Mereka tentu memahami koperasi, seperti manfaat, sejarah, perbedaan dengan jenis usaha lain, dsb.
Namun boleh jadi mereka tidak begitu yakin bahwa koperasi adalah jenis usaha yang ideal untuk mensejahterakan seluruh warga sehingga perlu dikembangkan semaksimal mungkin.
Di media berita pun, kata “koperasi” cenderung muncul manakala orang menyebut UKM, atau nama kementerian yang mengurus UKM, walaupun yang dibahas hanya UKM saja.
Padahal koperasi dan UKM adalah dua bentuk organisasi yang berbeda, walau memang berdekatan.
“Koperasi beranggotakan UKM” atau “UKM dimiliki oleh koperasi” adalah ungkapan yang benar. Tetapi pandangan bahwa koperasi adalah sama atau identik dengan UKM adalah keliru.
Suatu koperasi ada yang beranggotakan ribuan orang, sehingga seperti perusahaan besar. Tetapi ada juga koperasi yang beranggotakan belasan orang saja, sehingga seperti UKM.
Mungkin masalah ini bisa sirna jika pada kata koperasi diberi imbuhan kata “perusahaan”, sehingga menjadi “perusahaan koperasi”.
Jika demikian, maka kalimat “Ada delapan koperasi gagal bayar yang melibatkan dana Rp 22 triliun” perlu diubah menjadi “Ada delapan perusahaan koperasi gagal bayar yang melibatkan dana Rp 22 triliun”.
Di sini lebih jelas bahwa perusahaannya yang bermasalah, bukan koperasinya.
Sebetulnya jumlah koperasi yang ada di Indonesia cukup banyak. Menurut Kementerian Koperasi dan UKM, saat ini ada 127.000 koperasi di seluruh Indonesia, dengan jumlah anggota sebanyak 27 juta orang.
Dengan asumsi ada 70 juta rumah tangga, maka 1 dari 3 rumah tangga adalah anggota koperasi.
Dengan proporsi anggota yang tinggi ini, koperasi seharusnya berperan besar dalam ekonomi rumah tangga.
Pada kenyataannya, koperasi di Indonesia tidak sepenting di negara-negara lain, khususnya jika dibandingkan dengan negara-negara yang lebih maju, walau negara-negara itu menjalankan sistem ekonomi liberal.
Menurut Coop Europe, ada 176.000 perusahaan koperasi yang beranggotakan 141 juta orang di 33 negara di Eropa.
Ini artinya 1 dari 5 orang di Eropa adalah anggota koperasi. Tidak heran “koperasi” merupakan kata sehari-hari bagi penduduk sana, walau tidak disebut secara eksplisit.
Seluruh koperasi tersebut memiliki karyawan sebanyak 4,7 juta orang (https://coopseurope.coop). Jumlah ini cukup signifikan untuk membuat perubahan sosial.
Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa dalam organisasi koperasi, termasuk anggota, manajemen, dan karyawan, tersimpan kekuatan yang cukup besar dalam menopang kesejahteraan warga.
Koperasi adalah organisasi yang menghimpun orang-orang untuk bekerja sama demi kemaslahatan bersama, tanpa memandang kekayaan, pendidikan, atau atribut lain. Hal itu bisa menjadi kekuatan maupun kelemahan koperasi.
Suatu koperasi yang sebagian besar anggotanya tidak paham praktik bisnis akan mudah dikelabui oknum manajer yang tidak jujur. Inilah mungkin yang menyebabkan beberapa koperasi mengalami gagal bayar.
Banyak juga koperasi yang tidak aktif atau mati suri karena manajemennya tidak mau mengambil risiko kerugian.
Selama 2015-2020 Kementerian KUKM telah membubarkan 8.000 lebih koperasi yang tidak aktif. Tentu ini suatu kerugian yang besar bagi anggota, dan membuat citra koperasi menjadi redup.