Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Usulan Penghapusan Daya Listrik 450 VA, Ini Penjelasan Ketua Banggar DPR

Kompas.com - 19/09/2022, 16:20 WIB
Yohana Artha Uly,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR Said Abdullah buka suara terkait ramainya isu penghapusan daya listrik 450 voltampere (VA) untuk rumah tangga miskin. Isu itu memang mencuat dalam rapat antara Banggar dan Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan pada 12 September 2022.

Ia menjelaskan, pada dasarnya dalam rapat tersebut membicarakan agenda besar peralihan energi nasional untuk menyehatkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Namun, Said menyayangkan hanya terkait penghapusan daya listrik 450 VA yang menjadi sorotan dan isu hangat di dunia maya.

“Pemenggalan ini melepaskan narasi besar dan konteksnya sehingga menimbulkan opini sesat di tengah rakyat," ujarnya dalam keterangan tertulis, Senin (19/9/2022).

Baca juga: PLN: Tidak Ada Penghapusan atau Pengalihan Pelanggan Daya 450 VA

Dia menilai, agenda peralihan energi dari minyak bumi ke listrik diperlukan Indonesia karena selama ini masih memiliki ketergantungan impor yang sangat besar terhadap minyak bumi. Ia bilang, kemampuan produksi minyak bumi dalam negeri hanya 614.000-650.000 barrel per hari, sementara kebutuhan nasional mencapai 1,4-1,5 juta barrel per hari.

Menurutnya, ketergantungan Indonesia terhadap impor minyak bumi mengakibatkan pemerintah terjebak dalam posisi sulit yang sering dihadapi berulangkali. Seperti kondisi kenaikan harga minyak bumi dan pelemahan kurs yang semakin memojokkan Indonesia dalam posisi sulit.

Selain itu, APBN harus mengongkosi subsidi yang kian besar, sehingga postur APBN tidak sehat dan rentan. Bila ongkos tersebut dikurangi, maka berakibat harga bahan bakar minyak (BBM) naik dan menimbulkan beban kepada rakyat.

Baca juga: Menteri ESDM Ungkap Dampak jika Pelanggan Daya Listrik 450 VA Dialihkan ke 900 VA


"Oleh sebab itu kita harus keluar dari jebakan minyak bumi," kata Said.

Politikus PDIP itu mengatakan, rencana keluar dari jebakan minyak bumi itulah yang melatarbelakangi Indonesia untuk bisa segera beralih energi dari minyak bumi ke listrik. Sebab, sebagian besar pembangkit listrik di dalam negari berbasis batu bara, yang merupakan salah satu komoditas unggulan Indonesia.

"Dampaknya, kekuatan energi kita lebih mandiri, sambil secara perlahan kita melepaskan diri dari batu bara dan mengganti pembangkit listrik kita menggunakan energi baru dan terbarukan (EBT)," terangnya.

Baca juga: Soal Pengalihan Daya Listrik 450 VA Menjadi 900 VA, Menteri ESDM: Dampaknya Sensitif

Said juga memaparkan terkait rencana peralihan energi dari minyak bumi ke listrik. Ia menjelaskan, sebanyak 9,55 juta rumah tangga berdaya listrik 450 VA masuk Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).

Kelompok rumah tangga tersebut masuk kategori kemiskinan parah yang oleh Badan Pusat Statistik (BPS), termasuk ke dalam keluarga berpenghasilan kurang dari 1,9 dollar AS per hari dengan kurs purchasing power parity (PPP).

"Terhadap kelompok rumah tangga seperti ini tentunya tidak mungkin bila kebutuhan listriknya dinaikkan dayanya ke 900 VA mengingat untuk makan saja rakyat susah dan kebutuhan listriknya rata-rata hanya untuk penerangan dengan voltase rendah," jelasnya.

Sementara itu, terdapat 14,75 juta rumah tangga menggunakan daya listrik 450 VA tetapi tidak terdata dalam DTKS. Terhadap pelanggan listrik kategori ini, Banggar meminta PLN, BPS, Kementerian Sosial, dan pemerintah daerah untuk melakukan verifikasi faktual. Verifikasi itu untuk memastikan apakah mereka seharusnya masuk ke DTKS atau tidak.

Baca juga: Menteri ESDM Nilai Alih Daya Listrik 450 VA Kurang Tepat Diterapkan Saat Ini

Apabila hasil verifikasi faktual, kelompok rumah tangga yang seharusnya masuk DTKS namun belum terdata di DTKS harus mendapatkan akses bansos melalui pendataan DTKS dan voltase listriknya tidak dialihkan ke 900 VA

"Sebaliknya, jika hasil verifikasi faktual menunjukkan bukan dari keluarga kemiskinan parah yakni berpenghasilan di bawah 1,9 dollar AS per hari, dan sesungguhnya kebutuhan listriknya meningkat dilihat dari grafik konsumsinya, maka kelompok rumah tangga inilah yang ditingkatkan dayanya ke 900 VA," kata dia.

