Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dilema Impor KRL Bekas, Kebutuhan Mendesak tapi Belum Direstui Pemerintah

Kompas.com - 01/03/2023, 08:07 WIB
Haryanti Puspa Sari,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Upaya PT Kereta Commuterline Indonesia (KCI) untuk melakukan impor KRL bekas pakai asal Jepang terhalang restu pemerintah. Adapun kereta impor ini akan digunakan sebagai kereta pengganti dari sejumlah rangkaian kereta yang akan dipensiunkan.

Menurut VP Corporate Secretary KAI Commuter Anne Purba, ada 10 rangkaian KRL Jabodetabek di tahun 2023 dan 19 rangkaian di tahun 2024 yang harus dipensiunkan.

Karenanya, kata dia, kebutuhan mendesak tahun ini adalah mendapatkan 10 KRL pengganti.

"Konservasi ini memang rutin dilakukan. Di tahun 2023-2024 ada 29 transet (rangkaian) yang memang dijadwalkan untuk dikonservasi (dipensiunkan)," kata Anne saat ditemui di kantor KCI, Stasiun Juanda, Jakarta, Selasa (28/2/2023).

Baca juga: Erick Thohir Khawatir Tarif KRL Naik jika Izin Impor Kereta Tidak Terbit

Anne mengatakan, kebutuhan impor KRL ini perlu dilakukan mengingat volume penumpang KRL terus meningkat terutama pada jam sibuk.

Ia mengatakan, ada dua langkah yang dilakukan KCI untuk memenuhi kebutuhan armada yakni bekerja sama dengan PT INKA dalam pengadaan 16 rangkaian untuk tahun 2025-2026. Adapun KCI menggelontorkan anggaran Rp 4 triliun untuk kebutuhan KRL baru ini.

Kemudian, KCI akan melakukan impor KRL bekas pakai asal Jepang sebanyak 10 rangkaian di tahun 2023 untuk menggantikan rangkaian yang akan dipensiunkan.

"Kami melakukan minta izin apakah kami diperbolehkan untuk melakukan impor (KRL bekas) sebanyak 10 transet di 2023 ini agar bisa me-replace yang 10 yang akan dikonservasi," ujarnya.

Baca juga: Izin Impor KRL Bekas Belum Terbit, KCI Lobi Pemerintah


Belum disetujui pemerintah

Anne menyebutkan, hingga saat ini, izin permohonan impor KRL ini belum disetujui pemerintah.

Ia menjelaskan, KCI sudah mengajukan izin permohonan impor KRL ke tiga kementerian yaitu, Kementerian Perhubungan, Kementerian Perdagangan melalui Dirjen Perdagangan Luar Negeri (Daglu).

Kemudian, dari Dirjen Daglu langsung bersurat kepada Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kementerian Perindustrian.

"Kemudian selanjutnya untuk impornya itu ke Kementerian Perdagangan. Kementerian perdagangan akan mendapatkan rekomendasi, jadi kami tidak langsung ke Kementerian Perindustrian tetapi melalui Kemendag, tetapi sampai saat ini belum diberikan izin untuk impor KRL," tuturnya.

Baca juga: KCI Buka Suara soal Kendala Impor KRL Bekas dari Jepang

Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Dody Widodo menegaskan bahwa Indonesia tidak perlu melakukan impor gerbong kereta rel listrik (KRL) karena industri kereta api nasional mampu memproduksi semua kebutuhan kereta di dalam negeri.

“PT Industri Kereta Api (INKA) bisa membuat itu semua, kenapa kita harus impor gerbang kereta api bekas dari Jepang. Katanya bangga beli buatan Indonesia. Bangladesh saja membeli produk kereta kita sampai Rp1,3 triliun,” kata Dody di Jakarta, Senin (27/2/2023) dikutip dari Antara.

Dody menyampaikan untuk memenuhi kebutuhan gerbong kereta dalam jumlah besar memang dibutuhkan waktu, karena tidak dapat direalisasikan dalam semalam.

Oleh karena itu, Dody mendorong adanya perencanaan untuk periode penggantian atau peremajaan setiap gerbong kereta yang beroperasi di Indonesia.

Baca juga: Cara Mendapatkan PIN Ibu Hamil untuk Naik KRL

“Kalau mendadak memang pasti sukar, seharusnya kan sudah direncanakan jauh-jauh hari dan memberi kesempatan kepada industri dalam negeri untuk berproduksi,” ujar Dody.

Dengan demikian, lanjut Dody, industri kereta api dalam negeri dapat menggeliat dan menggerakkan perekonomian nasional.

“Kapan lagi kita bangga akan buatan kereta dalam negeri. Jangan terus BUMN, jadi bisa impor dan impor. Tolong berhenti untuk pemikiran seperti itu,” kata Dody.

Dody menambahkan, Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (BBI) seharusnya digencarkan secara menyeluruh tanpa terkecuali. Terlebih, jika produk yang dibutuhkan telah mampu diproduksi oleh industri dalam negeri.

Dengan demikian, Dody optimistis bahwa industri nasional dapat menjadi tuan rumah di negeri sendiri, yang akan berkontribusi untuk perekonomian dan kesejahteraan rakyat Indonesia.

“Bagaimanapun kita harus bangga dengan industri dalam negeri. Hal ini perlu diimplementasikan secara nyata melalui tindakan dalam mengambil keputusan,” pungkas Dody.

Baca juga: Cara Beli Tiket KRL Rute Solo-Yogyakarta di Aplikasi Gojek

Tarif KRL dikhawatirkan naik

Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir meminta agar seluruh kementerian terkait mendukung realisasi impor Kereta Rel Listrik (KRL) bekas dari Jepang. Sebab menurutnya, penambahan jumlah KRL dibutuhkan oleh masyarakat guna mendukung kelancaran penggunaan transportasi massal di ibukota ini.

"Saya minta dukungan dari para menteri pengambil kebijakan, untuk kita saling mendukung," ujarnya saat acara Economic Outlook 2023 CNBC Indonesia di di St. Regis Hotel Jakarta, Selasa (29/2/2023).

Jika impor KRL tidak direalisasikan, dia khawatir justru akan menyebabkan tiket KRL Jabodetabek menjadi mahal akibat kekurangan armada.

Sebab rangkaian KRL bisa berkurang jika tidak ada penambahan gerbong. Sementara jumlah penumpang KRL diprediksi bertambah. Untuk mengurangi beban tersebut, Erick menilai tarif KRL bisa dinaikkan.

"Jangan kita justru tidak bersinergi, sehingga kembali justru angka-angka pengeluaran masyarakat jadi mahal (akibat kenaikan tarif KRL)," kata Erick.

Baca juga: Akses Tangga Stasiun Manggarai Segera Ditambah, Urai Kepadatan Penumpang KRL

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com