Tapi yang perlu diketahui, brand buka logo, slogan, atau merk. Brand adalah nama yang dipadukan dengan value.
Value membuat nama menjadi brand, membawa kesan yang berbeda dari kompetitor meskipun produknya sama.
Dengan brand, pengusaha mengatur arah bisnis mereka untuk membentuk presepsi di benak customer.
Lewat persepsi itulah, brand menciptakan diferensiasi. Persepsi yang tertaman kuat di benak customer akan menjadi brand awareness, membentuk believe system dan tribes.
Brand yang kuat bahkan seolah jadi ideology bagi si customer. Mereka rela melakukan apapun untuk brand tersebut.
Product branding memancing dorongan psikologis di mana customer tidak lagi mempersoalkan rasionalitas di balik fungsi atau fitur suatu produk.
Jelas, bicara soal branding bukan sekadar manfaat fisik dari produknya, tapi power believe system.
Believe system timbul karena experience dari customers. Saat mereka pakai produknya, mereka merasa punya self-image dan jadi “something” dari produk tersebut.
Product branding memberikan kesempatan kepada customer untuk jadi bagian dari something bigger dan merasa perlu untuk mengekspresikan dirinya ke publik.
Produk dengan branding yang kuat otomatis membentuk believe system, dan jika believe system sudah terbentuk maka brand tersebut akan menciptakan devoted customer.
Kalau sudah begitu, yang menjadi sasaran tidak lagi segmentasi seperti usia, gender, pendapatan atau level pendidikan, tapi semua orang yang ingin jadi “something”.
Jika bisnis Anda mau maju dan berkembang, fokus saja dengan product branding dari pada product marketing.
Apa memang begitu rumusnya? Jawaban saya, tidak. Branding, marketing dan selling adalah satu kesatuan dari big marketing activity yang seharusnya tidak terpisahkan.
Selling merupakan aktivitas menjual produk tanpa harus memikirkan kebutuhan, keinginan, perilaku, kebiasaan dari si customer, yang terpenting produk terjual habis dan laris manis.
Marketing adalah usaha atau strategi yang dilakukan untuk menarik minat customer agar terjadi pembelian.