Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Sudaryono, B.Eng.,MM.,MBA
Ketua Umum APPSI

Ketua Umum Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia – APPSI

Stabilisasi Harga dan Pasokan Kebutuhan Pokok

Kompas.com - 23/08/2022, 17:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Tercatat per Agustus 2022, Harga minyak goreng premium Rp 23.000,- atau menurun sebesar -11,15. Minyak goreng kemasan sederhana Rp 23.100,- atau turun -18,9 persen, minyak goreng curah Rp 14.200 atau menurun sebesar -17, 44 persen.

Setidaknya, ada empat penyebab turunnya harga minyak goreng. Pertama, mulai pertengahan bulan Juni 2022, harga minyak kelapa sawit (CPO) anjlok di pasar komoditas internasional.

Kedua, efek jangka panjang dari kebijakan DMO 30 persen CPO, menyebabkan melimpahnya stok CPO pada pasar lokal.

Ketiga, liberalisasi harga minyak goreng dengan penghapusan kebijakan satu harga. Keempat, PT. Perkebunan nasional telah mengalokasikan 70 persen CPO atau 750.000 ton untuk produksi minyak goreng guna menambah stok minyak goreng di pasar domestik.

Kebijakan stabilisasi harga kebutuhan pokok

Dari kisruh minyak goreng, dapat diambil pelajaran, bahwa risiko instabilitas dan kelangkaan dapat pula terjadi pada bahan kebutuhan pokok lain, seperti beras, kedelai, gula, tepung, cabai, daging sapi, daging ayam, telur dan ikan segar.

Meskipun kebijakan stabilitasasi harga dan pasokan berbeda dengan kebijakan harga dan pasokan minyak goreng. Sebagai contoh, barang kebutuhan pokok hasil pertanian: beras, kedelai, cabai dan bawang.

Untuk beras, tidak bisa harganya diserahkan sepenuhnya pada mekanisme penawaran permintaan pasar karena pada saat panen, biasanya harga anjlok, penerimaan petani tidak mampu menutupi biaya operasional.

Untuk itu pemerintah perlu menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET) atau (ceiling price). HET ditetapkan pemerintah dengan memperhatikan biaya produksi, distribusi, pemasaran serta daya beli konsumen.

Dengan demikian, penetapan harga seperti ini, petani dan perdagang beras akan mendapatkan keuntungan wajar. Pada sisi lain, masyarakat akan mendapatkan harga terjangkau.

Apabila pasokannya terbatas karena kegagalan panen, maka pemerintah dapat melakukan kebijakan perdagangan dengan mengimpor beras dari luar negeri guna memenuhi stok dalam negeri (buffer stock).

Namun kegiatan impor hanya dilakukan jika produksi dalam negeri tidak mampu memenuhi kebutuhan beras nasional. Ada beberapa kejadian, kebijakan impor beras dilakukan oleh pemerintah, padahal petani lokal akan melakukan panen raya.

Kebijakan ini kontraproduktif dan menghancurkan harga gabah dan beras lokal. Kebiasaan seperti ini perlu dihindari karena merugikan petani.

Sementara, untuk bahan pokok hasil industrial seperti minyak, gula dan tepung harganya sangat ditentukan oleh volitalitas komoditas dunia.

Apabila harga CPO, gula dan gandum meningkat, maka cenderung meningkat harga produk turunan dari komoditas itu, seperti: gula, minyak goreng dan gandum.

Untuk mengendalikan harga, maka dapat menggunakan dua penetapan harga, yakni subsidized prices dan dual pricing system.

Dalam jangka pendek, apabila pemerintah belum dapat berproduksi sendiri produk turunan seperti minyak goreng, tepung dan gula, atau kalaupun berproduksi skalanya masih terbatas, maka pemerintah dapat memberikan harga subsidi ke produk pangan tersebut dan menetapkan single price setting (penetapan harga tunggal).

Namun penetapan harga tunggal memiliki risiko, yakni meningkatnya kegiatan spekulatif seperti penimbunan dan penyelundupan barang subdisi.

Cara lain dapat dilakukan pemerintah dengan memberikan subsidi langsung ke penerima bantuan dalam bentuk uang tunai.

Namun, kebijakan ini memiliki risiko juga karena penerima bantuan akan membeli barang yang bukan menjadi kebutuhan pokok.

Pada sisi lain, apabila pemerintah melalui BUMN sektor pangan telah mampu memproduksi sendiri bahan kebutuhan pokok hasil industrial seperti tepung, minyak goreng dan gula, maka pemerintah dapat menetapkan kebijakan dual pricing system.

Kebijakan itu, yakni harga produk pangan yang dihasilkan oleh perusahaan swasta dibiarkan ditentukan oleh mekanisme pasar.

Sementara harga produk pangan yang dihasilkan perusahaan pemerintah, harganya ditetapkan antara market value price dan break even point price.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com