Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Anggito Abimanyu
Dosen UGM

Dosen Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Ketua Departemen Ekonomi dan Bisnis, Sekolah Vokasi UGM. Ketua Bidang Organisasi, Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia

Mengapa Impor Beras?

Kompas.com - 19/12/2022, 07:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Alasan impor beras lain adalah kekurangan cadangan beras pemerintah (CBP). Beberapa informasi menyatakan bahwa cadangan beras pemerintah saat ini semakin menipis sehingga perlu menambah pasokan.

Bulog diberi tugas melakukan impor beras untuk mengisi CBP. Ini cara yang cepat dan sederhana.

Cadangan Beras Pemerintah adalah persediaan beras yang dikuasai dan dikelola oleh Pemerintah melalui Perum BULOG.

CBP digunakan sebagai cadangan untuk penanggulangan risiko kekurangan pasokan, termasuk jika terjadi keadaan darurat bencana dan kerawanan pangan pascabencana.

Cadangan beras pemerintah dikhawatirkan akan semakin merosot hingga akhir 2022. Target stok beras sebesar 1,2 juta ton pada Desember 2022, diperkirakan tak bisa tercapai. Lagi-lagi solusi cepatnya adalah impor.

Alasan ketiga adalah mengantisipasi risiko gagal panen tahun depan. Petani menghadapi risiko gagal panen menyusul prediksi La Nina yang menguat hingga Desember 2022 dan mereda pada Maret 2023.

Hal ini juga berpotensi pada turunnya kualitas panen dan mundurnya panen raya awal 2023.

Kantor Meteorologi (Bureau of Meteorology) Australia pada Selasa (10/11/2022), merilis indikator atmosfer dan lautan menunjukkan adanya gejala La Nina kuat hingga awal 2023 di Samudra Pasifik. Gejala La Nina dipekirakan baru akan mereda pada Maret 2023.

Jadi tampaknya alasan impor beras sudah cukup kuat. Bahkan ada yang berpendapat bahwa langkah pemerintah untuk melakukan impor beras sekarang ini justru sudah terlambat.

Sebab, harga beras saat ini sudah terlanjur naik dan risiko gagal panel tahun depan sudah dipredikasi secara ilmiah.

"Kalau impor sekarang itu sebenarnya sudah terlambat. Meskipun harusnya kalau memang betul-betul impor karena CBP kurang, ya sudah seharusnya segera didatangkan dan dikeluarkan sekarang untuk mengerem harga. Jangan sampai ini terus berlanjut atau harga akan naik terus sampai awal Februari," ujar Sutarto, mantan Kepala BULOG.

Sutarto menambahkan, "Kalau memang sudah diputuskan, misal, karena stok kurang kemudian kita melakukan impor pada bulan Agustus, cadangan itu bisa langsung dilepas untuk mengisi akhir tahun sampai dengan Januari atau awal Februari. Sehingga harga bisa direm. Kalau baru impor sekarang, menurut saya sudah sangat terlambat."

Entah mana yang benar, sering terjadi perdebatan mengenai data produksi dan konsumsi beras. Apakah dari Kementerian Pertanian, Badan Ketahanan Pangan, BULOG atau dari BPS.

Intensifikasi vs ekstensifikasi

Terlepas dari perdebatan mengenai akurasi data, persoalan pokoknya adalah produktivitas beras di Indonesia yang rendah dibandingkan dengan negara tetangga seperti Thailand dan Vietnam.

Laporan International Rice Research Institute (IRRI) menyebutkan ongkos produksi beras di Indonesia minimal dua kali lebih tinggi dibandingkan dengan Vietnam dan Thailand.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Melalui Aplikasi Livin' Merchant, Bank Mandiri Perluas Jangkauan Nasabah UMKM

Melalui Aplikasi Livin' Merchant, Bank Mandiri Perluas Jangkauan Nasabah UMKM

Whats New
Hari Tuna Sedunia, KKP Perluas Jangkauan Pasar Tuna Indonesia

Hari Tuna Sedunia, KKP Perluas Jangkauan Pasar Tuna Indonesia

Whats New
Terima Peta Jalan Aksesi Keanggotaan OECD, Indonesia Siap Tingkatkan Kolaborasi dan Partisipasi Aktif dalam Tatanan Dunia

Terima Peta Jalan Aksesi Keanggotaan OECD, Indonesia Siap Tingkatkan Kolaborasi dan Partisipasi Aktif dalam Tatanan Dunia

Whats New
Pasarkan Produk Pangan dan Furnitur, Kemenperin Gandeng Pengusaha Ritel

Pasarkan Produk Pangan dan Furnitur, Kemenperin Gandeng Pengusaha Ritel

Whats New
Punya Manfaat Ganda, Ini Cara Unit Link Menunjang Masa Depan Gen Z

Punya Manfaat Ganda, Ini Cara Unit Link Menunjang Masa Depan Gen Z

BrandzView
Asosiasi Dukung Pemerintah Cegah Penyalahgunaan Narkoba pada Rokok Elektrik

Asosiasi Dukung Pemerintah Cegah Penyalahgunaan Narkoba pada Rokok Elektrik

Whats New
Impor Bahan Baku Pelumas Tak Lagi Butuh Pertek dari Kemenperin

Impor Bahan Baku Pelumas Tak Lagi Butuh Pertek dari Kemenperin

Whats New
Cara Isi Token Listrik secara Online via PLN Mobile

Cara Isi Token Listrik secara Online via PLN Mobile

Work Smart
Pencabutan Status 17 Bandara Internasional Tak Berdampak ke Industri Penerbangan

Pencabutan Status 17 Bandara Internasional Tak Berdampak ke Industri Penerbangan

Whats New
Emiten Sawit Milik TP Rachmat (TAPG) Bakal Tebar Dividen Rp 1,8 Triliun

Emiten Sawit Milik TP Rachmat (TAPG) Bakal Tebar Dividen Rp 1,8 Triliun

Whats New
Adu Kinerja Keuangan Bank BUMN per Kuartal I 2024

Adu Kinerja Keuangan Bank BUMN per Kuartal I 2024

Whats New
Setelah Investasi di Indonesia, Microsoft Umumkan Bakal Buka Pusat Data Baru di Thailand

Setelah Investasi di Indonesia, Microsoft Umumkan Bakal Buka Pusat Data Baru di Thailand

Whats New
Emiten Persewaan Forklift SMIL Raup Penjualan Rp 97,5 Miliar pada Kuartal I 2024

Emiten Persewaan Forklift SMIL Raup Penjualan Rp 97,5 Miliar pada Kuartal I 2024

Whats New
BNI Danai Akusisi PLTB Sidrap Senilai Rp 1,76 Triliun

BNI Danai Akusisi PLTB Sidrap Senilai Rp 1,76 Triliun

Whats New
Soroti Kinerja Sektor Furnitur, Menperin: Masih di Bawah Target

Soroti Kinerja Sektor Furnitur, Menperin: Masih di Bawah Target

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com