JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi meminta Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi membatalkan wacana tarif baru Commuterline atau Kereta Rel Listrik (KRL) berdasarkan status sosial ekonomi penumpang atau kaya dan miskin.
"Terhadap wacana tersebut kami berpendapat sebaiknya Menhub membatalkan wacana kebijakan untuk menerapkan dual tarif di dalam tarif Commuter Line/KRL," kata Tulus saat dihubungi Kompas.com, Senin (2/1/2023).
Tulus mengatakan, wacana tarif KRL tersebut harus dibatalkan karena bermasalah dari sisi politik manajemen dan transportasi publik.
Baca juga: Wacana Tarif KRL Khusus Orang Kaya di 2023, Menhub: Bisa Rp 15.000
Ia mengatakan, subsidi untuk transportasi massal harus dilakukan dan merupakan insentif bagi para pengguna kendaraan pribadi yang menggunakan KRL.
Selain itu, menurut Tulus, sistem pembayaran tersebut secara operasional akan sulit diimplementasikan.
"Sistem dual tarif di lapangan akan menciptakan ketidakadilan baru dan bahkan berpotensi menimbulkan chaos dalam pelayanan, Sistem dual tarif jika diterapkan merupakan suatu kemunduran (setback) yang cukup serius," ujarnya.
Tulus berpendapat pemerintah sebaiknya melakukan melakukan review terhadap tarif KRL Jabodetabek.
Ia mengatakan, berdasarkan survei YLKI, pemerintah memiliki ruang untuk menaikkan tarif KRL Jabodetabek sebesar Rp 2.000 untuk 25 km pertama.
"Atau jika tidak naik tarif, pemerintah musti menggelontorkan dana PSO pada managemen KCI, karena sesungguhnya tanggungjawab menyediakan transportasi publik adalah domainnya regulator," ucap dia.
Sebelumnya, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi memastikan tidak ada kenaikan tarif Kereta Rel Listrik (KRL) pada tahun 2023 mendatang.
"Kalau KRL enggak naik, Insya Allah sampai 2023 enggak naik, tapi nanti ada pakai kartu," kata Budi dalam Jumpa Pers Akhir Tahun 2022 di Gedung Kemenhub, Jakarta, Selasa (27/12/2022).
Kendati demikian, Budi mengatakan, bagi masyarakat yang berpenghasilan tinggi akan dikenakan penyesuaian tarif KRL.
"Yang berdasi, yang kemampuan finansialnya tinggi mesti bayarnya lain. Jadi kalau average sampai 2023 kita rencanakan tidak naik ya," ujarnya.
Baca juga: Simak Deretan Tarif yang Bakal Naik Tahun Ini
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.