Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Asal Mula Bupati Meranti Berseteru dengan Kemenkeu

Kompas.com - Diperbarui 13/12/2022, 08:52 WIB
Muhammad Idris

Penulis

Sumber Kompas.com

KOMPAS.com - Bupati Kepulauan Meranti Muhammad Adil meradang kepada orang-orang di Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Tak hanya itu, dia juga berencana menggugat Presiden Joko Widodo (Jokowi)

Kekesalannya ia sampaikan kepada Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kemenkeu Lucky Alfirman saat rapat koordinasi Pengelolaan Pendapatan Belanja Daerah se-Indonesia di Pekanbaru pada Kamis (9/12/2022).

Pertemuan Kemenkeu dengan para kepala daerah itu juga ditayangkan dalam akun YouTube Diskominfotik Provinsi Riau

Pada kesempatan itu, Adil bertanya soal dana bagi hasil (DBH) minyak dan gas (Migas) di Kepulauan Meranti kepada Kemendagri dan Kemenkeu.

Awal mula kemarahan

Baca juga: Cuma Didapat Yogyakarta, Apa Itu Dana Keistimewaan?

Awalnya, Muhammad Adil mengeluhkan kalau Meranti merupakan salah satu daerah termiskin di Indonesia dengan jumlah penduduk miskin mencapai 25,68 persen.

Padahal wilayah ini merupakan penghasil minyak mentah yang beberapa waktu belakangan harganya melambung.

Namun dia menyebut, dana bagi hasil yang didapatkan wilayahnya tak sebanding dengan produksi dan kenaikan harga minyak.

Adil menyebut, lifting minyak Meranti saat ini mencapai 7.500 barel per hari, dari sebelumnya hanya di kisaran 3.000-4.000 barel per hari.

Sementara asumsi harga minyak dalam anggaran negara naik menjadi 100 dollar AS per barel dari sebelumnya 60 dollar AS per barel. Tapi dana bagi hasil yang diterimanya untuk tahun ini sebesar Rp 115 miliar, hanya naik sekitar Rp 700 juta dari sebelumnya.

Baca juga: Jadi Sumber Polemik Riau dan Sumbar, Apa Itu Pajak Air Permukaan?

"Meranti itu daerah termiskin se-Indonesia, penghasil minyak, termiskin, ekstrem lagi. Pertanyaan saya, bagaimana kami tidak miskin, uang kami tidak dikasihkan," ungkap Adil.

Melihat kondisi yang menurutnya kontras itu, Adil sempat bersurat ke Menteri Keuangan Sri Mulyani agar dana bagi hasil bisa bertambah karena kenaikan harga minyak.

Namun respon yang diterimanya dinilai kurang baik, ia pun mengaku cukup emosi karena suratnya yang dikirimkan sebanyak 3 kali hanya dijawab dengan rapat online.

"Saya sudah berulang kali sampai tiga kali menyurati Bu Menteri (Keuangan) untuk audiensi, tapi alasannya Kementerian Keuangan mintanya online, online, online. Kalau dituntut untuk pendapatannya bertambah, untuk kami sudah bertambah cukup besar," kata dia.

Baca juga: Apa yang Sesungguhnya Terjadi di Sabah hingga Aset Petronas Disita?

Dari situlah awal mula kekesalannya terhadap instansi bendahara negara itu. Ia menilai, Kemenkeu tidak terbuka dalam perhitungan bagi hasil.

"Saya di 2022 dapat dana bagi hasil Rp 114 miliar. Waktu itu hitungannya 60 dollar AS per barel di perencanaan pembahasan APBD 2022. Di 2023, pembahasan APBD kami dapat mengikuti nota pidato Pak Presiden Agustus lalu, 1 barel 100 dollar AS," ujar Adil.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com