, ekspor CPO pada 2020 mencapai 34 juta ton.

Sedangkan untuk kembali menormalkan arus komoditas, produsen harus berkoordinasi dengan distributor lalu lanjut ke tahap peritel lalu kembali lagi. Sehingga waktu yang dibutuhkan cukup lama sekitar satu minggu.

Meski demikian, dia meminta agar masyarakat tenang, karena faktor terbesar dalam kelangkaan sebenarnya oknum penimbun serta masyarakat yang akhirnya panik.

"Kami yakin bahwa masalah ini bakal segera diselesaikan selama kebijakan dan distribusi bisa diselaraskan. Dari perusahaan saya sendiri sudah memasok kok. Cuma saya tidak bisa bicara mengenai perusahaan lainnya," katanya.

Baca juga: Sederet Kecurigaan KPPU soal Kartel Persekongkolan Harga Minyak Goreng

Dalih pemerintah

Sementara itu di kesempatan terpisah, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag), Oke Nurwan mengatakan, harga minyak goreng dalam proses stabilisasi dengan penerapan kebijakan baru yakni domestic mandatory obligation (DMO) dan domestic price obligation (DPO).

Sejumlah warga antre membeli minyak goreng saat digelar operasi pasar di halaman Kantor Kecamatan Ciruas, Serang, Banten, Senin (17/1/2022). Operasi Pasar yang digelar Perum Bulog bekerja sama dengan Kantor Dinas Perdagangan setempat bertujuan untuk menekan lonjakan harga minyak goreng di pasaran. ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman/wsj.ASEP FATHULRAHMAN Sejumlah warga antre membeli minyak goreng saat digelar operasi pasar di halaman Kantor Kecamatan Ciruas, Serang, Banten, Senin (17/1/2022). Operasi Pasar yang digelar Perum Bulog bekerja sama dengan Kantor Dinas Perdagangan setempat bertujuan untuk menekan lonjakan harga minyak goreng di pasaran. ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman/wsj.

Oke mengatakan dengan kebijakan tersebut akan memutus keterkaitan antara harga minyak goreng dan harga CPO internasional.

"Kebijakan yang terakhir dari pemerintah adalah kita pastikan harga minyak goreng putus dari ketergantungan harga CPO internasional. Sehingga sekarang kebijakan DMO dan DPO itu maka harga minyak goreng diputus dari ketergantungan harga CPO internasional," kata Oke.

Dia menjelaskan selama ini produsen minyak goreng dalam negeri membeli CPO sebagai bahan baku minyak nabati dengan harga global. Oke menyebut saat ini masih sangat sedikit produsen minyak goreng yang terintegrasi langsung atau memiliki lahan kebun kelapa sawitnya sendiri.

Baca juga: Gara-gara Disubsidi Pemerintah, Minyak Goreng Kini Hilang dari Rak Minimarket

Dikarenakan harga minyak nabati dunia yang terus melonjak sejak tahun lalu, turut berpengaruh pada kenaikan harga minyak sawit sebagai bahan baku minyak goreng.

Pemerintah sebelumnya menerapkan kebijakan harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng di dalam negeri sebesar Rp 14.000 per liter.

Menurut Oke, kebijakan tersebut membuat para produsen CPO mengekspor hasil kebunnya ke luar negeri lantaran harga CPO global yang sedang tinggi ketimbang menjualnya sebagai minyak goreng dalam negeri yang harganya dibatasi.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com