Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Konversi Kompor Elpiji Ke Kompor Listrik, Pengamat: Apa Kabar Program Jargas?

Kompas.com - 23/09/2022, 13:42 WIB
Kiki Safitri,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Pemerintah mulai melakukan uji coba konversi kompor elpiji ke kompor listrik. Namun bayak pihak yang mengeluhkan mahalnya biaya penggunaan kompor listrik ini, serta ketidaksesuaiannya dengan model memasak masyarakat Indonesia. Di sisi lain anggaran pengadaan kompor listrik juga tidak kecil.

Rencananya pemerintah akan membagikan kompor listrik 1.000 watt kepada 300.000 rumah tangga, dengan harga per unitnya Rp 1,8 juta. Dengan demikian maka anggaran yang dibutuhkan untuk pengadaan kompor listrik sekitar Rp 540 miliar.

“Tidak hanya di harga kompor yang mahal, awal-awal mungkin memang gratis, kalau terjadi kerusakan, atau ganti baru kan ini enggak tanggungan pemerintah lagi. Alat masaknya juga spesifik, juga tidak cocok dengan karakteristik memasak masyarakat Indonesia,” kata pengamat Energi dari Reforminer Institute, Komaidi Notonegoro, kepada Kompas.com, Jumat (23/9/2022).

Baca juga: Boros Mana Masak Pakai Kompor Listrik Vs Elpiji?

Komaidi juga mengungkapkan, karakteristik masyarakat Indonesia dalam memasak dalam jumlah besar, tentunya harus dipertimbangkan lagi jika pemerintah tetap melanjutkan program konversi kompor elpiji ke kompor listrik. Di sisi lain, juga perlu antisipasi saat ada pemadaman listrik yang tentunya akan menghambat proses memasak.

“Kalau masak dalam jumlah besar cocok enggak dengan karakteristik masyarakat Indonesia. Hal seperti itu teknisnya harus diperhatikan. Kalau untuk masak besar, selain masalah waktu, pasokan listriknya juga akan menjadi masalah, jika sewaktu-waktu mati listrik misalnya,” ujar dia.

Komaidi menjelaskan, kurang bijaksana jika pemerintah melakukan konversi kompor elpiji ke kompor listrik, karena sebagian masyarakat masih perlu kompor gas elpiji. Ada baiknya jika kompor listrik dijadikan sebagai pelengkap saja, sebagai bentuk diversifikasi energi, karena jika semua beralih ke listrik maka pertahanan energi-nya cukup rawan.

“Ini bijaksananya sebagai pelengkap atau diversifikasi energi, bukan untuk menggantikan. Enggak apa-apa kompor listrik jalan, tapi segmennya dipilih, jangan semua pakai listrik. Kalau semua pakai listrik, pertahanan energinya bisa rawan,” tambah dia.

Dia juga mengingatkan soal Pembangunan jargas untuk rumah tangga merupakan salah satu Program Strategis Nasional (PSN) yang mendukung diversifikasi energi. Komaidi mengungkapkan, dalam program konversi kompor elpiji ke kompor listrik ini memiliki tujuan mengurangi impor migas, maka program jargas tentunya bisa menjadi solusi.

“Kalau tujuannya mengurangi impor elpiji, kan pakai gas bumi juga bisa, dan kita punya. Tapi jika mengurangi masalah oversupply PLN, ini mungkin akan lebih relevan ya,” lanjut dia.

Menurut dia, jargas merupakan energi primer yang tentunya harganya lebih murah. Berbeda dengan jaringan listrik yang sekunder, dimana ada ada ketergantungan pada bahan bakar fosil batu bara yang dominan di hulu.

“Jargas lebih murah daripada elpiji. Kalau elpiji itu kan energi primer, kalau kompor listrik kan energi skunder. Secara logika harganya lebih mahal di bandingkan yang primer. Kenapa jargas tidak dipakai? Inikan anggarannya besar, apalagi menjelang tahun politik, jangan sampai menimbulkan kekhawatiran,” tegas dia.

Baca juga: Gonta-ganti Kebijakan: Minyak Tanah ke Elpiji, Elpiji ke Jargas, Kini Elpiji ke Kompor Listrik

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

HET Beras Bulog Naik, YLKI Khawatir Daya Beli Masyarakat Tergerus

HET Beras Bulog Naik, YLKI Khawatir Daya Beli Masyarakat Tergerus

Whats New
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Lampaui Malaysia hingga Amerika Serikat

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Lampaui Malaysia hingga Amerika Serikat

Whats New
KKP Terima 99.648 Ekor Benih Bening Lobster yang Disita TNI AL

KKP Terima 99.648 Ekor Benih Bening Lobster yang Disita TNI AL

Rilis
Di Hadapan Menko Airlangga, Wakil Kanselir Jerman Puji Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Di Hadapan Menko Airlangga, Wakil Kanselir Jerman Puji Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Whats New
Soal Rencana Kenaikan Tarif KRL, Anggota DPR: Jangan Sampai Membuat Penumpang Beralih...

Soal Rencana Kenaikan Tarif KRL, Anggota DPR: Jangan Sampai Membuat Penumpang Beralih...

Whats New
Menteri ESDM Pastikan Perpanjangan Izin Tambang Freeport Sampai 2061

Menteri ESDM Pastikan Perpanjangan Izin Tambang Freeport Sampai 2061

Whats New
Pertumbuhan Ekonomi 5,11 Persen, Sri Mulyani: Indonesia Terus Tunjukan 'Daya Tahannya'

Pertumbuhan Ekonomi 5,11 Persen, Sri Mulyani: Indonesia Terus Tunjukan "Daya Tahannya"

Whats New
“Wanti-wanti” Mendag Zulhas ke Jastiper: Ikuti Aturan, Kirim Pakai Kargo

“Wanti-wanti” Mendag Zulhas ke Jastiper: Ikuti Aturan, Kirim Pakai Kargo

Whats New
Astra Honda Motor Buka Lowongan Kerja untuk D3-S1, Simak Kualifikasinya

Astra Honda Motor Buka Lowongan Kerja untuk D3-S1, Simak Kualifikasinya

Work Smart
Jadwal Lengkap Perjalanan Ibadah Haji 2024

Jadwal Lengkap Perjalanan Ibadah Haji 2024

Whats New
Kasus SPK Fiktif Rugikan Rp 80 Miliar, Kemenperin Oknum Pegawai yang Terlibat

Kasus SPK Fiktif Rugikan Rp 80 Miliar, Kemenperin Oknum Pegawai yang Terlibat

Whats New
Laba Bersih Avrist Assurance Tumbuh 18,3 Persen pada 2023

Laba Bersih Avrist Assurance Tumbuh 18,3 Persen pada 2023

Whats New
Mendag Zulhas Usul HET Minyakita Naik Jadi Rp 15.000 Per Liter

Mendag Zulhas Usul HET Minyakita Naik Jadi Rp 15.000 Per Liter

Whats New
Marak Modus Penipuan Undangan Lowker, KAI Imbau Masyarakat Lebih Teliti

Marak Modus Penipuan Undangan Lowker, KAI Imbau Masyarakat Lebih Teliti

Whats New
Vira Widiyasari Jadi Country Manager Visa Indonesia

Vira Widiyasari Jadi Country Manager Visa Indonesia

Rilis
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com