Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Irvan Maulana
Direktur Center of Economic and Social Innovation Studies (CESIS)

Peneliti dan Penulis

Menuju Reformasi Pensiun Universal

Kompas.com - 07/09/2022, 10:12 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

DESAKAN untuk mereformasi sistem pensiun PNS dan jaminan sosial kembali menyeruak setelah Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan bahwa pensiunan Pegawai Negeri Sipil (PNS) membebani keuangan negara sebesar Rp 2.800 triliun.

Menkeu ingin skema pensiunan segera diubah, karena dinilai membebani APBN dalam jangka panjang.

Sistem pensiun PNS saat ini dianggap sudah usang dan tak lagi relevan dengan kondisi saat ini, baik dari aspek kebijakan, aspek anggaran, aspek kelembagaan, sifat pensiun, manfaat pensiun, kepesertaan, maupun batas usia pensiun maupun prosedur pengajuan pensiun.

Urgensi reformasi

Sejak 1969 hingga saat ini Undang-undang yang mengatur tentang Pensiun PNS masih mengacu pada Undang-undang No. 11 Tahun 1969.

Namun, konsideran yang dijadikan rujukan undang-undang ini justru telah tiga kali berubah seiring dengan perkembangan situasi sosial dan politik.

Banyaknya kekeliruan dan ketaksesuaian prinsip perasuransian dalam penyelenggaraan program pensiun dan program Tabungan Hari Tua (THT) bagi PNS menjadi faktor pencetus reformasi sistem pensiun.

Tak hanya itu, kurangnya komitmen dan kejelasan dalam pelaksanaan metode pembiayaan pensiun dan implementasi program pensiun, menjadikan beban pembiayaan pensiun semakin membengkak.

Saat ini, skema penghitungan pensiunan PNS yang dikumpulkan PT. Taspen masih Pay As You Go (PAYG), yang berasal dari gaji PNS dan kekurangannya ditambal dari APBN.

Begitu pula dengan TNI dan Polri yang menggunakan skema sama, namun dikelola oleh PT Asabri. Bantuan sosial sebagai sistem manfaat pasti PAYG memiliki dua fungsi.

Pertama, menjamin non-pekerja tidak pensiun di bawah garis kemiskinan. Kedua, meningkatkan pembayaran pensiun, sebagai insentif untuk bekerja, dengan mensubsidi iuran pekerja sehingga pekerja dapat pensiun di dua kali garis kemiskinan.

Namun demikian, meski anggaran negara untuk membayar manfaat pensiun secara nominal terus meningkat dari tahun ke tahun, kecukupan pensiun tetap rendah.

Menurut Melbourne Mercer Global Pension Index 2021, Indeks pensiun Indonesia sebesar 51,4, lebih rendah dari rata-rata dunia. Indeks tersebut menempatkan Indonesia pada peringkat 30 dari 39 negara.

Sub-indeks kecukupan pensiun bahkan lebih rendah, berada pada peringkat 33 dari 39 negara. Nilai indeks Indonesia terus turun dari 51,4 tahun 2020 menjadi 50,4 pada tahun 2021 terutama karena penurunan tingkat pertumbuhan ekonomi riil.

Selain itu, tantangan besar yang dihadapi sistem PAYG adalah persoalan pergeseran demografis kependudukan terutama soal populasi menua (aging population).

Seiring bertambahnya usia populasi penduduk, era bonus demografi suatu saat akan memudar, kontrak antargenerasi yang menjadi dasar sistem PAYG menjadi sulit dipertahankan. Kini, tren populasi menua sudah mulai terlihat.

BPS (2021) memprediksi proporsi penduduk lansia telah mencapai 17 persen. Bahkan, tahun 2035 diperkirakan menjadi batas akhir bonus demografi.

Sementara, hanya ada sekitar 12 persen lansia yang memiliki akses terhadap program perlindungan sosial skema kontribusi atau jaminan sosial ketenagakerjaan, termasuk dana pensiun untuk pegawai negeri.

