Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tolak Sistem "No Work No Pay", Buruh: Itu Langgar Undang-undang Ketenagakerjaan

Kompas.com - 10/11/2022, 18:40 WIB
Ade Miranti Karunia,
Akhdi Martin Pratama

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Buruh atau pekerja menolak usulan dari pengusaha kepada pemerintah baru-baru ini terkait sistem kerja no work no pay (tidak bekerja, tidak dibayar).

"Hal itu melanggar Undang-undang Ketenagakerjaan. Upah buruh Indonesia bersifat upah bulanan, bukan upah harian. Dalam UU Ketenagakerjaan tidak boleh memotong gaji pokok," kata Presiden Partai Buruh yang juga Presiden KSPI, Said Iqbal dalam pernyataan tertulisnya, Kamis (10/11/2022).

Lebih lanjut Said Iqbal menjelaskan, dalam Pasal 93 UU Ketenagakerjaan ditegaskan bahwa upah buruh harus tetap dibayar.

Baca juga: Dalih Cegah PHK, Pengusaha Minta Kemenaker Terbitkan Aturan Tidak Bekerja Tidak Dibayar

Dengan perjanjian jika buruh bersedia melakukan pekerjaan yang telah dijanjikan tetapi pengusaha tidak mempekerjakannya, baik karena kesalahan sendiri maupun halangan yang seharusnya dapat dihindari pengusaha.

Dalam hal ini buruh ingin tetap bekerja, bukan dirumahkan. Maka upah harus tetap dibayar. "Terkait dengan dalih merumahkan untuk menghindari PHK, itu hanya akal-akalan saja. Tidak ada alasan untuk pengusaha lakukan PHK karena pertumbuhan ekonomi Indonesia terbaik nomor 3 dunia," tegasnya.

Selain itu, buruh juga menolak kenaikan upah minimum masih mengacu Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan. PP 36/2021 merupakan aturan turunan dari UU Cipta Kerja.

Menurutnya, Omnibus Law UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat. Dengan demikian, PP tersebut juga bersifat inskonstitusional.

"Jadi yang dipakai rumus kenaikan UMK adalah inflasi plus pertumbuhan ekonomi yaitu sebesar 13 persen," ujar Said Iqbal.

Baca juga: Cegah PHK, Pengusaha Dorong Kemenaker Buat Aturan Jam Kerja yang Fleksibel

Sebelumnya, dalam Rapat Kerja (Raker) dengan Komisi IX DPR RI, pengusaha meminta kepada pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) menerbitkan aturan tentang jam kerja fleksibel.

Tujuannya agar pengusaha bisa memberlakukan no work no pay (tidak bekerja tidak dibayar). Wakil Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Anne Patricia Sutanto mengatakan, bila diterbitkannya aturan tersebut maka perusahaan bisa memberlakukan jam kerja minimal 30 jam seminggu.

"Saat ini kan undang-undang kita menyatakan 40 jam seminggu. Untuk mengurangi jumlah PHK supaya fleksibilitas itu ada dengan asas no work no pay pada saat tidak bekerja," kata Anne dalam Rapat Kerja (Raker) dengan Komisi IX DPR RI dan Menaker, Selasa (8/11/2022).

Pengusaha pun berupaya membujuk Komisi IX agar merestui kebijakan dari Kemenaker terkait no work no pay sehingga bisa diterima oleh para pembeli dari luar negeri yang selalu menginginkan adanya supremasi hukum oleh dunia usaha.

Baca juga: Upah Minimum 2023 Naik di Tengah Bayang-bayang Badai PHK akibat Resesi

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com