Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Disentil Jokowi soal Efisiensi, Berapa Sebenarnya Subsidi yang Disalurkan Sri Mulyani ke PLN-Pertamina?

Kompas.com - 24/06/2022, 06:45 WIB
Fika Nurul Ulya,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyentil dua perusahaan pelat merah, Pertamina dan PLN, karena dianggap tidak melakukan efisiensi saat pemerintah melalui Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memberikan subsidi energi dan listrik kepada dua perusahaan tersebut.

Adapun efisiensi diperlukan lantaran anggaran untuk subsidi dan kompensasi kepada PLN dan Pertamina tahun ini makin besar.

Hal ini dipengaruhi oleh peningkatan volume barang bersubsidi dan kenaikan harga minyak mentah di dunia, namun pemerintah enggan menaikkan harga Pertalite, LPG 3 kilogram, dan listrik selain 3.000 VA.

Baca juga: Jokowi Sentil PLN dan Pertamina: Ada Subsidi, Tanpa Ada Usaha Efisiensi, Kok Enak Banget

Dikutip dari Bloomberg, harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) masih berada di kisaran 100 dollar AS per barrel, yakni 103,30 dollar AS per barrel, menurun 1,78 persen. Sementara itu harga minyak mentah Brent yang menjadi patokan dunia juga berada di kisaran 109,97 dollar AS per barrel, turun sekitar 1,58 persen.

Sementara itu, harga jual eceran (HJE) Pertalite tetap Rp 7.650 per liter. Padahal harga keekonomian imbas kenaikan harga minyak seharusnya sudah di angka Rp 12.556 per liter dengan asumsi harga minyak 100 dollar AS per barrel.

Dengan kata lain, pemerintah menanggung selisih antara HJE dengan harga keekonomian.

Baca juga: Dilema Sri Mulyani, Pilih Tambah Anggaran Subsidi atau Buat Pertamina-PLN Berdarah-darah

Lantas atas singgungan Jokowi, berapa dana yang digelontorkan pemerintah untuk subsidi energi?

Sri Mulyani mengungkapkan, total anggaran yang digelontorkan untuk subsidi dan kompensasi energi tahun ini yang sudah disetujui Badan Anggaran (Banggar) DPR RI mencapai Rp 443,6 triliun dari alokasi awal Rp 152,5 triliun.

Rinciannya, tambahan anggaran untuk subsidi Rp 208,9 triliun dari semula hanya Rp 134 triliun atau lebih tinggi Rp 74,9 triliun dari APBN, dan tambahan anggaran kompensasi BBM dan listrik yang meningkat menjadi Rp 293,5 triliun dari semula dalam APBN hanya Rp 18,5 triliun atau lebih tinggi Rp 275 triliun dari APBN.

Baca juga: Bank Dunia Proyeksi Subsidi Energi Buat PLN dan Pertamina Bengkak Jadi 1,5 Persen PDB

Anggaran kompensasi energi terdiri dari kompensasi BBM Rp 252,5 triliun dan anggaran kompensasi listrik Rp 41 triliun. Nilai kompensasi energi ini naik 5 kali lipat dari postur awal, sementara subsidi energi naik 48 persen. Tak heran, belanja negara dalam APBN tahun ini tembus Rp 3.106 triliun.

Beberapa waktu lalu, Sri Mulyani juga memotong anggaran seluruh kementerian/lembaga dengan total Rp 24,5 triliun. Dana dari pemotongan anggaran tersebut akan dipakai untuk cadangan kenaikan harga energi dan pangan, di luar cadangan pemerintah yang sudah disetujui Banggar DPR RI.

Baca juga: Disentil Jokowi soal Efisiensi, Pertamina Sebut Sudah Hemat 2,2 Miliar Dollar AS

Realisasi subsidi energi hingga Mei 2022

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini menuturkan, realisasi subsidi dan kompensasi energi hingga Mei 2022 tembus Rp 75,41 triliun. Rinciannya, yakni subsidi reguler Rp 65,24 triliun dan kurang bayar tahun sebelumnya Rp 10,17 triliun.

Dia tak memungkiri, besaran subsidi untuk dua Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ini menjadi yang terbesar dari total belanja non K/L Rp 334,7 triliun pada Mei 2022.

"Belanja non K/L yang mencapai Rp 334,7 triliun, didominasi oleh subsidi dan kompensasi. Jadi lebih dari Rp 75,3 triliun yang merupakan subsidi kompensasi kurang bayar," ungkap Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN Kita, Kamis (23/6/2022).

Baca juga: Pertamina Tutup SPBU Curang di Serang, Ketahuan Pakai Remote Control untuk Kurangi Takaran

Wanita yang karib disapa Ani ini menyebut, tingginya realisasi subsidi pada bulan Mei 2022 juga dipengaruhi oleh volume barang-barang bersubsidi yang meningkat.

Tercatat, volume BBM yang meliputi solar dan minyak tanah meningkat menjadi 5,6 juta kilo liter dari 5 juta kilo liter di tahun 2021. Lalu, LPG 3 kilogram meningkat menjadi 2,5 juta MT dari sekitar 2,4 juta MT.

Begitu juga dengan listrik bersubsidi yang naik menjadi 38,4 juta pelanggan dari 37,4 juta pelanggan pada tahun 2021.

"Inilah yang perlu untuk dikendalikan oleh pertamina. Jadi ini yang menggambarkan APBN sebagai shock absorber. Jumlah kebutuhan masyarakat meningkat, harga tinggi namun tidak dilakukan perubahan harga," ucap Sri Mulyani.

Baca juga: Pengalaman Beli Pertalite Pakai MyPertamina, Bayar hanya Bisa Pakai LinkAja, Debit BNI, BRI, Mandiri

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com