Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kaleidoskop 2022: Gelombang PHK dan Sederet Masalah di Sektor Ketenagakerjaan

Kompas.com - 25/12/2022, 11:05 WIB
Ade Miranti Karunia,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Sektor ketenagakerjaan menjadi sorotan publik sepanjang 2022. Hal itu tak lepas karena sektor tersebut diterpa banyak persoalan.

Mulai dari terjadinya gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) hingga polemik penetapan upah minimum 2023.

Kompas.com merangkum beberapa peristiwa penting di sektor ketenagakerjaan pada 2022.

Gelombang PHK

Gelombang PHK massal yang terjadi sejak awal tahun 2022 terus bergulir di tengah kabar bayang-bayang resesi yang diprediksi terjadi pada 2023.

Sayurbox, Ajaib, Sirclo, GrabKitchen, GoTo, Ruangguru, Shopee, LinkAja, SiCepat, Zenius, Tanihub, Glints, hingga JD.ID merupakan perusahaan rintisan (startup) teknologi yang telah melakukan PHK terhadap karyawannya.

Baca juga: Ramalan Pengusaha dan Upaya Pencegahan PHK

Sementara itu, berdasarkan hasil survei Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) pada 1-16 November 2022, sebanyak 149 dari 233 perusahaan tekstil telah melakukan pengurangan 85.951 karyawan, dengan 37.000 karyawan di antaranya berasal dari Jawa Barat.

Namun Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) menyebut hanya terjadi PHK kepada 10.765 pekerja per September 2022. Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah mengatakan angka ini masih lebih rendah dibandingkan kasus PHK pada 2 tahun sebelumnya.

"Kalau kita lihat kasus pemutusan hubungan kerja 2019 sampai dengan September 2022, PHK cukup tinggi terjadi pada tahun 2020 ketika kita mengalami pandemi Covid-19. Ini data per September yang diinput sejumlah 10.765 (kasus PHK)," ucapnya dalam Rapat Kerja (Raker) dengan Komisi IX DPR RI, Selasa (8/11/2022).

Kemudian dia memaparkan, PHK pada 2019 sebanyak 18.911 kasus dan melonjak menjadi 386.877 kasus pada 2020. Sedangkan pada 2021 turun menjadi 127.085 kasus PHK.

Baca juga: Selain JD.ID, Ini Daftar Perusahaan Teknologi yang Lakukan PHK Karyawan pada 2022

Polemik usulan no work no pay

Di tengah gelombang PHK, pengusaha menyuarakan usulannya kepada pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan agar menerbitkan aturan tentang jam kerja fleksibel. Tujuannya agar pengusaha bisa memberlakukan no work no pay (tidak bekerja tidak dibayar).

Menurut Wakil Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Anne Patricia Sutanto, bila aturan tersebut diterbitkan, maka perusahaan bisa memberlakukan jam kerja minimal 30 jam seminggu.

"Saat ini kan undang-undang kita menyatakan 40 jam seminggu. Untuk mengurangi jumlah PHK supaya fleksibilitas itu ada dengan asas no work no pay pada saat tidak bekerja," kata dia dalam Rapat Kerja (Raker) dengan Komisi IX DPR RI dan Menaker, Selasa (8/11/2022).

Pengusaha membujuk Komisi IX agar merestui usulan no work no pay sehingga dunia usaha bisa lebih leluasa di tengah pelemahan ekonomi global.

Namun usulan itu ditolak oleh buruh. Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan hal itu melanggar Undang-undang Ketenagakerjaan.

Baca juga: Tolak Sistem No Work No Pay, Buruh: Itu Langgar Undang-undang Ketenagakerjaan

Menurut dia, upah buruh Indonesia bersifat upah bulanan, bukan upah harian. Dalam UU Ketenagakerjaan tidak boleh memotong gaji pokok. Said Iqbal menjelaskan, dalam Pasal 93 UU Ketenagakerjaan ditegaskan bahwa upah buruh harus tetap dibayar.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com