Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kampanye Negatif Lembaga Asing Bikin Komoditas Sawit dan Tembakau Sepi Permintaan

Kompas.com - 23/11/2022, 17:37 WIB
Ade Miranti Karunia,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pertumbuhan ekonomi nasional tidak bisa dilepaskan dari sejumlah komoditas strategis, dengan petani sebagai garda terdepan pertumbuhan.

Sayangnya, banyak gerakan kampanye negatif dan intervensi lembaga-lembaga asing terhadap komoditas tersebut membuat petani yang juga merupakan pahlawan ekonomi ini tertekan.

Beberapa komoditas tersebut di antaranya adalah sawit dan tembakau.

Baca juga: Perkuat Eksistensi Kelapa Sawit Berkelanjutan, ANJ Dorong Petani melalui Pelatihan untuk Tingkatkan Ketertelusuran

Ketua DPP Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Gulat Manurung bilang, meski tak secara langsung, aksi kampanye negatif terhadap komoditas sawit turut memengaruhi serapan panen para petani.

"Kampanye negatif terhadap sawit yang dilakukan LSM itu mengakibatkan citra minyak kelapa sawit mentah/crude palm oil (CPO) negatif di mata dunia. Itu kan bisa bikin negara lain membatalkan pesanan, dan akhirnya penyerapan pabrik dari petani juga pasti akan berkurang," ungkapnya melalui keterangan tertulis, Rabu (23/11/2022).

Baca juga: Teken MoU, China Beli Produk Sawit dan Perikanan Indonesia Senilai Rp 40 Triliun

 


Gulat menambahkan, aksi kampanye negatif ini memiliki motif perdagangan internasional. Menurutnya, terdapat pihak yang ingin merebut pasar minyak sawit Indonesia mengingat Indonesia menguasai 52 persen pasar minyak sawit dunia

Tekanan terhadap industri sawit, pasti akan berdampak pada kesejahteraan petani, sebab di Indonesia mayoritas perkebunan sawit dimiliki oleh petani swadaya. Berdasarkan data yang dihimpun oleh Kementerian Pertanian, jumlah petani sawit di Indonesia mencapai 2,74 juta kepala keluarga.

Sementara kontribusi industri ini mencapai 13,50 persen terhadap kinerja ekspor nonmigas. Adapun tahun 2021, Indonesia berhasil mengekspor 34,2 juta ton sawit.

“Serapan dari industri selama tiga bulan terakhir sudah bagus karena ekspor sudah kembali normal. Artinya stok dalam negeri dengan serapan untuk ekspor sudah berada pada titik normal. Akibatnya tentu serapan TBS petani kan bagus,” ujarnya.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com