Bloomberg menyebut, saat ini AS dan sekutunya telah membahas terkait dengan pembatasan harga minyak Rusia antara 40 dollar AS per barrel sampai dengan 60 dollar AS per barrel.
“Anda tidak bisa menipu hukum penawaran dan permintaan, dan Anda tidak bisa menentang hukum gravitasi ketika menyangkut komoditas yang sepadan,” tambah Luth.
Harga minyak telah bergejolak dan melonjak karena permintaan kembali meningkat setelah beberapa negara-negara melonggarkan pembatasan akibat Covid-19, dan kembali membuka ekonominya.
Perang Rusia di Ukraina juga berkontribusi pada lonjakan harga energi. Untuk menghukum Moskow atas invasi tersebut, AS melarang impor minyak Rusia, sementara Uni Eropa berencana memberlakukan embargo secara bertahap.
Sementara itu, beberapa negara penghasil minyak sedang berjuang untuk meningkatkan produksi. Pengamat pasar lainnya menyebut bahwa India dan China, menjadi pembeli minyak Rusia dengan harga dsikon, dimana kedua negara tersebut kemungkinan tidak masuk dalam negara yang sepakat untuk menetapkan batas harga.
Pada pertemuan G20 di Bali pekan lalu, Menteri Keuangan AS Janet Yellen menyebut langkah pembatasan harga dilakukan sebagai upaya AS untuk memerangi inflasi. Di sisi lain, Menteri Keuangan RI Sri Mulyani menyebutkan, masalah energi berasal dari pasokan dan batasan harga tidak menyelesaikan masalah saat ini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.