Kemudian sebanyak 8,4 juta pelanggan listrik dengan daya 900 VA terdata didalam DTKS. Atas kelompok pelanggan ini, maka pemerintah harus kembali melakukan verifikasi faktual.

Jika hasil verifikasi faktual menunjukkan sebagian dari mereka sesungguhnya dari rumah tangga mampu, maka mereka kita dorong beralih daya ke 1.300 VA, tetapi jika masih dalam kategori rumah tangga miskin, maka daya listriknya tetap kita masukkan ke kelompok 900 VA.

Baca juga: Pemerintah Bantah Mau Hapuskan Daya Listrik 450 VA untuk Orang Miskin

Di sisi lain, terhadap 24,4 juta pelanggan listrik dengan daya 900 VA yang tidak masuk DTKS, pemerintah harus melakukan verifikasi faktual yakni apakah sebagian dari mereka sesungguhnya telah jatuh ke rumah tangga miskin atau tidak.

Jika perkembangan menunjukkan masuk kategori rumah tangga miskin, maka harus masuk perlindungan bansos melalui pemutakhiran DTKS dan terhadap kelompok ini daya listriknya dipertahankan tetap 900 VA.

"Sebaliknya, jika sebagian dari mereka ekonominya kian membaik dan dari grafik konsumsi listriknya meningkat maka mereka kita dorong masuk ke pelanggan 1.300 VA,” pungkas Said.

Baca juga: Soal Penghapusan Daya Listrik 450 VA, Kementerian ESDM: Masih Perlu Kajian

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Mengenal 2 Fitur Utama dalam Asuransi Kendaraan

Mengenal 2 Fitur Utama dalam Asuransi Kendaraan

Earn Smart
Penggunaan Gas Domestik Didominasi Industri, Paling Banyak Industri Pupuk

Penggunaan Gas Domestik Didominasi Industri, Paling Banyak Industri Pupuk

Whats New
Bank Muamalat Buka Lowongan Kerja hingga 31 Mei 2024, Cek Posisi dan Syaratnya

Bank Muamalat Buka Lowongan Kerja hingga 31 Mei 2024, Cek Posisi dan Syaratnya

Work Smart
Libur Panjang, Angkasa Pura II Proyeksikan Penumpang Capai 1 Juta Orang

Libur Panjang, Angkasa Pura II Proyeksikan Penumpang Capai 1 Juta Orang

Whats New
Percepat Peluncuran Produk untuk Perusahaan Teknologi, XpandEast Terapkan Strategi Pengurangan Time-to-Market

Percepat Peluncuran Produk untuk Perusahaan Teknologi, XpandEast Terapkan Strategi Pengurangan Time-to-Market

Whats New
Pasar Kripto Berpotensi 'Rebound', Simak Prospek Jangka Panjangnya

Pasar Kripto Berpotensi "Rebound", Simak Prospek Jangka Panjangnya

Earn Smart
Asosiasi 'Fintech Lending' Buka Suara Soal Pencabutan Izin Usaha TaniFund

Asosiasi "Fintech Lending" Buka Suara Soal Pencabutan Izin Usaha TaniFund

Whats New
Pihak Minimarket Diminta Ikut Tanggung Jawab Keamanan Parkir, Asosiasi: Kami Sudah Pasang CCTV dan Beri Peringatan

Pihak Minimarket Diminta Ikut Tanggung Jawab Keamanan Parkir, Asosiasi: Kami Sudah Pasang CCTV dan Beri Peringatan

Whats New
Pasar Kripto 'Sideways', Simak Tips 'Trading' untuk Pemula

Pasar Kripto "Sideways", Simak Tips "Trading" untuk Pemula

Earn Smart
Sederet Langkah Kemenhub Pasca Kasus Kekerasan di STIP Jakarta

Sederet Langkah Kemenhub Pasca Kasus Kekerasan di STIP Jakarta

Whats New
Harga Emas Terbaru 10 Mei 2024 di Pegadaian

Harga Emas Terbaru 10 Mei 2024 di Pegadaian

Spend Smart
Harga Emas Antam: Detail Harga Terbaru Pada Jumat 10 Mei 2024

Harga Emas Antam: Detail Harga Terbaru Pada Jumat 10 Mei 2024

Spend Smart
Gandeng BUMDes, Anak Usaha SMGR Kembangkan Program Pengelolaan Sampah

Gandeng BUMDes, Anak Usaha SMGR Kembangkan Program Pengelolaan Sampah

Whats New
Daftar 27 Bandara Baru yang Dibangun Selama Pemerintahan Presiden Jokowi

Daftar 27 Bandara Baru yang Dibangun Selama Pemerintahan Presiden Jokowi

Whats New
Harga Bahan Pokok Jumat 10 Mei 2024, Harga Ikan Kembung Naik

Harga Bahan Pokok Jumat 10 Mei 2024, Harga Ikan Kembung Naik

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com