Mengatasi trade-off

Dengan bertambahnya usia populasi, rasio jumlah wajib pajak terhadap jumlah pensiunan menjadi jauh lebih kecil, sehingga membebani wajib pajak dan membahayakan keberlanjutan anggaran negara.

Akibatnya, pemerintah terperangkap dalam trade-off antara membantu menciptakan kecukupan keuangan hari tua dan keberlanjutan anggaran negara.

Untuk mengatasi trade-off, banyak negara kemudian berusaha memecahkan masalah keberlanjutan anggaran negara dan kecukupan keuangan hari tua dengan membuat program kombinasi sistem PAYG (defined benefit system) dan sistem iuran pasti (defined contribution system) (World Bank, 2008).

Kombinasi tersebut terangkum dalam sistem pensiun lima pilar. Pertama, jaminan kebutuhan dasar (Basic Needs Security). Pilar ini untuk menjamin bahwa tidak ada lansia yang hidup dalam kemiskinan dan sepenuhnya dijamin APBN.

Kedua, jaminan kecukupan keuangan (Defined Benefit), di mana pembayaran pensiun dibayarkan dari pendapatan pajak dengan sistem PAYG.

Pilar ini bertujuan membantu para pensiunan mencapai standar hidup sebelum pensiun dan akan memperoleh akumulasi tabungan yang diinvestasikan pada saat mereka pensiun.

Ketiga, pilar iuran pasti (Defined Contribution/Fully Funded), pendanaan pensiun yang bersumber dari kontribusi bersama antara pekerja dan pemberi kerja.

Keempat, sistem tabungan (Individual Savings) yang bersifat sukarela. Para pekerja didorong secara mandiri menabung di lembaga keuangan sebagai bentuk investasi untuk masa pensiun kelak.

Kelima, pilar transfer non-finansial (Family Support). Ini bisa berupa transfer dalam bentuk barang dari anggota keluarga atau komunitas lain.

Kombinasi lima pilar ini akan menciptakan sistem pensiun universal yang menyentuh seluruh lapisan masyarakat, tak hanya untuk kalangan aparatur negara.

Prasyarat reformasi

Untuk mewujudkannya, dibutuhkan tiga prasyarat sistem reformasi. Pertama, sistem pensiun tak dapat dipisahkan dari pasar tenaga kerja dan perekonomian.

Sebab, saat ini hampir semua pekerja informal, yang jumlahnya sekitar 60 persen dari total pekerja, tidak tercakup dalam program pensiun.

Maka, pasar tenaga kerja saat ini harus dinamis dan inklusif untuk memudahkan pekerja untuk mencari pekerjaan sebagai prasyarat awal menciptakan sistem pensiun yang universal.

Kedua, reformasi juga harus memastikan bahwa pensiun publik mempromosikan solidaritas sosial, sehingga mereka yang kurang beruntung di pasar tenaga kerja masih bisa menikmati masa pensiun. Solidaritas dapat berbentuk kontribusi nosional khusus bagi pekerja rentan.

Ketiga, untuk keberlanjutan sistem PAYG, pertumbuhan ekonomi riil tetap menjadi variabel utama yang menentukan kecukupan pensiun publik.

Reformasi pensiun sulit diwujudkan saat pertumbuhan ekonomi riil rendah atau negatif. Kabar baiknya, indeks PDB riil Indonesia tahun 2021 sudah 101,1, artinya sudah di level PDB pra Covid-19. Ini merupakan sinyal tepat untuk segera reformasi.

Namun, yang perlu digarisbawahi, reformasi pensiun tidak hanya merupakan masalah teknis dengan solusi teknokratis.

Reformasi perlu mendapat dukungan secara politis oleh semua lembaga pemerintah dan didukung oleh publik. Tanpa dukungan rakyat, segala wacana reformasi tak akan pernah terwujud.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com