Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sri Lanka Gagal Bayar Utang, Indonesia Masih Aman Bu Sri Mulyani?

Kompas.com - 14/04/2022, 11:12 WIB
Muhammad Idris

Penulis

KOMPAS.com - Ekonomi Sri Lanka sedang hancur-hancurnya. Cadangan devisanya banyak tersedot untuk membayar kewajiban cicilan utang. Bahkan terbaru, pemerintahannya baru saja mengumumkan gagal bayar utang luar negeri alias default.

Utang luar negeri Sri Lanka mencapai 51 miliar dollar AS atau jika dirupiahkan setara dengan Rp 731 triliun (kurs Rp 14.351). Ini belum termasuk pembayaran utang domestik yang diterbitkan pemerintah.

Pengumuman kegagalan membayar utang alias default ini diakibatkan krisis ekonomi terburuk dalam 70 tahun terakhir. Para pejabat Sri Lanka menyebutkan, pandemi Covid-19 dan perang Rusia-Ukraina membuat ekonomi negara itu semakin sempoyongan.

Lalu bagaimana dengan kondisi utang pemerintah Indonesia?

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan akan terus menjaga penerbitan utang Indonesia agar tidak terjadi gagal bayar utang luar negeri seperti Sri Lanka.

Baca juga: Sri Lanka, Negara Bangkrut akibat Jeratan Utang

Sebelum menarik utang dengan menerbitkan obligasi pemerintah, dia akan melakukan penyesuaian (adjustment) dari sisi tenor, waktu penerbitan, dan komposisi mata uang.

Meski APBN harus bekerja sebagai penambal guncangan (shock absorber), dia ingin APBN tetap sehat agar selalu siap siaga di masa yang akan datang. Untuk itu, konsolidasi fiskal ke arah 3 persen pada tahun 2023 harus tetap dijalankan.

"Mengenai kondisi utang di Indonesia, kita tetap menjaga konsolidasi APBN," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) dikutip pada Kamis (14/4/2022).

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini menuturkan, pihaknya memanfaatkan Saldo Anggaran Lebih (SAL) dan kerja sama burden sharing dengan Bank Indonesia (BI) yang masih berlangsung sepanjang tahun 2022.

Baca juga: Rekor Baru, Utang Pemerintah Jokowi Kini Tembus Rp 7.000 Triliun

Berkat optimalisasi sumber tersebut, dia bilang, penerbitan utang sudah menyusut hingga sekitar Rp 100 triliun per Maret 2022. Adapun per Februari 2022, penarikan utang sudah turun 66,1 persen.

Realisasi pembiayaan melalui penerbitan utang di bulan itu sebesar Rp 92,9 triliun atau 9,5 persen dari target APBN Rp 973,6 triliun. Pembiayaan menyusut dari Rp 273,8 triliun di Februari tahun 2021. Tak heran bila dia menyebutkan bahwa rasio utang RI relatif lebih kecil dibanding negara lain.

"Untuk menjaga dari kesehatan APBN, rasio utang (Indonesia) termasuk relatif rendah di ukur dari negara ASEAN, G20, dan seluruh dunia," ucap dia.

Lebih lanjut, dia menyatakan akan menjaga porsi penarikan utang sepanjang tahun 2022 mengingat adanya tekanan global yang akan berkonsekuensi kepada kondisi APBN, baik perang di Ukraina maupun normalisasi kebijakan The Fed.

Baca juga: Lonjakan Utang Pemerintah, Sebelum dan Setelah Jokowi Jadi Presiden RI

"Ini tetap kita jaga secara sangat hati-hati dan secara prudent. Kami lihat tekanan seluruh dunia ke negara-negara akan meningkat, seperti salah satu negara yaitu Sri Lanka, kami akan liat sisi bagaimana menjaga (porsi utang)," tandas Sri Mulyani.

Krisis di Sri Lanka

Sebagaimana diketahui, Sri Lanka tengah mengalami krisis ekonomi. Negara Asia Selatan ini telah lama dilanda protes massal karena rakyatnya menderita kekurangan pangan, pengangguran, melonjaknya harga, dan pemadaman listrik.

