Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Irvan Maulana
Direktur Center of Economic and Social Innovation Studies (CESIS)

Peneliti dan Penulis

Perppu Cipta Kerja dan Jebakan Produktivitas Semu

Kompas.com - 04/01/2023, 10:10 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Untuk mengimbanginya, Bank Indonesia (BI) merespons dengan kenaikan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebanyak 200 basis poin atau 2 persen sepanjang 2022 ini, dari sebelumnya 3,5 persen jadi 5,5 persen pada Desember 2022.

Kondisi tersebut tentu akan berdampak pada perlambatan ekonomi tahun 2023. OECD memperkiran pertumbuhan ekonomi global akan menurun ke 2,2 persen, setelah sebelumnya IMF memperkirakan 2,7 persen.

Ketidakpastian tersebut menjadi ancaman nyata bagi perkembangan ekonomi Indonesia yang akan memengaruhi kinerja ekspor, investasi dan bisnis nasional. Oleh karenanya pemerintah nekat menerbitkan Perppu.

Perlu dicatat bahwa ancaman yang dikhawatirkan pemerintah masih sebatas asumsi. Pemerintah terkesan inkonsisten dalam menerjemahkan kondisi perekonomian kita.

Di berbagai seminar outlook perekonomian 2023, hampir semua institusi justru menaruh optimisme pada progres pemulihan ekonomi kita. Tak tampak tanda-tanda bahaya yang perlu ditakutkan secara berlebihan.

Lantas, mengapa tiba-tiba pemerintah menerbitkan Perppu yang notabene dikeluarkan hanya saat genting saja? Maka, timbul pertanyaan, genting untuk siapa? Sudahkan Perppu melewati kajian yang matang?

Meski kita tahu, penerbitan Perppu diperpolehkan tanpa kajian dan naksah akademik. Namun, bukan berarti pemerintah lantas memvonis kegentingan tanpa riset yang matang.

Tentu sebenarnya masih banyak langkah antisipatif lainnya tanpa harus buru-buru menerbitkan peraturan baru. Dikhawatirkan, aturan baru justru akan kontraproduktif dan menimbulkan masalah-masalah baru di ekspektasi.

Salah satu pasal substantif yang menarik dikaji terkait cuti. Saya mencoba memahami dan menerjemahkan pernyataan salah satu pejabat Kementerian Kemenakertrans yang menyebutkan bahwa tidak ada perbedaan yang mencolok dengan aturan sebelumnya.

Jika memang tidak ada yang mencolok, mengapa harus diubah dengan memanfaatkan subjektivitas kegentingan?

Dalam Perppu tersebut menyebutkan, jika dalam sepekan ada 7 hari, dan pihak perusahaan menetapkan waktu kerja 6 hari bagi karyawannya, maka waktu libur atau istirahatnya adalah 1 hari.

Jika waktu kerjanya ditetapkan 5 hari, maka waktu liburnya otomatis tetap menjadi 2 hari. Begitu pula bila waktu kerja yang diberlakukan 5 hari, maka waktu libur atau istirahatnya 2 hari.

Begitu seterusnya, kalau terhadap pekerja diberlakukan hanya 4 hari kerja, maka tentunya waktu istirahatnya menjadi 3 hari.

Permasalahannya adalah durasi kerja di Indonesia masih didominasi 6 atau 5 hari dalam sepekan. Masih jarang ditemukan yang waktu kerja berdurasi 4 hari atau kurang dari dalam sepekan.

Terlepas apapun alasan di balik penerbitan Perppu, yang perlu digaris bawahi adalah pengurangan hak istirahat dan cuti akan menciptakan produktivitas semu, seperti presenteeism.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Usai Gempa Garut, Pertamina Pastikan SPBU hingga Pangkalan Elpiji di Jabar Aman

Usai Gempa Garut, Pertamina Pastikan SPBU hingga Pangkalan Elpiji di Jabar Aman

Whats New
Kemenkop-UKM Tegaskan Tidak Melarang Warung Madura Beroperasi 24 Jam

Kemenkop-UKM Tegaskan Tidak Melarang Warung Madura Beroperasi 24 Jam

Whats New
BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

Work Smart
Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Whats New
Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Whats New
Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Whats New
Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Whats New
Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Whats New
Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

Whats New
Berapa Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai Kemenkeu?

Berapa Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai Kemenkeu?

Work Smart
Dukung 'Green Building', Mitsubishi Electric Komitmen Tingkatkan TKDN Produknya

Dukung "Green Building", Mitsubishi Electric Komitmen Tingkatkan TKDN Produknya

Whats New
Kemenhub Cabut Status 17 Bandara Internasional, Ini Alasannya

Kemenhub Cabut Status 17 Bandara Internasional, Ini Alasannya

Whats New
Kinerja Pegawai Bea Cukai 'Dirujak' Netizen, Ini Respon Sri Mulyani

Kinerja Pegawai Bea Cukai "Dirujak" Netizen, Ini Respon Sri Mulyani

Whats New
Pembatasan Impor Barang Elektronik Dinilai Bisa Dorong Pemasok Buka Pabrik di RI

Pembatasan Impor Barang Elektronik Dinilai Bisa Dorong Pemasok Buka Pabrik di RI

Whats New
Sukuk Wakaf Ritel adalah Apa? Ini Pengertian dan Karakteristiknya

Sukuk Wakaf Ritel adalah Apa? Ini Pengertian dan Karakteristiknya

Work Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com