Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Heryadi Silvianto
Dosen FIKOM UMN

Pengajar di FIKOM Universitas Multimedia Nusantara (UMN) dan praktisi kehumasan.

Aplikasi dan Medsos Pemerintah Bejibun, tapi Tidak Optimal

Kompas.com - 18/08/2022, 06:56 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Ada banyak manfaat utama menggunakan media sosial di pemerintahan, termasuk untuk komunikasi krisis, kesadaran kampanye sosial, dan banyak lagi.

Namun perlu disadari bahwa pemerintah berbasis media sosial lebih dari sekadar tweet, posting, suka, dan bagikan. Ini adalah budaya tata kelola transparansi, berbagi, keterbukaan, dan kolaborasi yang difasilitasi (atau dipupuk) oleh media sosial (Khan 2014).

SMBG bukan hanya tentang membangun kehadiran media sosial dengan membuat halaman penggemar (fanpage) Facebook atau akun Twitter pemerintah, tetapi harus dilengkapi dengan budaya tata kelola berbagi (Sharing), transparansi (Transparency), keterbukaan (Openess), dan kolaborasi (Colaboration) atau yang disebut budaya STOC.

Tanpa budaya STOC manfaat penuh dari SMBG seperti mempromosikan transparansi, keterbukaan, memerangi korupsi, dan memberdayakan warga biasa dalam menciptakan pelayanan publik tidak dapat diwujudkan.

Pemerintah harus melihat media sosial sebagai sarana strategis untuk melayani warga secara efektif (services), memberikan ruang suara untuk mereka (voice) , dan pada saat yang sama mengurangi biaya administrasi (cut budget).

Prasyarat dan komponen kesiapan STOC

Penggunaan media sosial meningkat pesat belakangan ini. Kementerian dan lembaga menggunakan medsos sebagai salah satu sarana berinteraksi dengan warga.

Masih ada beberapa tantangan mengenai rencana manajamen risiko seperti privasi bagi warga negara, kebenaran konten, kebijakan dan integrasi media sosial dengan tata kelola pemerintah.

Kesiapan penerapan budaya STOC pada institusi pemerintah baik di bidang politik, hukum, keuangan, teknis, dan sosial memerlukan sejumlah prasayarat agar pada akhirnya mendapatkan hasil yang diharapkan.

Pertama, kepemimpinan. Dalam mendorong budaya STO, komitmen yang kuat untuk terlibat di media sosial dari pimpinan sangat penting.

Karena sesungguhnya budaya STOC yang berakar di sektor publik sangat bergantung dari kepemimpinan yang kuat, itikad politik yang baik, komitmen yang sungguh-sungguh, dan keinginan untuk membuat pemerintah lebih transparan dan terbuka.

Karena ujung pangkal dari seluruh rentang proses tersebut adalah hadirnya pelayanan publik yang informatif, terjangkau dan cepat.

Maka ada sejumlah pertanyaan yang patut dijawab dalam memenuhi kebutuhan kepemimpinan yang baik dalam mendorong penggunaan media sosial.

Apakah pimpinan berpartisipasi aktif melalui media sosial? Apakah pimpinan tingkat tinggi memahami potensi media sosial bagi khalayak umum?

Apakah ada struktur yang mapan untuk melaksanakan kebijakan dan implementasi inisiatif berbasis media sosial (seperti crowdsourcing)?

Apakah ada kegiatan atau rencana institusi yang relevan dengan media sosial? Apakah dalam konteks situasi politik negara yang lebih luas membantu atau menghalangi keterlibatan melalui media sosial?

Sejumlah pertanyaan di atas akan menjadi beban sepanjang dipahami sebagai deretan persoalan. Namun sebaliknya akan menjadi tantangan dan kesempatan menghadirkan pemerintahan yang lebih inklusif ketika menempatkannya sebagai bentuk kolaborasi dan transformasi budaya.

Kedua, kerangka kebijakan dan hukum. Memiliki kebijakan yang baik sangat penting di tahap awal dalam membangun budaya kondusif berbasis media sosial.

Sebagai contoh dalam skala mikro sejumlah kementerian dan Lembaga memberlakukan kebijakan media sosial untuk membangun budaya keterbukaan, kepercayaan, dan integritas dalam aktivitas online mereka.

Adapun secara makro pembahasan Rancangan Undang Undang Perlindungan (RUU) Data Pribadi (PDP) kebutuhannya mendesak sebagai bagian dari ikhtiar negara dalam menjamin keamanan berkomunikasi warga berbasis digital.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com