Dikutip dari BBC, negara itu kini tengah bernegosiasi dengan Dana Moneter Internasional (IMF) untuk program pinjaman baru agar negara itu bisa keluar dari krisis.

Pemerintah Sri Lanka mengeklaim, sejak merdeka dari Inggris tahun 1948, negara itu tak pernah sekali pun gagal membayar utang. Namun, sederet krisis beberapa tahun terakhir membuat pemerintah akhirnya menyatakan tak sanggup lagi membayar utangnya.

Sri Lanka tengah menghadapi krisis ekonomi yang belum pernah terjadi sebelumnya. Cadangan devisanya turun menjadi sekitar 1,6 miliar dollar AS atau hanya sekitar Rp 22,8 triliun per akhir November. Jumlah cadev ini hanya cukup untuk membayar impor selama beberapa minggu.

Baca juga: Lapindo Tak Kunjung Bayar Utang, Pemerintah Siap Sita Asetnya

Sri Lanka seharusnya membayar cicilan sebesar 78 juta dollar AS utang luar negeri yang jatuh tempo pada pekan depan. Di sisi lain, Sri Lanka memiliki kewajiban sekitar 4 miliar dollar AS dalam pembayaran utang luar negeri yang jatuh tempo tahun ini.

Lantaran harus mencicil utang luar negeri, pemerintah Sri Lanka terpaksa harus membatasi impor komoditas penting, termasuk pangan. Hal ini justru memicu kelangkaan dan membuat harga pangan dan energi melonjak drastis.

Biaya hidup otomatis meningkat karena lonjakan harga-harga barang. Sementara krisis energi berimbas pada mandeknya beberapa pembangkit listrik dan transportasi publik berhenti karena kekurangan BBM.

Saat ekonomi masih belum bisa bangkit akibat dihajar efek pandemi Covid-19, Sri Lanka semakin babak belur dengan meroketnya harga minyak dunia pasca-serangan militer Rusia ke Ukraina.

Baca juga: Pembayaran Bunga Utang Pemerintah di 2022 Diprediksi Meningkat

Ibarat sudah jatuh tertimpa tangga beberapa kali, Sri Lanka harus merasakan kehancuran ekonomi yang lebih parah lagi akibat nilai mata uangnya yang semakin merosot.

Utang China

Selain itu, utang ke China pun menumpuk hingga melampaui 5 miliar dollar AS untuk mendanai berbagai pembangunan berbagai proyek infrastruktur, termasuk jalan, bandara, dan pelabuhan.

Negara itu telah menerima miliaran dollar pinjaman lunak dari China, tetapi negara kepulauan itu telah dilanda krisis valuta asing yang menurut beberapa analis telah mendorongnya ke ambang default atau gagal bayar.

Sri Lanka adalah bagian penting dari Belt and Road Initiative yang diinisiasi China, sebuah rencana jangka panjang untuk mendanai dan membangun infrastruktur yang menghubungkan China dengan seluruh dunia.

Namun, beberapa negara, termasuk AS, telah menyebut proyek itu sebagai "jebakan utang" untuk negara-negara yang lebih kecil dan lebih miskin. Akan tetapi, Beijing selalu menolak tuduhan itu mengingat Barat juga memberikan utang cukup besar ke Sri Lanka.

Baca juga: Membandingkan Utang Pemerintah Era SBY dan Jokowi, Mana Paling Besar?

China adalah pemberi pinjaman terbesar keempat Sri Lanka setelah pasar keuangan global, Bank Pembangunan Asia, dan Jepang.

Sri Lanka Melobi China

Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa telah meminta China untuk merestrukturisasi pembayaran utangnya sebagai bagian dari upaya untuk membantu negara Asia Selatan itu mengatasi situasi keuangannya yang memburuk.

Gotabaya Rajapaksa mengajukan permintaan tersebut dalam pertemuan dengan Menteri Luar Negeri China Wang Yi beberapa waktu lalu.

"Presiden menekankan bahwa restrukturisasi utang merupakan solusi atas krisis ekonomi yang terjadi akibat pandemi Covid-19," kata Kantor Kepresidenan.

