"Masyarakat kini mulai merasakan dampaknya dari kenaikan inflasi, kenaikan energi, kenaikan harga bahan pangan. Soal Pertamax, menteri juga tidak memberikan penjelasan apa-apa mengenai ini. Kenapa Pertamax bisa naik? Harusnya ada empati, ini enggak ada, harusnya juga memiliki sense of crisis yang tinggi," kata Jokowi.
Lalu, apa saja sederet fakta di balik kenaikan harga BBM di tanah air?
Baca juga: Pas Harga Minyak Dunia Anjlok, Harga Pertamax Kok Tidak Ikut Turun?
1. Subsidi pemerintah
Sebelumnya, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir mengatakan, meskipun ada kenaikan pada BBM jenis Pertamax, namun pemerintah memutuskan untuk memberikan subsidi BBM jenis Pertalite.
"Pemerintah sudah memutuskan ya Pertalite dijadikan subsidi, Pertamax tidak. Jadi kalau Pertamax naik, mohon maaf ya," kata Erick beberapa waktu lalu.
Masih terkait dengan subsidi, Menteri Keuangan, Sri Mulyani mengatakan, realisasi subsidi BBM, elpiji dan listrik akan lebih besar di tahun 2022 dibandingkan tahun 2021. Hal ini karena adanya peningkatan aktivitas masyarakat yang mendorong naiknya volume BBM dan elpiji.
“Tahun 2022, ada lonjakan (subsidi) Rp 11,48 triliun, ini subsidi reguler kita dan juga masih ada sisa pembayaran subsidi untuk tahun 2021 sebesar Rp 10,17 triliun," kata Sri Mulyani.
Di Malaysia, tidak berbeda dengan Indonesia dimana, pemerintah Malaysia juga memberikan subsidi pada produk BBM-nya. Namun bedanya, Indonesia memberikan subsidi pada produk BBM dengan kualitas lebih rendah seperti Solar subsidi dan memberikan kompensasi pada bensin dengan nilai oktan (RON) 88 alias Premium.
Sedangkan Malaysia, langsung memberikan subsidi pada produk bensin dengan kualitas dan nilai oktan lebih tinggi, yakni RON 95, yang secara kualitas oktannya berada di atas Petamax yang memiliki RON 92.
Menteri Keuangan Malaysia Tengku Zafrul Aziz mengatakan, pemerintah Malaysia menghabiskan 2 miliar ringgit untuk menyubsidi bensin dan diesel pada Januari lalu. Nilai subsidi ini meningkat hampir sepuluh kali lipat dibandingkan bulan yang sama pada tahun lalu. Sementara sepanjang tahun 2021, Malaysia menghabiskan 11 miliar ringgit untuk subsidi BBM.
“Dengan skema subsidi negara untuk BBM, masyarakat rentan bisa terbantu dan bisa memacu pertumbuhan ekonomi lebih tinggi. Jadi kenaikan subsidi perlu diimbangi dengan tambahan pendapatan," kata Tengku Zafrul Aziz.
2. Pendapatan
Masalah pendapatan atau gaji pekerja, Malaysia memiliki GDP per kapita yang jauh lebih tinggi daripada Indonesia. GDP per kapita Indonesia adalah sebesar 3.869 dollar AS atau setara dengan Rp 55,57 juta. Sementara GDP per kapita Malaysia tiga kali lipatnya, yakni 10.401 dollar AS atau setara Rp 149,40 juta.
Mengutip The Malaysian Reserve, Malaysia berada di peringkat kelima dalam hal rasio harga bensin paling terjangkau dengan gaji rata-rata setelah mengesampingkan negara-negara Timur Tengah. Di mana satu orang warga Malaysia dapat membeli 1.707 liter bensin dengan satu kali gaji sebulan.
Selandia Baru berada di peringkat keempat dengan 1.852 liter, sedangkan Korea Selatan di peringkat ketiga dengan 1.908 liter. Di tempat kedua adalah Jepang dengan 2.006 liter. Australia menduduki puncak daftar, di mana satu gaji dapat membeli 3.783 liter bensin.