Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Badan Pangan Nasional Ajak Masyarakat Ubah Budaya Konsumsi ke Pangan Lokal

Kompas.com - 31/07/2022, 09:05 WIB
Elsa Catriana,
Akhdi Martin Pratama

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Di tengah gejolak geopolitik Rusia dan Ukraina, pandemi Covid-19 dan perubahan iklim yang berdampak pada krisis pangan dunia, Badan Pangan Nasional/NFA (National Food Agency) telah memastikan Indonesia memiliki cadangan pangan yang aman dan cukup untuk memenuhi konsumsi masyarakat.

Namun demikian, upaya menjaga stok pangan nasional untuk jangka panjang perlu dilakukan dengan pembenahan sektor pertanian dari hulu hingga hilir, serta perubahan budaya konsumsi masyarakat.

Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi mengatakan, sudah saatnya masyarakat harus mulai membudayakan “kenyang tidak harus nasi”. Banyak ragam pangan lokal lainnya yang dapat menjadi sumber karbohidrat dan yang terpenting sesuai dengan kearifan lokal tiap daerah.

Baca juga: Waspadai Kenaikan Harga Gandum, Badan Pangan Nasional Dorong Penganekaragaman Pangan

“Beras memang merupakan makanan pokok sebagian besar masyarakat Indonesia, bahkan ada yang bilang kalau belum konsumsi nasi, rasanya belum makan. Tapi sebenarnya, dengan keanekaragaman sumber pangan yang kita miliki terdapat banyak pilihan sumber karbohidrat selain beras yang tak kalah bergizi, seperti ubi jalar, ubi kayu atau singkong, talas atau keladi, jagung, sagu, sorgum, porang, dan masih banyak lagi,” ujarnya dalam siaran persnya, dikutip Kompas.com, Minggu (31/7/2022).

Arief mengatakan, untuk mendorong semangat penganekaragaman konsumsi pangan lokal yang beragam tersebut, Badan Pangan Nasional mencanangkan gerakan B2SA atau Beragam, Bergizi, Seimbang, dan Aman.

“Gerakan B2SA ini berangkat dari keberagaman. Seperti yang kita ketahui di Indonesia terdapat banyak jenis pangan sesuai potensi daerahnya masing-masing yang bergizi dan juga aman,” ujarnya.

Gerakan B2SA akan terus dipromosikan dan disuarakan melalui berbagai media sehingga masyarakat dapat semakin mengenal ragam jenis pangan lokal, mencoba, hingga memanfaatkannya sebagai pangan alternatif, serta semakin mengetahui seperti apa pola konsumsi yang seimbang, serta aman.

“Kami juga akan menggerakan Dinas Urusan Pangan yang tersebar di 514 kab/kota dan 37 provinsi untuk semakin intensif mengkampanyekan gerakan ini kepada masyarakat di daerahnya. Salah satunya melalui penafaatan pekarangan rumah sebagai ladang untuk bercocok tanam komoditas pangan lokal,” jelasnya.

Baca juga: Indonesia Ajak Anggota G20 Berkomitmen Hadapi Tantangan Pangan Global

Arief mengatakan, hal tersebut sejalan dengan arahan Presiden Joko Widodo pada peringatan Hari Keluarga Nasional lalu yang mengajak seluruh keluarga di Indonesia memanfaatkan lahan pekarangan untuk bercocok tanam dan berternak guna memenuhi kebutuhan pangan sehari-hari.

Arief berharap, melalui pembudidayaan, pemanfaatan, dan peningkatan konsumsi pangan lokal yang beragam, bergizi, seimbang, dan aman, maka ketahanan pangan masyarakat akan semakin terjaga karena tidak harus bergantung pada satu komoditas tertentu.

B2SA mendorong masyarakat Indonesia semakin sehat, aktif, dan produktif demi tercapainya sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas.

“Memfokuskan kebutuhan pangan nasional hanya pada komoditas tertentu, seperti beras misalnya jelas memiliki risiko, selain karena tidak semua lahan cocok untuk ditanami padi, perubahan iklim juga merupakan ancaman tersendiri bagi produktivitas sawah,” katanya.

