Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

UU Perkoperasian yang Baru Bakal Atur 4 Penguatan Ekosistem, Apa Saja?

Kompas.com - 21/09/2022, 09:30 WIB
Agustinus Rangga Respati,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM) masih menggodok draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Perkoperasian untuk menggantikan UU Nomor 25 Tahun 1992.

Menteri Koperasi dan UKM (MenkopUKM) Teten Masduki mengatakan, berbagai isu yang dipetakan dalam draf tersebut mencakup ketentuan modal, pola tata kelola, perluasan lapangan usaha, dan penguatan ekosistem perkoperasian.

"Saya menilai, UU baru ini akan menjadi solusi sistemik, serta solusi jangka panjang untuk membangun koperasi Indonesia menjadi lebih sehat, kuat, mandiri, dan tangguh," kata dia dalam siaran pers, dikutip Rabu (21/9/2022).

Ia mengungkapkan, penguatan ekosistem perkoperasian akan dilakukan dengan beberapa upaya.

Baca juga: Teten Masduki Pastikan Semua Koperasi Nelayan Bisa Jadi Mitra Pertamina Salurkan BBM Bersubsidi

Pertama, dengan inisiatif pendirian Lembaga Pengawas Independen untuk memperkuat pengawasan, khususnya bagi sektor simpan pinjam koperasi.

"Koperasi-koperasi skala menengah dan besar dengan jumlah anggota puluhan dan bahkan ratusan ribu orang, pengawasannya perlu diperkuat agar lebih prudent dan menjadi terpercaya," tegas dia.

Kedua, inisiatif pendirian Lembaga Penjamin Simpanan Koperasi. Tujuannya, untuk membangun rasa aman dan nyaman bagi anggota-anggota koperasi dalam menyimpan dananya di koperasi.

"Hal ini sesuai dengan aspirasi gerakan koperasi di Indonesia bahwa Lembaga Penjamin Simpanan Koperasi adalah mutlak dibutuhkan untuk memperkuat ekosistem perkoperasian saat ini," ujar Teten.

Baca juga: Kukuhkan Koperasi Srikandi Beranggotakan Istri-istri Eks Napiter di Solo, Kadensus 88: Ada Kemauan Mereka Terbuka

 


Ketiga, pengaturan tentang kepailitan, yang mengatur kepailitan suatu koperasi hanya dapat ditetapkan oleh pejabat berwenang.

Tujuannya, agar penanganan masalah dalam koperasi dapat mengikuti tahap-tahap yang tepat dan tidak terganggu klaim pailit, baik internal maupun tuntutan dari eksternal.

"Kepailitan memang benar-benar obyektif melalui serangkaian mekanisme atau proses dan penetapan tertentu," imbuh dia.

Keempat, pengaturan sanksi pidana yang dibutuhkan untuk melindungi badan hukum, anggota, dan masyarakat luas dari penyalahgunaan atau penyelewengan praktik berkoperasi.

Dengan pengaturan pidana, Teten yakin berbagai celah yang selama ini dimanfaatkan oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab menjadi berkurang.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com