Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Studi Kroll: 8 dari 10 Perusahaan di RI Pernah Alami Kasus Penipuan, Terbanyak dalam Bentuk Penyuapan

Kompas.com - 02/06/2022, 20:00 WIB
Yohana Artha Uly,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kroll, perusahaan konsultan investigasi dan risiko mengungkapkan bahwa sebagian besar perusahaan di Indonesia telah mengalami penipuan (fraud) dan berdampak pada kerugian secara materi. Penipuan tersebut utamanya diilakukan dalam bentuk penyuapan.

Hal itu berdasarkan studi yang dilakukan Kroll bersama Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) sepanjang Februari-Juli 2021. Terdapat 241 perusahaan di RI, baik swasta maupun milik pemerintah, yang menjadi responden dalam survei ini.

Studi dilakukan pada perusahaan level menengah ke atas atau yang sudah beroperasi lebih dari 6 tahun, serta memiliki tanggung jawab terkait kasus penipuan dan strategi manajemen risiko.

Baca juga: Apa itu Penipuan Email Phishing? Simak Modus dan Ciri-cirinya

Managing Director, Forensic Investigations & Intelligence Kroll, Deni R. Tama mengatakan, hasil studi menunjukkan bahwa 8 dari 10 perusahaan atau hampir 80 persen responden menyatakan perusahaannya pernah mengalami penipuan, baik dilakukan pihak internal maupun eksternal perusahaan.

"80 persen itu belum tentu menggambarkan kejadian sebenarnya, karena statistik ini hanya mengetahu data yang diketahui responden, tapi kan fraud itu tersembunyi. Jadi statistik mengenai fraud harus dibaca secara bijak," ujarnya dalam diskusi bersama Kompas.com, dikutip Kamis (2/6/2022).

Ia menjelaskan, penipuan paling sering dilakukan oleh pihak internal perusahaan, di mana 83 persen menyatakan oleh karyawan. Terdapat beberapa modus kecurangan yang dilakukan, paling sering berbentuk penyuapan, lalu penggelapan dalam bentuk uang, pemalsuan dokumen hukum, dan mark up atau penggelembungan biaya.

Baca juga: Awas, Modus Penipuan Tawarkan Upgrade Jadi Nasabah BCA Prioritas

32 persen perusahaan alami kerugian di atas Rp 1 miliar

Studi ini juga menemukan bahwa lebih dari 80 persen responden menyatakan tidak melakukan due diligence terhadap target akuisisi atau pihak ketiga, seperti mitra, pemasok, maupun vendor. Deni bilang, due diligence merupakan hal penting ketika melakukan kerja sama dengan pihak lain, sebab akan melibatkan nama dan citra perusahaan.

"Padahal due diligence ini diperllukan supaya kita mengetahui pihak ketiga yang mau kita pakai atau target akusisi, misal untuk tahu integritasnya seperti apa," ungkap dia.

Lebih lanjut, ia mengatakan, dari 80 persen responden yang mengaku pernah mengalami kasus penipuan, sebanyak 32 persen di antaranya mengalami kerugian lebih dari Rp 1 miliar per tahunnya.

Baca juga: Waspada Penipuan, Simak 6 Tips agar Terhindar dari COD Fiktif

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com