JAKARTA, KOMPAS.com - Bank Indonesia (BI) tidak biasanya menaikkan suku bunga acuan langsung 50 basis poin (bps) pada RDG September 2022. Keputusan ini cukup mengejutkan lantaran mayoritas ekonom memperkirakan kenaikannya hanya 25 bps.
Ekonom sekaligus Co-Founder dan Dewan Pakar Institute of Social, Economic and Digital (ISED) Ryan Kiryanto mengatakan, keputusan RDG BI kali ini menegaskan stance BI ke depan lebih ketat atau hawkish dengan pertimbangan utama ekspektasi inflasi yang melampaui sasaran inflasi yang 2-4 persen pasca kenaikan harga BBM.
"Dengan kenaikan BI rate sebesar 50 bps menjadi 4,25 persen, memberikan indikasi bahwa langkah kebijakan pengetatan sudah dimulai," ujarnya dalam keterangan tertulis, Kamis (22/9/2022).
Baca juga: Suku Bunga Acuan BI Naik, Bank Bakal Segera Kerek Bunga Kredit?
Dia melanjutkan, sektor keuangan seperti perbankan akan merespons keputusan ini dnegan hati-hati yaitu dengan menetapkan pricing atau suku bunga yang sesuai dan akomodatif dengan kondisi likuiditas masing-masing bank.
Sementara dari sisi pelaku dunia usaha, juga akan melakukan kalkulasi ulang baik pada posisi penempatan dananya sebagai deposan maupun pada posisi selaku peminjam dana baik obligor maupun debitur.
Pelaku usaha disarankan untuk mulai melakukan peninjauan ulang terhadap pos-pos biaya atau pengeluaran tetap dan tidak tetap maupun pos-pos penerimaan tetap dan tidak tetap agar laju arus kas, kondisi likuiditas, dan profitabilitas tetap terjaga dengan baik dan berkelanjutan.
Kendati demikian, dia meminta para pelaku usaha untuk tetap tenang menghadapi dampak yang ditimbulkan dari kenaikan suku bunga acuan BI ini.
Baca juga: Suku Bunga dan Biduk Kebijakan Bank Indonesia
Sebab, BI masih memberikan ruang bagi pertumbuhan ekonomi melalui kebijakan non bunga, antara lain melanjutkan penjualan atau pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder melalui operation twist untuk memperkuat stabilisasi nilai tukar rupiah, melanjutkan kebijakan transparansi suku bunga dasar kredit (SBDK) dengan pendalaman pada aspek profitabilitas bank
Selain itu, BI juga tetap mendorong percepatan dan perluasan implementasi digitalisasi pembayaran di daerah melalui pemanfaatan momentum pelaksanaan dan penetapan pemenang Championship Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Daerah (P2DD), dan mendorong akselerasi pencapaian QRIS 15 juta pengguna serta peningkatan penggunaan BI-FAST dalam transaksi pembayaran.
"Intinya, pelaku sektor keuangan dan dunia usaha tetap harus tenang menyikapi kebijakan bank sentral yang kali ini menunjukkan sinyal pengetatan ini," ucapnya.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.