DALAM satu bulan terakhir terjadi volatilitas dan fluktuasi aliran modal asing di Indonesia. Bank Indonesia mencatat pada kurun 6-9 Juni 2022, aliran modal asing masuk ke pasar keuangan domestik sebesar Rp 520 miliar.
Terdiri dari Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp 990 miliar dan pasar saham sebesar Rp 1,5 triliun.
Sebaliknya dalam pekan keempat Juni (20-23 Juni 2022), BI juga mencatat aliran modal asing keluar, yaitu sebesar Rp 8,35 triliun.
Sebanyak Rp 5,25 triliun berupa surat berharga negara (SBN), sedangkan Rp 3,1 triliun merupakan surat berharga saham.
Aliran modal asing tersebut tampak bersumber dari kegiatan investasi dalam bentuk jual beli SBN dan surat berharga saham.
Investasi dalam SBN dan saham merupakan investasi portofolio dan masuk dalam kategori hot money yang mudah keluar dan masuk ke sebuah negara untuk mengambil keuntungan jangka pendek.
Bank Indonesia memprediksi, dengan kondisi global yang tidak menentu sekarang ini, ada peluang masuknya dana asing melalui investasi portofolio, tetapi tidak akan besar.
Sebelumnya pada akhir 2013, Menteri Keuangan Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II, M. Chatib Basri, pernah mewanti-wanti agar tidak terlena dengan dengan aliran masuk modal asing. Modal asing yang masuk ke Indonesia cepat atau lambat akan keluar lagi.
Beliau menegaskan masuk dan keluarnya modal asing pada suatu negara merupakan dampak kebijakan moneter yang dilakukan Bank Sentral AS.
Sebagaimana disebutkan di atas volatilitas aliran modal asing di Indonesia lebih banyak berasal dari transaksi jual beli SBN dan surat berharga saham.
Surat berharga jenis ini dikelola oleh investor yang cenderung berorientasi keuntungan jangka pendek.
Mereka akan mengamati, mempertimbangkan dan menilai beberapa variabel ekonomi makro guna memperoleh informasi tingkat pengembalian dan prospek pertumbuhannya ke depan.
Variabel-variabel tersebut antara lain pertumbuhan ekonomi, suku bunga, inflasi dan nilai tukar.
Investor cenderung memindahkan dana investasinya dari negara dengan pertumbuhan ekonomi melemah, suku bunga menurun, inflasi meningkat dan nilai tukar terdepresiasi.
Pertumbuhan ekonomi mencerminkan kondisi kinerja sektor riil (perusahaan). Ketika pertumbuhan ekonomi melemah, berarti kinerja sektor riil juga jatuh.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.