BADAN Pengusahaan Batam (BP Batam) dan Sunseap Group telah menandatangani MoU terkait proyek pembangunan PLTS terapung di Kepulauan Batam untuk diekspor ke Singapura pada Juli 2021 lalu.
Tidak tanggung-tanggung, kapasitasnya 2200 Megawatt peak (MWp). Proyek ini direncanakan mulai dibangun tahun 2022 dan mulai beroperasi pada tahun 2024.
Sontak semua mata mengarah ke Indonesia. Hal ini menjadi bahan pembicaraan di tingkat global.
Tiga bulan kemudian, Oktober 2021, PT Medco Power Indonesia dan Konsorsium PacificLight Power Pte Ltd (PLP) dan Gallant Venture (Salim Group) menandatangani Joint Development Agreement.
Baca juga: Energi Bersih, Daya Pikat Jakarta agar Tak Ditinggalkan
Pihak-pihak ini akan bekerjasama membangun pilot project mengirim listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) 670 MWp di Pulau Bulan, Riau menuju Singapura.
Dua hari yang lalu dalam Press Briefing di World Energy Forum 2022, Davos, Swiss, Menteri Investasi Bahlil Lahadalia membuat statemen yang cukup mengejutkan.
Bahlil mengatakan bahwa Pemerintah Indonesia melarang kegiatan ekspor listrik bersih atau energi terbarukan ke luar negeri.
Alasannya Pemerintah ingin memenuhi kebutuhan energi terbarukan di dalam negeri. Khususnya kebutuhan listrik untuk industri di Pulau Batam.
Industri di Pulau Batam tampak bergeliat pascapandemi Covid-19. Untuk menjaga momentum kebangkitan industri, jaminan pasokan energi terbarukan memang wajar jadi prioritas.
Tentu tidak ada yang salah dengan kebijakan ini. Namun demikian, hal ini bisa menimbulkan ketidakpastian pada iklim dunia usaha. Ketika proyek sudah dimulai dieksekusi, tetiba muncul kebijakan baru.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanKunjungi kanal-kanal Sonora.id
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.