Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ronny P Sasmita
Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution

Penikmat kopi yang nyambi jadi Pengamat Ekonomi

Bergosip tentang Para Ekonom Kelas Dewa

Kompas.com - 23/05/2022, 08:30 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Ya, kata saya, John Maynard Keynes adalah pelaku aktif homoseksual, sebelum memutuskan menikah tahun 1925 dan setelah itu cenderung menyesali masa lalunya.

Di Cambridge sejak tahun 1820-an, ada komunitas, atau tepatnya secret society, bernama the Apostle. Di era Keynes, klub rahasia tersebut berada di bawah pengaruh Lytton Strachey.

Komunitas tersebut memuja homoseksualitas. Mereka menganggap bahwa homoseksual lebih superior ketimbang relasi seksual normal.

Sampai pada tahun 1925, kelompok tersebut dikagetkan dengan pemberitahuan bahwa Keynes akan menikah dengan Lydia Lopokova, keturunan Rusia, seorang ballerina dan penyiar BBC.

Jadi, kata saya, klub ini kaget bukan main setelah mengetahui bahwa Keynes mau menikah. Mereka kaget seperti kalian hari ini kaget mengetahui bahwa Keynes pernah jadi homoseksual aktif selama bertahun-tahun dan kalian baru mengetahui, kilah saya. Mereka tertawa!

Saya mulai merasakan dapat antensi penuh. Dalam hati saya bicara, kacau yahudi ini, senangnya justru kehidupan pribadi orang, bukan pemikirannya.

Satu lagi, saya menambahkan. Keynes suka menilai orang dari tangan. Ia akan melakukan penilaian kepribadian orang berdasarkan ukuran dan bentuk tangan orang yang ia temui.

Lalu ia menulis komentarnya atas orang tersebut di buku diarinya, termasuk saat ia bertemu dengan Franklin Delano Roosevelt (FDR), yang katanya dari tangannya bahwa FDR tidak terlalu cerdas.

Gegera kebiasaan itu pula beberapa ekonom bercanda dan mengatakan mengapa Keynes membenci "the invisible hand" versi Adam Smith, karena ternyata Keynes justru senang dengan "visible hand. "

Setelah senyum-senyum, kawan saya justru bertanya. Dari bahasan di atas, katanya, mengapa tak disebutkan Joseph Schumpeter, yang menurut Peter Drucker, lebih "Prophet" di bidang ekonomi ketimbang Keynes.

Joseph ini jelas dari Austrian School, jawab saya, seangkatan dengan Von Mises, sama-sama murid Bohm Bawerk. Tapi ia dicandra suka berselingkuh dengan sosialisme.

Dalam sebuah diskusi tentang revolusi Rusia dengan Max Weber di salah satu café Universitas Autria, Scumpeter membuat Max Weber naik pitam karena Scumpeter terkesan bersimpati dan membela perjuangan kelompok kiri.

Jadi boleh dibilang, Scumpeter adalah anak nakalnya austrian school, kata saya.

How come? Balasnya

Joseph Schumpeter jelas seorang pembenci Keynes, kata saya. Tapi dia hampir mirip dengan Keynes dalam memandang Kapitalisme, yakni tidak stabil dan berpeluang runtuh dengan sendirinya jika tak dikelola dengan baik.

Namun demikian, dia juga mengatakan kapitalisme jauh lebih baik, walaupun kurang stabil, karena ada faktor inovasi alias "creative destruction".

Sementara Keynes memandang “intervensi pemerintah" sebagai stabilisator yang akan menutupi kelemahan kapitalisme.

Dan Peter Drucker memujinya setelah ia meninggal dan setelah dua bukunya terbit pascakepindahannya ke Harvard.

Jadi posisi Schumpeter agak kurang jelas. Schumpeter gampang mengubah pendirian, selama itu menguntungkannya secara finansial.

Kehidupan pribadinya pun agak-agak lucu, kata saya. Setelah setahun menjabat sebagai menteri keuangan Austria dengan kehidupan mewahnya, Schumpeter pergi ke London dan jatuh cinta dengan wanita yang berumur 12 tahun di atasnya, lalu menikahinya.

Namun saat ia mendapat jabatan di Universitas Bonn, si wanita ditinggal begitu saja.

Tak lama kemudian, ia jatuh cinta kepada wanita berumur 12 tahun. Mereka membuat perjanjian setelah si anak beres kuliah, mereka menikah.

Ya, saat itu Schumpeter sudah berumur 42 tahun dan istri barunya 22 tahun. Schumpeter bersabar selama 10 tahun untuk bisa menikahinya.

Malang bagi Schumpeter, istri barunya meninggal di saat melahirkan, pada tahun yang sama dengan meninggalnya ibu kesayanganya. Schumpeter frustasi dan sangat terpukul.

Selama empat tahun, ia tak pernah mengubah interior kamar istrinya, membiarkan baju istrinya seperti sedia kala, dan setiap hari ia membawa bunga mawar ke kamar itu.

Beruntung akhirnya ia diminta oleh Frank Taussig dari Harvard untuk mengajar di Amerika. Schumpeter move on 380 derajat.

Ia meninggalkan semua barang dan hartanya di Eropa, termasuk kopian asli buku-bukunya selama di Eropa. Dan berhasil menikah lagi di Amerika.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com