Alasan impor beras lain adalah kekurangan cadangan beras pemerintah (CBP). Beberapa informasi menyatakan bahwa cadangan beras pemerintah saat ini semakin menipis sehingga perlu menambah pasokan.
Bulog diberi tugas melakukan impor beras untuk mengisi CBP. Ini cara yang cepat dan sederhana.
Cadangan Beras Pemerintah adalah persediaan beras yang dikuasai dan dikelola oleh Pemerintah melalui Perum BULOG.
CBP digunakan sebagai cadangan untuk penanggulangan risiko kekurangan pasokan, termasuk jika terjadi keadaan darurat bencana dan kerawanan pangan pascabencana.
Cadangan beras pemerintah dikhawatirkan akan semakin merosot hingga akhir 2022. Target stok beras sebesar 1,2 juta ton pada Desember 2022, diperkirakan tak bisa tercapai. Lagi-lagi solusi cepatnya adalah impor.
Alasan ketiga adalah mengantisipasi risiko gagal panen tahun depan. Petani menghadapi risiko gagal panen menyusul prediksi La Nina yang menguat hingga Desember 2022 dan mereda pada Maret 2023.
Hal ini juga berpotensi pada turunnya kualitas panen dan mundurnya panen raya awal 2023.
Kantor Meteorologi (Bureau of Meteorology) Australia pada Selasa (10/11/2022), merilis indikator atmosfer dan lautan menunjukkan adanya gejala La Nina kuat hingga awal 2023 di Samudra Pasifik. Gejala La Nina dipekirakan baru akan mereda pada Maret 2023.
Jadi tampaknya alasan impor beras sudah cukup kuat. Bahkan ada yang berpendapat bahwa langkah pemerintah untuk melakukan impor beras sekarang ini justru sudah terlambat.
Sebab, harga beras saat ini sudah terlanjur naik dan risiko gagal panel tahun depan sudah dipredikasi secara ilmiah.
"Kalau impor sekarang itu sebenarnya sudah terlambat. Meskipun harusnya kalau memang betul-betul impor karena CBP kurang, ya sudah seharusnya segera didatangkan dan dikeluarkan sekarang untuk mengerem harga. Jangan sampai ini terus berlanjut atau harga akan naik terus sampai awal Februari," ujar Sutarto, mantan Kepala BULOG.
Sutarto menambahkan, "Kalau memang sudah diputuskan, misal, karena stok kurang kemudian kita melakukan impor pada bulan Agustus, cadangan itu bisa langsung dilepas untuk mengisi akhir tahun sampai dengan Januari atau awal Februari. Sehingga harga bisa direm. Kalau baru impor sekarang, menurut saya sudah sangat terlambat."
Entah mana yang benar, sering terjadi perdebatan mengenai data produksi dan konsumsi beras. Apakah dari Kementerian Pertanian, Badan Ketahanan Pangan, BULOG atau dari BPS.
Terlepas dari perdebatan mengenai akurasi data, persoalan pokoknya adalah produktivitas beras di Indonesia yang rendah dibandingkan dengan negara tetangga seperti Thailand dan Vietnam.
Laporan International Rice Research Institute (IRRI) menyebutkan ongkos produksi beras di Indonesia minimal dua kali lebih tinggi dibandingkan dengan Vietnam dan Thailand.