Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Program PPS Sudah Raup Rp 3,1 Triliun, Ada Sanksi bagi yang Tak Ikut

Kompas.com - 15/03/2022, 11:39 WIB
Fika Nurul Ulya,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Besaran pajak penghasilan (PPh) final yang diterima negara dari Program Pengungkapan Sukarela (PPS) atau tax amnesty jilid II terus bertambah hingga 14 Maret 2022, sejak berlangsung 1 Januari 2022.

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mencatat, negara sudah meraup PPh final Rp 3,19 triliun per 14 Maret 2022. Jumlah ini meningkat dari Rp 2,2 triliun di awal Maret 2022.

Namun, jumlah PPh tersebut masih jauh dari realisasi tax amnesty tahun 2016 lalu. DJP mengungkap dalam tax amnesty beberapa tahun lalu, uang tebusan mencapai sekitar Rp 103 triliun.

Baca juga: Segera Lapor Harta, Sri Mulyani Ingatkan PPS Sisa 5 Bulan

"PPS adalah pemberian kesempatan kepada Wajib Pajak untuk melaporkan kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi secara sukarela melalui pembayaran PPh berdasarkan pengungkapan harta," sebut DJP dalam laman resminya, Selasa (15/3/2022).

Tingginya PPh final yang diterima negara terjadi seiring dengan bertambahnya pelaporan harta. Tercatat, jumlah harta yang diungkap tembus Rp Rp 30,73 triliun, bertambah dari Rp 21,44 triliun pada awal Maret lalu

Harta itu diungkap oleh 23.031 wajib pajak dengan 25.970 surat keterangan.

Lebih rinci, deklarasi harta dalam negeri dan repatriasi oleh wajib pajak mencapai Rp 26,85 triliun. Sementara itu, deklarasi harta luar negeri mencapai Rp 2 triliun.

Adapun harta yang diinvestasikan ke dalam Surat Berharga Negara (SBN) mencapai Rp 1,8 triliun.

Ada sanksi jika tak ikut

Wajib pajak (WP) yang belum melaporkan harta hingga tahun pajak 2020 harus mengikuti program ini. Pasalnya, ada sanksi/denda yang menanti jika tidak mengikuti PPS.

Adapun program PPS dilaksanakan selama 6 bulan hingga akhir Juni 2022. Besaran sanksi berada di rentang 200-300 persen. Sanksi 300 persen diberikan untuk menghentikan penyidikan tindak pidana.

Sementara itu, denda sebesar 200 persen bakal dijatuhkan ketika Kementerian Keuangan menemukan harta wajib pajak yang tidak atau belum dilaporkan dalam Surat Pernyataan Harta (SPH) usai mengikuti PPS.

Atas tambahan harta itu, maka dikenai pajak penghasilan (PPh) sesuai dengan Pasal 4 PP 36/2017. Tarif PPh yang harus dibayar wajib pajak badan sebesar 25 persen, wajib pajak orang pribadi sebesar 30 persen, dan wajib pajak tertentu sebesar 12,5 persen.

Rumusan sanksinya adalah tarif PP 36/2017 x nilai harta baru + sanksi UU TA 200 persen.

Baca juga: Tak Ikut Tax Amnesty Jilid II, Siap-siap Kena Denda 300 Persen

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati juga mewanti-wanti bagi wajib pajak yang tidak mengikuti tax amnesty. Dia bilang, wajib pajak diberi waktu sampai Juni 2022 untuk patuh.

Lagi pula, tarif PPS yang paling besar hanya 18 persen, lebih murah dibanding dengan tarif sanksi yang mencapai 200-300 persen. Tarif 18 persen dibebankan untuk pengungkapan harta di luar negeri yang berasal dari penghasilan tahun 2016-2020, lalu harta tersebut tidak direpatriasi ke dalam negeri.

Begitu pun lebih murah dibanding tarif Pajak Penghasilan (PPh) final yang terdiri dari 5 lapisan dengan rentang 5 persen - 35 persen untuk pendapatan di atas Rp 500 miliar.

