Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rupiah Bisa Tembus Rp 16.000 Per Dollar AS, Pemerintah Diminta Tak Hanya Andalkan Suku Bunga Acuan

Kompas.com - 07/11/2022, 11:39 WIB
Isna Rifka Sri Rahayu,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Nilai tukar rupiah masih terus melemah, bahkan sejak pekan lalu telah tembus ke level Rp 15.700 per dollar AS.

Ekonom sekaligus Direktur Center of Economic and Law Studies Bhima Yudhistira mengatakan, rupiah berpotensi tembus Rp 16.000 per dollar AS sebelum 2023.

Pasalnya, bank sentral AS (The Fed) masih gencar menaikkan suku bunga acuannya sehingga memicu tekanan kurs ke negara berkembang, termasuk Indonesia.

Baca juga: BI Ungkap Penyebab Rupiah Tembus Rp 15.700 di Kala Mata Uang Asia Lainnya Menguat

Sepanjang 2022 ini, The Fed telah enam kali menaikkan suku bunga acuannya dengan total kenaikan sebesar 375 basis poin (bps) atau 3,75 persen menjadi 3.75-4.00 persen. Kenaikan ini diperkirakan masih akan berlanjut.

"Rupiah bisa melemah ke Rp 16.000 dalam waktu dekat, bahkan sebelum 2023," ujarnya kepada Kompas.com, dikutip Senin (7/11/2022).

Selain itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun depan diperkirakan akan lebih melambat dibandingkan tahun ini disebabkan karena tahun politik, moderasi harga komoditas, hingga resesi global.

Dia mengatakan, dengan keadaan seperti itu, pemerintah seharusnya tidak hanya mengandalkan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI). Sebab sebut dia, akan percuma jika suku bunga acuan naik dengan agresif namun tidak diiringi dengan kebijakan di sisi fiskal.

"Pemerintah kan sering bilang ada resesi global, tapi kebijakannya tidak nyambung, seolah Indonesia paling kuat sendirian. Buktinya belum ada paket kebijakan anti resesi yang dirilis. Sementara pertahanan kurs mulai rapuh," ucapnya.

Dia melanjutkan, selama Semester I 2022 pergerakan nilai tukar rupiah memang baik karena ditopang harga komoditas. Namun kondisi tersebut tidak akan berlangsung dalam jangka panjang.

"Sekarang tanda-tanda kerapuhan terlihat dari Baltic Dry Index yang anjlok 53,4 persen secara tahunan dan 30,8 persen secara bulanan. Tidak mungkin harga komoditas terus naik, kalau aktivitas kargo yang mencerminkan permintaan global turun," tukasnya.

Diberitakan sebelumnya, Kepala Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia (BI) Edi Susianto mengatakan, pergerakan hampir semua mata uang Asia dalam tren penurunan selama 1-3 bulan terakhir.

Hal ini disebabkan sikap bank sentral AS (The Fed) yang agresif menaikkan suku bunga acuan.

Selain itu, kondisi perekonomian di Eropa dan United Kingdom yang mengalami pemburukan, isu geopolitik Rusia-Ukraina yang masih berkepanjangan, ditambah sentimen ancaman kemungkinan geopolitik baru China-Taiwan turut mentrigger pelemahan mata uang Asia.

Kendati demikian, dia bilang, BI akan terus memastikan agar volatilitas nilai tukar ini tidak menyebabkan gejolak perubahan harga barang di dalam negeri.

"Ruang penguatan rupiah masih terbuka kemungkinannya, mengingat fundamental ekonomi Indonesia yang dinilai positif," ujarnya saat dihubungi Kompas.com, Jumat (4/11/2022).

Baca juga: Rupiah Sedang Tertekan, Reksa Dana Pasar Uang Dinilai Bisa Jadi Alternatif

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com