Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Medio by KG Media
Siniar KG Media

Saat ini, aktivitas mendengarkan siniar (podcast) menjadi aktivitas ke-4 terfavorit dengan dominasi pendengar usia 18-35 tahun. Topik spesifik serta kontrol waktu dan tempat di tangan pendengar, memungkinkan pendengar untuk melakukan beberapa aktivitas sekaligus, menjadi nilai tambah dibanding medium lain.

Medio yang merupakan jaringan KG Media, hadir memberikan nilai tambah bagi ranah edukasi melalui konten audio yang berkualitas, yang dapat didengarkan kapan pun dan di mana pun. Kami akan membahas lebih mendalam setiap episode dari channel siniar yang belum terbahas pada episode tersebut.

Info dan kolaborasi: podcast@kgmedia.id

Bijak Sebelum Membeli NFT, Tak Semua Orang Seberuntung Ghozali Everyday

Kompas.com - 27/03/2022, 08:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: Fauzi Ramadhan dan Brigitta Valencia Bellion

KOMPAS.com - Pada bulan Januari lalu, jagat dunia maya dihebohkan oleh kemunculan Ghozali, seorang pemuda yang menjual swafoto dirinya sebagai Non-Fungible Token (NFT) di situs OpenSea.

Lelaki yang konsisten mengunggah swafotonya di situs tersebut sejak 2017 ini dikabarkan telah meraup keuntungan dari NFT sebesar Rp1,5 miliar.

Keuntungan yang didapatkan Ghozali lantas menginspirasi banyak orang untuk melakukan hal yang serupa dengannya. Tak butuh waktu lama, situs OpenSea kemudian dibanjiri oleh foto-foto orang Indonesia yang dijual sebagai NFT.

Fenomena ini lalu disebut sebagai Ghozali Effect.

Nago Tejena, seorang psikolog klinis yang juga mengoleksi NFT, turut berkomentar mengenai fenomena ini melalui siniar (podcast) OBSESIF episode “What’s Going on With NFT and Digital Society?”.

Selain berkomentar, ia juga membagikan pengalamannya ketika mengenal NFT pertama kali dan tergabung dalam masyarakat dunia aset digital tersebut.

Sebagai psikolog klinis, kehidupan Nago sehari-hari diisi oleh pertemuan-pertemuan bersama klien. Namun, hal itu tidak membuatnya tutup mata dengan pentingnya literasi finansial.

Ia lantas mempelajari instrumen-instrumen investasi, seperti reksadana dan saham. Akan tetapi, ia merasa tidak bersemangat untuk mempelajari instrumen investasi tersebut.

Nago kemudian terus belajar hingga pada akhirnya berkenalan dan tertarik dengan dunia NFT. “Aku merasa cukup relate dengan komunitasnya,” katanya.

Terlebih, ketika seseorang sudah memiliki aset NFT, ia akan merasa teridentifikasi sebagai suatu kelompok NFT. “Jadi ada perasaan in-group di sana, perasaan melakukan sesuatu bareng, investasi bareng, dan melakukan kegiatan bareng,” ujarnya.

Selain itu, menurutnya, akibat dari sifat NFT yang langka, eksklusif, dan terbukti kepemilikannya, hal itu membuat seseorang lebih merasa berada dalam kelompok serupa.

Baca juga: NFT Lagi Heboh, Bagaimana Kewajiban Perpajakannya?

Beranjak dari hal tersebut, Nago kemudian merespons fenomena Ghozali Effect yang membuat banyak orang beranggapan bahwa NFT merupakan suatu ladang untuk mendapatkan uang dengan mudah.

Oleh karena itu, tak heran jika banyak orang mencoba peruntungan yang sama. “Semua orang jadi pengen tahu,” ujar Nago.

Euforia aset digital ini ternyata juga muncul di teman-teman Nago sendiri. “Setiap hari mereka grinding di Twitter dan Discord, sampai ngelupain pekerjaan mereka di dunia nyata,” ungkapnya.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com