Pernyataan itu juga mengatakan, China diminta untuk memberikan persyaratan "konsesi" untuk ekspornya ke Sri Lanka, yang berjumlah sekitar 3,5 miliar dollar AS tahun lalu, tanpa memberikan perincian lebih lanjut.

Rajapaksa juga menawarkan untuk mengizinkan turis China kembali ke Sri Lanka asalkan mereka mematuhi peraturan yang ketat mengenai virus corona.

Sebelum pandemi, turis dari China adalah salah satu sumber utama pariwisata Sri Lanka. Dalam beberapa bulan terakhir, Sri Lanka telah mengalami krisis utang dan valuta asing yang parah, yang diperburuk oleh hilangnya pendapatan dari turis selama pandemi.

Baca juga: Ekonomi Hancur, Sri Lanka Umumkan Gagal Bayar Utang Luar Negeri

(Penulis: Fika Nurul Ulya | Editor: Akhdi Martin Pertama)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Syarat Ganti Kartu ATM Mandiri di CS Machine dan Caranya

Syarat Ganti Kartu ATM Mandiri di CS Machine dan Caranya

Whats New
Status Internasional Bandara Supadio Dihapus, Pengamat: Hanya Jadi 'Feeder' bagi Malaysia dan Singapura

Status Internasional Bandara Supadio Dihapus, Pengamat: Hanya Jadi "Feeder" bagi Malaysia dan Singapura

Whats New
Naik 36 Persen, Laba Bersih Adaro Minerals Capai Rp 1,88 Triliun Sepanjang Kuartal I-2024

Naik 36 Persen, Laba Bersih Adaro Minerals Capai Rp 1,88 Triliun Sepanjang Kuartal I-2024

Whats New
Jokowi Tambah Alokasi Pupuk Subsidi Jadi 9,55 Juta Ton di 2024

Jokowi Tambah Alokasi Pupuk Subsidi Jadi 9,55 Juta Ton di 2024

Whats New
Dampak Erupsi Gunung Ruang, 5 Bandara Masih Ditutup Sementara

Dampak Erupsi Gunung Ruang, 5 Bandara Masih Ditutup Sementara

Whats New
Kadin Gandeng Inggris, Dukung Bisnis Hutan Regeneratif

Kadin Gandeng Inggris, Dukung Bisnis Hutan Regeneratif

Whats New
Harita Nickel Catat Kenaikan Pendapatan 26 Persen pada  Kuartal I 2024

Harita Nickel Catat Kenaikan Pendapatan 26 Persen pada Kuartal I 2024

Whats New
Bappenas Buka Lowongan Kerja hingga 5 Mei 2024, Simak Persyaratannya

Bappenas Buka Lowongan Kerja hingga 5 Mei 2024, Simak Persyaratannya

Work Smart
Wujudkan Visi Indonesia Emas 2045, Kemenko Perekonomian Berupaya Percepat Keanggotaan RI dalam OECD

Wujudkan Visi Indonesia Emas 2045, Kemenko Perekonomian Berupaya Percepat Keanggotaan RI dalam OECD

Whats New
Indonesia dan Arab Saudi Sepakat Menambah Rute Penerbangan Baru

Indonesia dan Arab Saudi Sepakat Menambah Rute Penerbangan Baru

Whats New
BJBR Bukukan Laba Rp 453 Miliar pada Kuartal I 2024

BJBR Bukukan Laba Rp 453 Miliar pada Kuartal I 2024

Whats New
Microsoft Investasi Rp 27,6 Triliun di RI, Luhut: Tidak Akan Menyesal

Microsoft Investasi Rp 27,6 Triliun di RI, Luhut: Tidak Akan Menyesal

Whats New
May Day 2024, Pengemudi Ojek Online Tuntut Status Jadi Pekerja Tetap

May Day 2024, Pengemudi Ojek Online Tuntut Status Jadi Pekerja Tetap

Whats New
BTN Imbau Masyarakat Tak Tergiur Penawaran Bunga Tinggi

BTN Imbau Masyarakat Tak Tergiur Penawaran Bunga Tinggi

Whats New
ADRO Raih Laba Bersih Rp 6,09 Triliun pada Kuartal I 2024

ADRO Raih Laba Bersih Rp 6,09 Triliun pada Kuartal I 2024

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com