Dari sisi kesehatan, penganekaragaman konsumsi pangan juga bermanfaat untuk pemenuhan gizi yang variatif dan seimbang.

“Diversifikasi pangan menjadi salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan gizi yang beragam. Contohnya umbi maupun sagu yang terkenal rendah gluten,” kata Arief.

Menurut dia, pangan lokal juga bisa menjadi bahan subsitusi yang baik untuk komoditas impor.

“Campuran tepung pangan lokal bisa jadi bahan pengganti yang tepat untuk pembuatan kue, mie, maupun pangan lainnya. Jika kita bisa melakukan substitusi pangan yang berbahan baku gandum seperti terigu menjadi tepung beras dan singkong sebanyak 10 persen saja, itu telah sama dengan saving Rp 2,4 triliun per tahun. Hal lain yang masih terus dikembangkan yaitu pangan modifikasi seperti beras analog yang terbuat dari Mocaf (modified cassava flour) atau tepung singkong yang telah difermentasi,” jelas Arief.

Arief menambahkan, gerakan ini turut dilatarbelakangi oleh kondisi Indonesia sebagai negara dengan biodiversitas terbesar kedua di dunia setelah Brazil. Indonesia memiliki 77 jenis tanaman pangan sumber karbohidrat, 75 jenis sumber minyak atau lemak, 26 jenis kacang-kacangan, 389 jenis buah- buahan, 228 jenis sayuran, serta 110 jenis rempah dan bumbu.

“Dari keragaman tersebut, masyarakat Indonesia juga memiliki kearifan budaya pangan lokal di daerahnya masing-masing seperti budaya Manggadong di Sumatera Utara, beras Aruk di Kepulauan Bangka Belitung, nasi Siger di Lampung, Rasi di Jawa Barat, Nasi Jagung di Jawa, Jagung Bose di NTT, Binte Biluhute di Gorontalo, bubur Tinutuan Sulawesi Utara, Kapurung di Sulawesi Selatan, Kasuami, Sinonggi dan Kabuto di Sulawesi Tenggara, Enbal di Maluku, hingga Papeda di Papua,” paparnya.

Baca juga: Badan Pangan Minta Pengusaha dan Bulog Beli Gabah Petani Rp 4.200 per Kilogram

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Status 17 Bandara Internasional Dihapus, INACA Ungkap Sederet Manfaatnya untuk Penerbangan Nasional

Status 17 Bandara Internasional Dihapus, INACA Ungkap Sederet Manfaatnya untuk Penerbangan Nasional

Whats New
1 Lot Berapa Lembar Saham? Ini Perhitungan Mudahnya

1 Lot Berapa Lembar Saham? Ini Perhitungan Mudahnya

Spend Smart
Jumlah Bandara Internasional Dipangkas, InJourney Airports: Banyak yang Tidak Efisien

Jumlah Bandara Internasional Dipangkas, InJourney Airports: Banyak yang Tidak Efisien

Whats New
Usai Gempa Garut, Pertamina Pastikan SPBU hingga Pangkalan Elpiji di Jabar Aman

Usai Gempa Garut, Pertamina Pastikan SPBU hingga Pangkalan Elpiji di Jabar Aman

Whats New
Kemenkop-UKM Tegaskan Tidak Melarang Warung Madura Beroperasi 24 Jam

Kemenkop-UKM Tegaskan Tidak Melarang Warung Madura Beroperasi 24 Jam

Whats New
BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

Work Smart
Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Whats New
Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Whats New
Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Whats New
Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Whats New
Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Whats New
Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

Whats New
Berapa Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai Kemenkeu?

Berapa Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai Kemenkeu?

Work Smart
Dukung 'Green Building', Mitsubishi Electric Komitmen Tingkatkan TKDN Produknya

Dukung "Green Building", Mitsubishi Electric Komitmen Tingkatkan TKDN Produknya

Whats New
Kemenhub Cabut Status 17 Bandara Internasional, Ini Alasannya

Kemenhub Cabut Status 17 Bandara Internasional, Ini Alasannya

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com