JAKARTA, KOMPAS.com – Anggota Komite BPH Migas, Saleh Abdurrahman mengatakan, aturan terkait siapa saja yang berhak mendapatkan BBM bersubsidi, melalui Peraturan Presiden (Perpres) 191 tahun 2014 masih terus dibahas.
Dia bilang, untuk memastikan tidak adanya penyalahgunaan BBM bersubsidi, pemerintah saat ini tengah merevisi Perpres 191/2014. Harapannya, pemberian bantuan negara ini bisa maksimal untuk kepentingan masyarakat, terutama kalangan tidak mampu dan miskin.
“Upaya ini (revisi Perpres 191 tahun 2014) adalah salah satu cara untuk mengendalikan pembelian BBM subsidi dan mencegah terjadinya kebocoran. Terbatasnya volume BBM, membuat pemerintah membatasi konsumsi,” kata Saleh dalam keterangan tertulisnya, Rabu (15/2/2023).
"Konsumennya juga diatur dalam Perpres 191 itu. Siapa saja yang boleh mengonsumsi BBM bersubsidi atau solar, ada dalam aturan itu," tambahnya.
Baca juga: Agar Warga Terbiasa, Evaluasi Harga BBM Nonsubsidi Disarankan Transparan
Saleh menyampaikan, pemberian subsidi ini bukan untuk memberikan keuntungan bagi kalangan mampu atau kaya, tapi menjaga daya beli masyarakat yang mayoritas menengah ke bawah. Dia mencontohkan, pemerintah telah menyesuaikan harga BBM bersubsidi solar. Jika awalnya harganya Rp 5.150 menjadi Rp 6.800. Padahal harga seharusnya adalah Rp 18.000.
"Solusi ini terutama untuk kebutuhan masyarakat, seperti mengangkut sembako dan sebagainya. Itu manfaat yang akan dirasakan jika subsidi betul-betul tepat sasaran," kata Saleh.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, saat ini 80 persen Pertalite dinikmati orang kaya, sementara 89 persen Solar bersubsidi dinikmati dunia usaha dan masyarakat mampu. Untuk mengurangi terjadinya penyalahgunaan, Pertamina tengah menguji coba pembelian Solar bersubsidi menggunakan QR Code.
Sementara itu, Ketua Komisi VII DPR RI, Sugeng Suparwoto menambahkan, Indonesia memiliki enam kilang minyak dengan kapasitas produksi 850.000 barel perhari, dan kebutuhan masyarakat setiap hari kurang lebih 1,4 juta barrel per hari.
Baca juga: Harga BBM Pertamax Mau Diumumkan Seminggu Sekali, Erick Thohir: Masih Dibahas dengan Menteri ESDM
“Dari data itu terjadi kesejangan antara produksi dan konsumsi BBM. Lifting minyak dalam APBN 2023 hanya 660.000 barrel per hari, sehingga terjadi defisit antara lifting dan kemampuan kilang kita. Saat ini Indonesia mengimpor BBM, baik berupa crude oil atau minyak mentah dengan BBM yang sudah diolah kurang lebih 850.000 barrel per hari," kata Sugeng.
Menurut Sugeng, BBM sudah menjadi persoalan ekonomi semenjak cadangan maupun produksi minyak bumi terus menurun.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.