"Jadi jangan dilihat kok 18 persen tinggi, karena normal rate-nya di 30 persen atau kalau di atas Rp 5 miliar 35 persen. Kalau ini kesengajaan maka Anda berpotensi bisa kena denda sesuai dengan UU KUP yaitu bisa 200 atau sekarang jadi 300 persen," tandas Sri Mulyani.

Baca juga: Dua Bulan Berlangsung, Negara Terima Rp 1,95 Triliun dari PPS

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pelita Air Buka Rute Langsung Jakarta-Kendari, Simak Jadwalnya

Pelita Air Buka Rute Langsung Jakarta-Kendari, Simak Jadwalnya

Whats New
Bank Ina Ditunjuk sebagai Bank Persepsi

Bank Ina Ditunjuk sebagai Bank Persepsi

Whats New
BI Rate Naik, Perbankan Antisipasi Lonjakan Suku Bunga Kredit

BI Rate Naik, Perbankan Antisipasi Lonjakan Suku Bunga Kredit

Whats New
Menhub Tawarkan 6 Proyek TOD di Sekitar Stasiun MRT ke Investor Jepang

Menhub Tawarkan 6 Proyek TOD di Sekitar Stasiun MRT ke Investor Jepang

Whats New
Terbebani Utang Kereta Cepat, KAI Minta Keringanan ke Pemerintah

Terbebani Utang Kereta Cepat, KAI Minta Keringanan ke Pemerintah

Whats New
ByteDance Ogah Jual TikTok ke AS, Pilih Tutup Aplikasi

ByteDance Ogah Jual TikTok ke AS, Pilih Tutup Aplikasi

Whats New
KKP Tangkap Kapal Malaysia yang Curi Ikan di Selat Malaka

KKP Tangkap Kapal Malaysia yang Curi Ikan di Selat Malaka

Whats New
Soal Denda Sepatu Rp 24,7 Juta, Dirjen Bea Cukai: Sudah Sesuai Ketentuan...

Soal Denda Sepatu Rp 24,7 Juta, Dirjen Bea Cukai: Sudah Sesuai Ketentuan...

Whats New
Permintaan 'Seafood' Global Tinggi jadi Peluang Aruna Perkuat Bisnis

Permintaan "Seafood" Global Tinggi jadi Peluang Aruna Perkuat Bisnis

Whats New
BFI Finance Cetak Laba Bersih Rp 361,4 Miliar pada Kuartal I-2024

BFI Finance Cetak Laba Bersih Rp 361,4 Miliar pada Kuartal I-2024

Whats New
Blue Bird Luncurkan Layanan Taksi untuk Difabel dan Lansia, Ada Fitur Kursi Khusus

Blue Bird Luncurkan Layanan Taksi untuk Difabel dan Lansia, Ada Fitur Kursi Khusus

Whats New
Melihat Peluang Industri Digital Dibalik Kolaborasi TikTok Shop dan Tokopedia

Melihat Peluang Industri Digital Dibalik Kolaborasi TikTok Shop dan Tokopedia

Whats New
Walau Kas Negara Masih Surplus, Pemerintah Sudah Tarik Utang Baru Rp 104,7 Triliun Buat Pembiayaan

Walau Kas Negara Masih Surplus, Pemerintah Sudah Tarik Utang Baru Rp 104,7 Triliun Buat Pembiayaan

Whats New
Persaingan Usaha Pelik, Pakar Hukum Sebut Program Penyuluh Kemitraan Solusi yang Tepat

Persaingan Usaha Pelik, Pakar Hukum Sebut Program Penyuluh Kemitraan Solusi yang Tepat

Whats New
Bulog: Imbas Rupiah Melemah, Biaya Impor Beras dan Jagung Naik

Bulog: Imbas Rupiah Melemah, Biaya Impor Beras dan Jagung Naik

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com